Mengapa Masyarakat Agamais di Indonesia, justru Tidak Takut Berbuat Dosa? Ini Penjelasannya

Dosa dan Maksiat Disebut HARAM, namun Penghapusan Dosa Disebut HALAL dan Dijadikan HALAL LIFESTYLE

Question: Mengapa sampai-sampai ada seorang muslim, yang mengatakan atau membuat pengakuan secara terbuka bahwa tidak ada yang ditakutkan oleh para muslim, sekalipun itu mencuri ataupun berjudi, kecuali terhadap “babi”? Bahkan ada muslim lain yang menimpali, meskipun untuk sekadar guyonan, bahwa bila “babi”-nya di-“sunat”, maka akan menjadi “halal” juga. [Dikutip dari Radio Elshinta FM 90 Jakarta, tanggal 10 Oktober 2024]

Sebuah Puisi Sederhana Mengenai JATI DIRI

HERY SHIETRA, Sebuah Puisi Sederhana Mengenai JATI DIRI

Bila Anda memang seorang nasionalis,

Maka Anda tidak akan merampas hak-hak sesama anak bangsa.

Bila Anda mengaku sebagai seseorang berjiwa ksatria,

Maka Anda siap dan berani untuk bertanggung-jawab atas perbuatan Anda sendiri.

Bila Anda memandang diri Anda sebagai seseorang yang beradab,

Maka Anda haruslah mampu menghargai kebaikan hati orang lain.

Seni Tidak Kikir terhadap Diri Kita Sendiri

Seni Mengubah Petaka, menjadi Berkah

Penulis adalah pribadi yang sangat berhemat dalam hal pengeluaran keuangan. Sukar untuk menjumpai dan menemukan pria yang lebih hemat daripada penulis. Mungkin sebagian besar kalangan akan menilai bahwa penulis sedang “menyiksa diri sendiri” lewat gaya hidup penuh kesederhanaan dan kebersahajaan demikian. Namun, kemudian timbul inspirasi di benak penulis, bagaimana cara mengubah “petaka” demikian, menjadi sebentuk “berkah”? Kabar baiknya, ada seninya sebagai solusi efektif, dan akan penulis ulas secara lugas dalam kesempatan kali ini. Sebagai contoh sederhana, ketika penulis secara irasional begitu pemalas untuk melakukan sesuatu tugas tertentu, maka penulis menyusun suatu strategi manajemen diri, berupa menetapkan ataupun membuat ketetapan dalam hati, bahwa jika prosesnya betul-betul penulis jalani, maka penulis akan memberikan hadiah kepada diri penulis sendiri. Dengan begitu, penulis tidak akan berfokus pada sukarnya proses yang akan dilalui, namun berfokus pada hadiah yang berpotensi akan penulis dapatkan—meski yang akan memberikan hadiah ialah diri penulis sendiri.

Modifikasi Cuara adalah HALAL LIFESTYLE ataukah MURTAD LIFESTYLE

Inkonsistensi dan Kerancuan Umat Agama Samawi, penuh STANDAR GANDA

Kita tahu, bahwa umat muslim paling suka memposisikan dirinya sebagai Tuhan, dengan membuat “ini itu adalah haram”. Namun, gaibnya, mengapa tiada muslim yang selama ini merasa paling tahu dan paling mengenal Tuhan, tidak pernah membuat “fatwa haram” terhadap operasi tumor / kanker, asuransi jiwa / kecelakaan, maupun modifikasi cuaca, sekalipun jelas-jelas kesemua itu sifatnya ialah melawan kehendak Tuhan? Tuhan memberikan kanker / tumor ganas sekalipun, itu adalah rencana, kuasa, serta kehendak Tuhan, maka mengapa si muslim justru pergi ke dokter untuk dioperasi agar kanker / tumor ganasnya tersebut diangkat serta diterapi kemoterapi?

Abusing Yourself, Menyalahgunakan Diri Sendiri

HERY SHIETRA, Abusing Yourself, Menyalahgunakan Diri Sendiri

When you or someone abuses another person,

That is called abusing one’s own power.

When you or someone steals another person’s belongings,

That is called abusing one’s own hands.

Poem about the Fool Who is Proud of His Own Stupidity. Puisi mengenai si Konyol yang Bangga terhadap Kebodohannya Sendiri

HERY SHIETRA, Poem about the Fool Who is Proud of His Own Stupidity. Puisi mengenai si Konyol yang Bangga terhadap Kebodohannya Sendiri

There are some members of our society,

Who are so ridiculously proud of being an alcoholic,

And feel proud of being someone who is drunk, as if it were cool and funny.

There are some members of our society,

Who are so ridiculously proud of being a tobacco addict,

And feel so proud of being attached and enslaved by it, being a slave to tobacco.

Jangan Bersikap Seolah olah Tidak Bisa Hidup Tanpa Berbuat Dosa

HERY SHIETRA, Jangan Bersikap Seolah olah Tidak Bisa Hidup Tanpa Berbuat Dosa 

Jangan bersikap seolah-olah tidak bisa hidup tanpa mengonsumsi zat-zat yang memabukkan dan melemahkan kesadaran,

Sekalipun banyak buktinya mereka yang bisa bertahan hidup dan melanjutkan hidup tanpa zat-zat memabukkan yang melemahkan kesadaran.

Jangan bersikap seolah-olah tidak bisa menemukan kebahagiaan hidup tanpa merampas kebahagiaan orang lain,

Mereka yang kreatif tidak pernah merampas kebahagiaan orang lain untuk menjadi berbahagia.

Mengapa Kita Suka Menonton / Menyaksikan Kisah Drama? Karena Tuhan adalah Penulis Skenario yang BURUK, KONYOL, TOXIC, serta MEMBOSANKAN

HAPPY ENDING, Jauh Panggang dari Api dengan Realita Dunia Dibawah Kendali Tuhan : Kesenjangan Ekonomi, Mafia Tanah dan Hukum, Pejabat Korup, serta Pelaku Usaha Kartel Harga Dibiarkan Merajalela, Dipelihara, serta Berkeliaran Mencari Warga yang Lemah sebagai Mangsa Empuk

Tuhan Ibarat Profesor LING-LUNG, Terus Mencobai Manusia Sekalipun Umur Umat Manusia Sudah Setua Usia Planet Bumi

Saat ulasan ini ditulis, terdapat sebuah Chinese Drama berjudul “FORTUNE WRITER” yang rilis pada tahun 2024. Kisahnya cukup menarik bila tidak bisa dibilang tidak lazimnya kisah-kisah drama mainstream, tokoh utamanya justru ialah tokoh antagonis yang jahat, sehingga jalannya alur cerita menggunakan persepsi dan perspektif sang tokoh antagonis yang “evil and venom”. Tuhan bagaikan sedang bercanda, bermain-main dan menjadikan lelucon nasib umat manusia, semua manusia dijadikan “pion” demi merealisasikan “naskah kisah” ciptaan Tuhan yang sedang bereksperimen-ria sehingga manusia ibarat kelinci percobaan. Ada yang dibuat berperan menjadi manusia jahat lengkap dengan sifat jahatnya, ada juga tokoh baik yang menjadi pahlawan, namun lebih banyak manusia-manusia yang lemah dan kurang tampan sekadar menjadi tokoh figuran semata.

Betapa Miskinnya Agama Samawi, Betapa Berharga dan Kayanya Buddhisme

Kekuatan Rasa Malu (hiri) dan Rasa Takut (ottappa)

Question: Ada kalangan umat dari agama-agama samawi, yang merasa paling superior dan begitu bangga menjadi pemeluknya sampai-sampai mengajak hingga memaksa orang lain untuk masuk ke agama mereka. Tapi, apakah artinya betul mereka agama yang kaya akan ajaran baik dan kesucian?

Agama Koor Paduan Suara, AGAMA MUSIK & LAGU

Bahaya Melafalkan Paritta dengan Intonasi Dilagukan

Buddhisme memiliki filosofi, keheningan dan senyap adalah musik terindah. Ketika bermeditasi, kita tidak perlu bernyanyi ataupun mendengarkan nyanyian / lagu apapun. Pada umat kristiani kerap mengejek para umat Buddhist sebagai “agama patung”, karena mereka anggap sebagai penyembah yang menyembah patung dan beribadah dengan cara yang sehening “patung” (tidak norak). Namun tahukah Anda, lebih baik menjadi “agama patung” daripada “agama penjilat bokong (kue sus)”. Lihat, betapa noraknya umat kristiani, kemana-mana memakai liontin bergambar kue sus disalib—lahirnya di kandang ternak, matinya berdarah-darah disalib, dengan hanya mengenakan celana dalam, sungguh hina-dina. Jangan lupa, salib adalah tempat atau simbol dimana para penjahat pada masanya itu disalib dan dihukum mati. Tragis, lahir kotor di kandang ternak dan mati diatas salib, dengan hanya memakai “kolor”, AGAMA KOLOR.

Kiat Meloloskan Diri dari Kutukan Warisan Genetik Buruk Orangtua Kita

Tanpa Istrospeksi Diri dan Latihan Self-Control, Determinisme Genetik menjadi Mutlak dan Permanen

IBLIS Melahirkan IBLIS, PENJAHAT Melahirkan PENJAHAT

Question: JIka genetik memang memegang tanggung-jawab seseorang menjadi seorang malaikat atau menjadi seorang penjahat yang menyerupai iblis, maka apakah artinya manusia menjadi budak genetiknya sendiri tanpa adanya pilihan bebas? Jika tidak punya pilihan bebas, apakah artinya dapat dimintakan pertanggung-jawaban atas perbuatan-perbuatan buruk seseorang? Bila tidak dapat dimintakan pertanggung-jawaban, maka bukankah artinya orang tersebut tidak dapat dihukum, entah di dunia manusia seperti penjara ataupun di alam baka berupa neraka?

Tenggelam Bersama Maksiat sementara Ritual Agamais Jalan Terus

Penjelasan Sosiokultural mengapa Indonesia Gagal Membendung Fenomena JUD! ONLINE

Alih-Alih Ditabukan dan Merasa Malu, justru Merasa Bangga, Mempromosikan, dan Merasa Paling Superior, itulah para PENDOSAWAN Pemeluk AGAMA DOSA

Sekolah negeri bertaburan di negeri bernama Indonesia ini, dimana setiap tahunnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) digelontorkan untuk pembangunan sekolah dan menggaji guru. Berbagai tempat ibadah begitu bersahut-sahutan membahanakan praktik “narsisisme” dan “norakisme”, bahkan seolah bersaing dengan gonggongan anjing warga setempat, dimana ayat-ayat mereka kumandangkan lewat pengeras suara eksternal yang masuk gelombang suaranya hingga ke dalam lubang jamban kediaman warga. Namun telah ternyata, begitu keropos dan rapuhnya fungsi dan peran guru maupun para pemuka agama kita.

Berlatih RITUAL Vs. Berlatih Moralitas, Pikiran, dan Kebijaksanaan

DOSA dan PENGHAPUSAN DOSA, LEBIH AURAT DARIPADA AURAT

Sekujur Tubuh Ditutupi, namun Dosa dan Penghapusan Dosa Diubar, Dikampanyekan, Dipromosikan, bahkan Dipertontonkan secara Vulgar oleh Para Pendosawan yang Berdelusi Memonopoli Alam Surgawi

Question: Selama ini agama samawi dikenal sebagai agama yang umatnya paling suka pamer “paling sibuk” beribadah setiap harinya. Namun benarkan begitu, cara menjadi seorang spiritualis yang benar-benar layak dikagumi dan dipuji? Besar sekali mulut mereka bericara perihal Tuhan dan alam surga, lengkap dengan pakaian atau busana agamais mereka.

Tes IQ, antara Mitos dan Fakta yang Perlu Anda Pahami dan Ketahui

Janganlah Menghakimi Orang Lain ataupun Berbangga Diri Lewat Tes IQ

Question: Apakah tes IQ, memang akurat ataukah mitos saja sebenarnya?

Alam Semesta dalam Perspektif Buddhisme, Seluas apakah Jagat Raya Semesta ini?

Teori BIG BANG Bukan Kali Pertamanya Dicetuskan oleh Stephen Hawking, namun oleh Sang Buddha

Betapa Kerdil dan Narsistiknya Agama-Agama Samawi, dan Betapa Luasnya Agama Buddha. Berkeyakinanlah pada yang BESAR, Bukan pada yang KERDIL

Question: Apakah di Agama Buddha, ada dibahas tentang alam semesta? Kalaupun ada disebutkan, seluas apakah jagat raya semesta ini menurut Buddha?

Tips Mempersiapkan Mental dan Persiapkan Jiwa Kita untuk Hal yang Terburuk

Yang Lengah, akan Terhantam Ombak dan Terseret Hanyut, akan Tewas Akibat Terguncang Jiwanya

Yang Bersikap Waspada dan Siap secara Mental, Setidaknya Telah Siap secara Psikis, akan Lebih Besar Peluang untuk Selamat dari Terpaan Ombak Kehidupan

Sepenting dan Se-vital Itulah Persiapan Mental dan Jiwa Kita

Ada banyak benarnya adagium “si vis pacem para bellum”—jika ingin hidup damai, maka bersiaplah untuk perang. Kita memang dituntut keadaan, keadaan mana jarang sekali berjalan ideal sebagaimana kita kehendaki—untuk mempersiapkan diri, jiwa, pikiran, dan mental secara sebaik-baiknya, terutama antisipasi maupun mitigasinya untuk “the worst case scenario”. Berikut salah satu puisi yang penulis susun khusus untuk itu, yang mungkin dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca:

Yang Hebat Itu yang Bisa SELF-CONTROL, Hidup Selibat, Bukan yang Bisa Menikahi Belasan Istri

Umat Manusia Tidak akan Punah Sekalipun Ada Sebagian diantara Masyarakat Kita yang Memilih untuk Menjalani Hidup sebagai Petapa yang Berlatih SELF-CONTROL dengan Hidup Selibat

Yang Hebat ialah yang Mampu Melepas, Bukan yang Mengambil dan Menjadikan Milik (Memiliki dan Melekatinya)

Dalam Buddhisme, hidup adalah pilihan, dimana kehendak bebas (free will) dihargai dan dihormati sebagai hak asasi manusia itu sendiri. Tidak ada dogma-dogma berisi ancaman dalam Buddhistik, baik Anda memilih untuk menikah ataukah tidak menikah. Selebihnya, ialah perihal konsekuensi dibalik setiap pilihan. Karenanya, rumusan dalam Buddhisme menjadi sebagai berikut : hidup adalah pilihan, lengkap dengan masing-masing konsekuensinya. Meminjam istilah dari Ajahn Brahm, bhikkhu asal Inggris yang setelah menjalani latihan hidup sebagai “bhikkhu hutan” di Thailand sebelum kemudian menjadi kepala dari salah satu vihara di Australia, membagi menjadi dua konsekuensi dibalik pilihan bagi seseorang untuk berumah-tangga atau untuk hidup selibat, yakni “dukkha orang yang hidup berumah-tangga” dan “dukkha orang yang hidup selibat”.

Jadilah Konsumen yang Bertanggung-Jawab, Darurat Sampah Beling dan Styrofoam

Gerakan Konsumen yang Sadar Kelestarian Lingkungan, BOIKOT PRODUK-PRODUK KEMASAN YANG TIDAK RAMAH LINGKUNGAN

Wariskan Alam yang Bersih dari Sampah, Bukan Alam yang Rusak oleh Tumpukan maupun Ceceran Sampah

Satu dekade lampau, sampah / limbah bekas kemasan produk konsumsi berupa beling / kaca, diterima oleh pengepul sehingga kalangan pemulung kerap memulung limbah domestik rumah-tangga dari berbagai daerah pemukiman penduduk berupa kemasan beling. Patut kita apresiasi, langkah pemerintah yang melarang pemberian kantung plastik bagi konsumen pada ribuan minimarket, karena tarafnya sudah sangat mencemaskan serta memprihatikan. Adapun produk-produk dengan kemasan plastik, sekalipun juga merupakan limbah domestik rumah-tangga, namun setidaknya masih memiliki nilai ekonomis di mata para pemulung maupun pengepul botol-botol plastik bekas, yang karenanya sedikit atau banyaknya dapat mengurangi volumen sampah yang mencemari sungai, danau, hingga lautan. Sayangnya, regulasi terkait sampah domestik berupa kemasan berupa beling, tidak mendapat perhatian dari regulator baik di pusat maupun di daerah.

Mantra Buddha untuk Mengatasi Gangguan Roh Jahat

Versi Singkat Āānāiyasutta

Question: Dalam sutta teks Pali, ada sutta yang bernama Āānāiyasutta, dikenal luas oleh kalangan umat Buddhist digunakan untuk menghadapi gangguan makhluk-makhluk tidak kasat mata yang jahat. Masalahnya untuk membaca dan menyuarakan paritta satu ini, sangat menguras energi serta waktu, Adakah solusinya, semisal sutta versi singkat dari Āānāiyasutta ini?

Lebih INSANE daripada Mengulang Hal yang Sama namun Mengharap Hasil yang Berbeda

AGAMA BAGI ORANG RASIONAL Vs, AGAMA BAGI ORANG IRASIONAL, Anda yang Mana?

Berbuat Dosa / Kejahatan (Merugikan, Melukai, maupun Menyakiti), namun Mengharap Masuk Surga, INSANE

Question: Banyak sekali kita jumpai orang-orang yang melakukan hal yang sama, berulang-ulang, namun mengharap hasil yang berbeda. Kata Albert Einstein, itu “INSANE”, alias “tidak logis”, “tidak waras”, dan “tidak rasional”. Namun apakah ada, yang lebih parah sifatnya daripada sekadar “INSANE”?

KEYAKINAN YANG SEHAT Vs. KEYAKINAN YANG SAKIT, yang Memalukan di Mata seorang Buddha, Dipandang Membanggakan di Mata seorang Dunguwan (Dosawan)

Dosa adalah Nikmat di Mata DOSAWAN, namun adalah Derita di Mata seorang SUCIWAN. Meditatif, Hening, dan Higienis dari Dosa adalah Kebahagiaan di Mata seorang SUCIWAN, namun adalah Derita di Mata para DOSAWAN

Ketika Umat Pemeluk AGAMA DOSA Berdelusi sebagai Agama yang Paling Superior dan Bangga Mempromosikan Ideologi Korup bernama Iming-Iming “Penghapusan Dosa”, alih-alih Merasa Malu

Seperti kata anekdot klasik yang ternyata masih relevan hingga saat kini, “don’t judge the book by the cover”, dalam kesempatan ini hendak penulis tambahkan dan lengkapi menjadi “jangan pula menilai sebuah kitab dari nama yang dilekatkan sebagai ‘Kitab SUCI’”, namun lihat dan nilai isi substansinya. Dalam istilah dunia politik dan marketing, upaya manipulatif-pengelabuan demikian diberi istilah sebagai “framing”, alias membingkai dan menghiasinya dengan “make up” pemutih kulit wajah agar tampak menarik dan mengundang minat masyarakat. Jangan menelan secara mentah-mentah nama dari sebuah buku (kitab agama) ataupun nama suatu alam.

Pendosa, Mengharap Masuk Surga, Surga yang Ibarat Tong Sampah Raksasa bagi para Manusia Sampah (Pendosa)

Perbedaan antara Agama Buddha dan Agama Samawi, Buddhisme adalah Perihal Hukum Tabur-Tuai, sementara Agama Samawi Menina-Bobokan Para Pendosa lewat Iming-Iming Penghapusan Dosa

Kabar Baik bagi Pendosa, sama artinya Kebar Buruk bagi Kalangan Korban

Question: Di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, para kriminil yang bermasalah dengan hukum adalah para Buddhist, maka bukankah itu artinya umat agama Buddha sama saja alias tidak berbeda dengan umat agama lain yang juga banyak bermasalah dengan hukum?

BREAK THE CHAIN OF KARMIC LAW, Itulah Misi Penyelamatan Misionaris Buddhisme

Dukkha Tertinggi menurut Pandangan Agama Buddha

Neraka Bukanlah Dukkha Tertinggi, namun adalah Siklus Lingkaran Samsara alias Tumimbal Lahir Tidak Berujung dan Tidak Kenal Akhir

Question: JIka dalam agama-agama samawi yang kini mendominasi para umat manusia, keyakinan mengenai adanya alam surga maupun alam neraka setelah ajal seseorang tiba, merupakan pamuncak alias akhir episode dari seorang manusia. Apakah Buddhisme memiliki tujuan akhir dan siksaan abadi berupa surga dan neraka seperti pandangan agama-agama samawi tersebut?

Gaya Berpikir Picik, Sikap cenderung Kerdil dan Dangkal Cara Berpikirnya

Jangan seperti Katak dalam Tempurung yang Dangkal dan Kerdil Cara Berpikir maupun dalam Bersikap

Question: Mengapa di dunia ini, masih saja ada banyak manusia yang menyebalkan, seolah-olah dunia ini kekurangan orang-orang yang “toxic” maupun yang menyebalkan?

Hidup adalah Nikmat ataukah Dukkha?

Bertanggung Jawab dan Penuh Tanggung Jawab dan menjadi Suciwan yang Melawan Arus Keduniawian, Jelas merupakan Dukkha

Menjadi Pendosa Penjilat Penuh Dosa yang Setiap Harinya Mengharap dan Memohon Penghapusan Dosa, Jelas merupakan “Nikmat”

Meminta dan Diberi adalah Nikmat (ala Pemalas). Menanam Karma Baik untuk Dipetik dan Dipanen adalah Meletihkan. Bertanggung-Jawab ala Ksatria adalah Menakutkan di Mata para Pengecut dan Pecundang Kehidupan

Question: Apa latar belakangnya, agama samawi mengajarkan dan mengklaim bahwa hidup pemberian Tuhan adalah nikmat, sementara itu Agama Buddha justru menyatakan bahwa hidup adalah duka?

Puluhan Nabi GAGAL TOTAL Musnahkan Maksiat Paling Primitif yang Dkenal Umat Manusia dari Muka Bumi

Ketika Puluhan Nabi Utusan / Rasul Tuhan GAGAL TOTAL Memusnahkan Satu pun Maksiat / Dosa Paling Primitif dari Muka Bumi, Tuhan pun Meradang

Ketika Nabi Utusan Tuhan justru Mempromosikan dan Mengkampanyekan Maksiat Lengkap dengan Iming-Iming Penghapusan Dosa = Kabar Baik bagi PENDOSA

Messenger yang Mewartakan Kabar Baik bagi PENDOSA = Kabar Buruk bagi para KORBAN

Alam Neraka merupakan Simbol / Monumen Kegagalan Tuhan yang Tidak Benar-Benar Berkuasa atas Pilihan HIdup maupun Pikiran Umat Manusia

Question: Konon menurut satu dogma agama tertentu, puluhan orang nabi telah Tuhan (versi mereka) turunkan ke dunia ini untuk memerangi maksiat dari muka bumi. Namun, mengapa sampai detik ini masih juga ada begitu banyaknya maksiat-maksiat paling primitif yang sudah dikenal umat manusia sejak era pra sejarah maupun maksiat-maksiat zaman purbakala seperti praktik pemerkosaan, menyembah batu, merampok, mencuri, membunuh, menganiaya, pemerasan, mabuk kawin, dan dosa-dosa ataupun maksiat-maksiat lainnya? Singkatnya, mengapa tidak ada satu pun maksiat yang berhasil diberantas oleh puluhan nabi utusan atau rasul dari Tuhan tersebut? Mengapa juga Tuhan bergantung atau mengandalkan sosok semacam nabi untuk menjadi “messenger” seolah-olah Tuhan kalah canggih dengan teknologi broadcast semacam radio ataupun televisi?

Manusia dilahirkan lengkap dengan seperangkat “software” dalam otak dan genetik mereka dari sejak lahir, tidak terkecuali watak atau sifat-sifat buruk sang manusia, tentu itu bukan salah bunda mengandung, juga bukan salah si manusia yang tidak pernah memilih ataupun meminta untuk dilahirkan, tapi adalah hasil penciptaan Tuhan itu sendiri. Sehingga, jika mau disalahkan, Tuhan semestinya menunjuk hidung Tuhan sendiri sebagai pelaku “aktor intelektual” segala aksi kejahatan dan maksiat demikian untuk dituntut pertanggung-jawaban. Bukankah katanya konon tiada apapun yang dapat terjadi tanpa seizin, kuasa, maupun rencana Tuhan, tidak terkecuali terjadinya segala tindak kejahatan maupun maksiat dan dosa-dosa lainnya?

Ciri, Tanda, & Karakter Orang Dungu

Nilai dari Cara Seseorang Berpikir, Berbicara, dan Berperilaku

Ada sebagian diantara anggota masyarakat kita—atau mungkin juga sebagian mayoritas dari masyarakat kita—di Indonesia ini bahwa seorang manusia secara ekstrim tidak perlu menerapkan gaya hidup sehat maupun gaya hidup bersih, toh masih bisa hidup. Semisal, mereka memberi contoh, tukang sampah yang setiap harinya mengangkuti sampah dari rumah ke rumah, tanpa sarung tangan, bahkan banyak diantara masyarakat kita yang makan tanpa terlebih dahulu mencuci tangannya baik-baik dengan sabun, bahkan juga berbagai penjual masakan kita tidak mencuci sayur-mayur lalapan yang mengandung pestisida, larva cacing, kotoran binatang liar, dan kimia karsinogenik lainnya dalam proses penanaman, panen, maupun distribusi hingga penyajian, toh mereka semua masih bisa hidup sampai dewasa dan tua pada realitanya. Mereka juga kerap memberi ilustrasi kalangan penghisap bakaran tembakau, masih sehat-sehat saja.

Ajaran yang Saling Menegasikan, Mengajarkan Berbuat Baik dan Disaat Bersamaan Mengkampanyekan Penghapusan Dosa

Satu Tangan Berbuat Baik, Tangan Lainnya Memohon “Penghapusan / Pengampunan Dosa”, Dua Preposisi yang Tidak Pernah Sejalan, Bertolak-Belakang

Terdapat sebuah tempat ibadah “norakisme” ala “narsistik” di dekat kediaman penulis, pada suatu Jum’at tengah hari seorang pemuka agama mereka lewat pengeras suara eksternal yang luar biasa membahana, berceramah perihal berbuat kebajikan, pentingnya amal kebaikan, dan segala perbuatan baik lainnya dalam rangka agar sang umat dapat diterima di kerajaan Tuhan yang mereka sembah. Tampaknya tidak ada yang salah dengan ceramah tersebut, namun pemuka agama yang sama pada malam harinya kembali berceramah pada tempat ibadah yang sama, dengan toa pengeras suara yang sama membahananya, akan tetapi dengan topik yang berbeda, yakni mengenai “pengampunan / penghapusan dosa”—yang mana notabene kedua topik tersebut sejatinya saling menegasikan alias saling menihilkan serta bertolak-belakang satu sama lainnya antar dogma, inkonsisten.

Kiat Memilih Agama yang Baik dan Ideal untuk Dipeluk, Diyakini, serta Dijalankan

AKAL DOSA Milik para Pendosa Vs. AKAL BAIK Milik Orang-Orang Baik

Ketika Agama Bertentangan dengan Kemanusiaan, maka Itulah Agama yang Harus Dilarang sebagaimana Kita Melarang Agama Liberal!s, Agama Hedonistis, maupun Agama Komunistis

Question: Apa ada kiat, agar kita dapat memilih agama yang tepat dan baik untuk kita peluk dan praktikkan di keseharian serta untuk kita kelak kenalkan maupun wariskan kepada anak-cucu kita?

Satu buah Kejahatan sudah Terlampau Banyak bagi Orang Baik. Sebaliknya, Satu buah Kejahatan Belum Cukup Banyak bagi Orang-Orang Jahat

Orang Indonesia Tidak Pernah Cukup Berbuat Satu buah Kejahatan / Keburukan

Hidup Berdampingan dengan Orang yang Tidak Malu dan Tidak Takut Berbuat Jahat & Buruk (Dosa) akibat Memakan dan Termakan Ideologi Korup Bernama PENGHAPUSAN DOSA (abolition of sins)

Hanya seorang Pendosa, yang Butuh Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa. Pendosa, hendak Berceramah Perihal Keadilan maupun Hidup Suci?

Question: Mengapa ya, masyarakat kita di Indonesia suka sekali melakukan hal yang buruk terhadap kita, sesama warga, namun ketika kita protes, berkeberatan, melawan, atau membalas perbuatannya, mereka justru kian menjadi-jadi dengan kembali berbuat buruk dan jahat terhadap kita secara lebih jahat lagi sifatnya, seolah-olah melakukan satu buah hal buruk belum terlampau buruk dan belum terlampau jahat bagi mereka? Padahal, negara ini tidak pernah kekurangan orang-orang yang “agamais”, rajin beribadah, dan mengaku ber-Tuhan, serta membungkus tubuhnya dengan busana keagamaan. Singkatnya, mengapa di Indonesia, selalu saja lebih galak yang ditegur daripada korban yang menegur mereka?

Banyak Kesempatan Berbuat Kabaikan dalam Keseharian yang Disia-Siakan Orang Dungu

Tidak Pernah ataupun Jarang Berbuat Baik, sama artinya sedang Bersikap Egois terhadap Dirinya Sendiri

Bukan Tidak Ada Kesempatan Berbuat Baik, namun Manusia Dungu cenderung Mengabaikan dan Menyepelekannya

Tentulah kita pernah atau sering mengamati dan mengalami langsung, bagaimana petugas pelayanan pada loket-loket pelayanan di kantor pemerintahan ataupun petugas pelayan di berbagai minimarket, beragam watak atau karakternya. Namun yang umum kita jumpai di Indonesia ialah, sikap kurang ramah alias aroganistik oleh Aparatur Sipil Negara alias Pegawai Negeri Sipil kita (terutama yang sudah lama bekerja di kantor pemerintahan) maupun pelayanan yang “standar-standar” saja pada pertokoan swasta—seolah-olah hanya kita yang “butuh” mereka, sekalipun sumber gaji mereka ialah apa yang dibayarkan oleh wajib pajak maupun oleh konsumen. Adapun “kami siap melayani dengan hati” masih sekadar jargon, dan mereka tampaknya cukup berpuas diri membodohi publik yang terbodohi lewat umbar jargon yang minim esensi demikian.

Bahaya Distorsi Dibalik HOAX, Kelirutahu (Tahu namun Keliru) & Keliruyakin (Yakin namun Keliru)

Ketika Masih Minoritas, Menuntut dan Menikmati Toleransi. Ketika telah menjadi Mayoritas, para Muslim justru Ingin Meniadakan Toleransi yang Dahulu Mereka Tuntut dan Nikmati, Menggantikannya dengan Intoleransi, Represi, serta Teror (Kitab Jawa DHARMO GHANDUL). Pola yang Sama Selalu Berulang dan Terulang di Setiap Negara

Memakan dan Termakan HOAX, Sebelum Kemudian Turut Reproduksi HOAX tersebut, adalah DOSA—Fitnah Itu Sendiri

Fenomena Sarjana HOAX, Bergelar Sarjana namun Menu Makanannya ialah HOAX

Belum lama ini, penulis berkomunikasi dengan seorang teman satu almamater yang bergelar sarjana bahkan memperoleh Strata-2 dari Fakultas Hukum di Tanah air, yang mana gelar kesarjanaan bermakna yakni mereka yang telah (semestinya dan seharusnya) tergolong intelek—cendekiawan (kalangan cerdik dan pandai) sebagai bagian dari lingkaran kaum intelektual, yang mana seyogianya juga bersikap ilmiah nan empirik, telah ternyata fakta berikut ini memperlihatkan realita yang sebaliknya sekaligus membuktikan betapa bahayanya “hoax”, yang dalam banyak kasus bahkan menyerupai ideologi itu sendiri—meyakini secara membuta, apapun faktanya, meyakini apa yang ia yakini ataupun meyakini apa yang ingin mereka yakini atau meyakini apa yang diyakini oleh mayoritas publik (keyakinan pada umumnya, tidak selalu benar adanya).

Ciri Agama yang KONSISTEN Vs. Agama yang INKONSISTEN

KONSISTENSI artinya, Sebagaimana Apa yang Dikatakan maka Demikianlah yang Dilakukan; Sebagaimana yang Dilakukan maka Demikianlah Dikatakan. Melakukan Apa yang Dikatakan dan Mengatakan Apa yang Benar-Benar Dilakukan—Tiada yang Lebih Indah dari Komitmen Tanpa Cela antara Perbuatan dan Ucapan

Question: Bagaimana cara menilai suatu ideologi berbau keagamaan, apakah agama tersebut memang benar lurus, suci, dan mulia, ataukah seperti tingkah kelakuan para penipu, di mulut dan di wajah tampak baik dan mulia namun kotor dan busuk di hati ataupun didalamnya? Jangan-jangan iblis berwajah dan berbulu malaikat, sangat mengecoh dan menjebak, sungguh berbahaya.

Cara Membedakan antara AGAMA SUCI dan AGAMA DOSA

AGAMA DOSA, Agama yang Mempromosikan Penghapusan Dosa bagi para Pendosa alih-alih Mengkampanyekan Hidup Bersih Bebas dari Perbuatan Dosa

Hanya PENDOSA yang Butuh Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa

Question: Bagaimanakah ciri-ciri atau kiat untuk secara mudahnya bagi kita untuk mampu membedakan mana yang merupakan “agama dosa” dan mana yang merupakan “agama suci”? Sebagaimana kita ketahui, semua marketing pasti akan mengemas produk mereka sebagai “kecap Nomor 1”, sekalipun produk mereka sebenarnya berbahaya bagi kesehatan konsumennya, menutup-nutupi bahaya penggunaan produk yang mereka jajakan kepada masyarakat, menjual iming-iming dan harapan atau khasiat semu semata demi self-interest, tidak terkecuali marketing berbagai “agama dosa” yang diberi kemasan label merek “agama suci” dalam rangka menjaring umat sebanyak-banyaknya sehingga pada akhirnya benar-benar menjadi mayoritas seperti dewasa ini.

MENGIKUTI ARUS atau MELAWAN ARUS, Pilih yang Mana?

Jangan Bersikap Seolah-Olah Tidak dapat Melangsungkan Hidup Tanpa Bersikap Jujur dan Beretika dalam Berusaha / Berbisnis

Kita akan Hidup Sejahtera, bila Moralitas Kita Terjaga, itulah Ketenteram Hidup, Kebahagiaan dalam Moralitas.

Pernah ada seorang pelaku usaha bernama Eddy Santoso Tjahja yang secara tidak etis menyatakan, bahwa bila pelaku usaha berhasil “mengakali” dan “mengadali” pemerintah, semisal Kantor Pajak, maka kelicikan maupun kelihaian pelaku usaha tersebut patut diganjar “reward” alias diberi apresiasi berupa lepas dari jeratan beban pajak, seolah hidup ini ialah persoalan “adu kelihaian” dan “adu kelicikan”. Namun yang menggelikan ialah, pelaku usaha bernama Eddy Santoso Tjahja ini tidak lama sebelumnya telah menjadi korban modus “transfer pricing” (profit shifting) oleh korporasi “penanam modal asing” bernama JobsDB yang bermarkas-pusat di Hongkong, sehingga tidak pernah mendapatkan hak deviden selaku pemegang saham minoritas sebelum kemudian Eddy Santoso Tjahja dipecat secara tidak hormat oleh PT. JobsDB Indonesia dari jabatan Direksi karena kedapatan melakukan praktik eksploitasi tenaga kerja manusia yakni para pegawai JobsDB, yang menyerupai perbudakan demi kepentingan usaha pribadi Eddy Santoso Tjahja yang memiliki benturan kepentingan sehingga menyalahgunakan kedudukannya selaku direktur pada JobsDB Indonesia.

Agama yang Umatnya Paling BAHAGIA di Dunia

Beribadah Semestinya Melihat ke Dalam Diri, Bukan Justru Lebih Sibuk Menghakimi Kaum Lainnya

Pendosa adalah Busuk, Kotor, Tercela, dan Ternoda, namun Memandang Dirinya sebagai Umat dari “Agama SUCI”? Jika yang Sekotor itu Disebut sebagai Umat dari ”Agama SUCI”, Lantas yang Disebut sebagai “Agama DOSA” seperti apakah?

Yang Kotor dan Tercela Penuh Noda Dosa hendak Bersatu dengan Tuhan? Bagai Minyak hendak Bersatu dengan Air, Api hendak Bersatu dengan Es, Niscaya ataukah Mustahil?

Question: Umat dari agama apakah, yang paling berbagia di Muka Bumi ini?

Menikmati Buah Manis Kompetisi / Persaingan Usaha yang Sehat antar Perlaku Usaha

Regulator Idealnya Mengatur secara Inovatif serta Pelayanan Berbasis Pengalaman Pengguna (Users Experience), agar Pelayanan Publik dapat Terselenggara secara Optimal

Seri Artikel Sosiologi bersama Hery Shietra

Question: Memangnya mengapa dan untuk tujuan apakah, pemerintah dalam hal ini lewat otoritas semacam KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) maupun seperti Kementerian Perdagangan harus atur dan intervensi pasar, harga komoditas, distribusi niaga, dan sebagainya?

Berbuat Keliru adalah Manusiawi, namun Berbuat Dosa lalu Mengharap Penghapusan Dosa Barulah Tercela dan Biadab

Agama SUCI Vs. Agama KSATRIA, Vs. Agama DOSA

Seri Artikel Sosiologi bersama Hery Shietra

Question: Bukankah berbuat keliru, adalah manusiawi sifatnya dan semua orang bisa serta telah pernah berbuat keliru?

Mengapa PT. POS Indonesia Tidak Pernah Maju dan Tidak Diminati Masyarakat?

Penyebab PT. POS Indonesia menjadi Duri dalam Daging bagi Rakyat Indonesia

Seri Artikel Sosiologi bersama Hery Shietra

Question: Sejak era maraknya jual-beli “online” (daring) via marketplace, dimana pembeli cukup berada di rumah dan paket berisi barang belanjaan dikirim oleh kurir sampai ke rumah pembeli, menjadi titik dimulainya fenomena tumbuh subur berbagai pilihan perusahaan ekspedisi yang bertumbuhan, sehingga kini tersedia beragam pilihan kurir ataupun jasa ekspedisi, bahkan dengan ongkos kirim yang kian terjangkau (karena kompetitif) dan semakin memanjakan masyarakat selaku pembeli. Ada pilihan bebas bagi konsumen untuk memilih kurir sesuai minat, sehingga masyarakat kita dewasa ini kian gemar membeli barang secara “online”.

Pertanyaannya, dimana rasanya tidak masuk akal, mengapa PT. POS Indonesia tidak menjadi pilihan warga sebagai perusahaan kurir dalam mengirim paket ataupun dokumen surat serta turut menikmati “kue” peningkatan serta pertumbuhan pemakaian jasa kurir dan pengiriman barang  di Indonesia yang konon tertinggi konsumen pemakai jasa pembelian “online”? Apa yang sebetulnya melatar-belakangi fenomena “lain sendiri” ini, sehingga PT. POS Indonesia selalu tertinggal di belakang sebagai “pemain” dalam industri ekspedisi, bahkan lebih banyak menjadi “penonton”, sementara itu perusahaan ekspedisi swasta serupa kian menjamur kantor cabangnya ataupun merek-nya?

Anak selalu dalam Posisi Terjepit, Serba Salah ketika Menghadapi Orangtua yang Egoistik dan Narsistik

Lebih Dilematis menjadi seorang Anak daripada Orangtua

Question: Mengapa anak yang selalu diposisikan sebagai pihak yang salah, tersudutkan, dan terpojokkan, sekalipun selama ini orangtua memperlakukan anak secara tidak layak dan tidak patut? Mengapa ada aturan (norma sosial) “tidak tertulis” yang berbunyi : Aturan pertama, orangtua selalu benar. Aturan kedua, jika orangtua keliru, lihat Aturan Pertama.