“Believing In God” Membuat Umat Manusia Menjelma KORUPTOR DOSA
Agama Samawi Tidak Perlu Ada dan Sudah Saatnya
Diperangi oleh Segenap Umat Manusia, Demi Menjaga Kemanusiaan yang Masih
Tersisa di Dunia Ini
Question: Di Indonesia, penduduknya dikenal super “agamais”, ini dan itu serba berbau agama, berbusana agama, menggunakan terminologi agama, rajin beribadah, lebih Arab daripada orang Arab, rumah ibadah tumbuh bak jamur di musim penghujan, ayat-ayat kitab dikumandangkan lima kali sehari, glamor tentang ritual keagamaan, cemarah-ceramah tentang perintah maupun larangan Tuhan didengung-dengungkan, namun mengapa mereka yang mengaku mengimani (adanya) Tuhan tersebut justru selama ini kerap berbuat jahat terhadap sesama manusia maupun terhadap hewan dan alam?
Brief Answer: Fakta berdasarkan realita lapangan dan data
pemberitaan, “believe in God” membuat
umat manusia menjadi rusak “standar moral”-nya, mengingat Tuhan digambarkan seolah-olah
lebih PRO terhadap PENDOSA dengan menghapus dosa-dosa para PENDOSA tersebut,
sehingga sama sekali tidak memiliki apa yang disebut sebagai “perspektif korban”.
Itulah sebabnya, hakim di pengadilan, idealnya tidak meniru sifat-sifat Tuhan,
mengingat “kabar gembira” bagi PENDOSA yang dihapus dosa-dosanya (kejahatannya),
sama artinya “kabar duka / buruk” bagi kalangan korban.
Dogma-dogma dalam agama samawi bahkan
bertolak-belakang dengan prinsip emas (golden
rule) : Jangan perlakukan orang lain sebagaimana kita sendiri tidak dingin
diperlakukan demikian, dan perlakukan orang lain sebagaimana kita sendiri ingin
diperlakukan demikian. Tidak ada orang yang ingin dijadikan korban, dimana
semua orang sanggup menjadi seorang PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA (apa
susahnya?). Sebaliknya, dalam agama-agama samawi, “PENGHAPUSAN DOSA” justru
dipromosikan alih-alih mengkampanyekan gaya hidup higienis dari dosa—itulah sebabnya,
agama samawi layak menyandang gelar sebagai “Agama DOSA” dimana para pendosa
menjadi umat pemeluknya, sekalipun selama ini membungkus kemasan luarnya dengan
klaim sebagai “Agama SUCI”.
PEMBAHASAN:
Dalam ajaran nasrani, dikenal adanya “sepuluh
larangan Tuhan”, namun disaat bersamaan dogma nasrani menyatakan bahwa dua
orang penjahat—salah satunya penyamun—yang turut disalib bersama dengan Yesus
di atas kayu salib, dimasukkan ke surga oleh Yesus, dan disaat bersamaan orang-orang
baik (maupun korban-korban dari kedua penjahat tersebut) yang tidak meyakini
Yesus sebagai “saingan Allah”, dijebloskan ke dalam neraka. Alhasil, tercipta
persepsi di kalangan umat nasrani, bahwa “Untuk
apa jadi orang baik, jadi orang jahat saja dimasukkan ke surga berkat (iming-iming)
‘PENEBUSAN DOSA’?! BUAT DOSA, SIAPA TAKUT?!”
Dahulu kala, sebelum agama-agama samawi dikenalkan
ke dunia ini, tidak ada seorang penjahat pun yang patut berharap bahwa mereka
akan dimasukkan ke surga setelah berbuat kejahatan. Kini, setelah agama samawi
diperkenalkan ke dunia manusia, para penjahat bersuka-cita, lalu berlomba-lomba
berkubang dalam lautan dosa, memproduksi segunung dosa, mengoleksi segudang
dosa, bersimbah dosa, dan disaat bersamaan yakin seyakin-yakinnya akan masuk alam
surgawi setelah ajal menjemputnya. Dimana jelas-jelas hanya seorang PENDOSA
yang butuh iming-iming KORUP bernama “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN DOSA” maupun “PENEBUSAN
DOSA”.
Alhasil, terhadap dosa dan maksiat, para “agamais
hamba Tuhan” tersebut demikian kompromistik. Namun, terhadap kaum yang berbeda
keyakinan, para “agamais” tersebut begitu intoleran. Babi, disebut sebagai “haram”.
ini dan itu disebut “haram” dan “dilarang”. Namun, bagai kontradiktif penuh
paradoks, iming-iming KORUP semacam “PENGAMPUNAN / PENGHAPUSAN DOSA” (abolition
of sins) dinyatakan sebagai “halal”, bahkan dijadikan maskot “halal lifestyle”. Bermula dari PENDOSA
PECANDU PENGHAPUSAN DOSA, bermuara menjadi KORUPTOR DOSA.
Dunia ini tidak pernah kekurangan kalangan “agamais”
maupun para pendosa. Namun, sejak dikenalnya agama-agama samawi, para pendosa
tersebut “menjadi-jadi”, mulai mabuk dan kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA”—yang
sifatnya selalu bundling / komplomenter dengan “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN—dimana
prinsip hukum pasar berlaku di sini : ada supply
(para pendosa yang berdelusi ingin masuk surga) maka ada demand (agama-agama yang mengajarkan ideologi KORUP semacam “PENGHAPUSAN
DOSA”, bagi PENDOSA tentunya).
Agama samawi adalah “agama
TOXIC”, yang beracun dan membuat
pecandunya menjadi mabuk serta keracunan dogma-dogma KORUP yang tidak
bertanggung-jawab, sehingga sifatnya lebih berbahaya daripada ideologi komun!sme
yang sudah lama dilarang di Indonesia (komun!sme tidak mempromosikan “PENGHAPUSAN
DOSA”). Dunia ini selama ini kekurangan umat pemeluk agama meritokrasi yang
menjunjung tinggi asas egalitarian. Sejatinya “agama samawi” tidak perlu ada,
dan harus di-eradikasi secara serius.
Ajaran perihal “agama meritokrasi” dapat kita jumpai
pada khotbah Sang Buddha dalam “Aṅguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang
Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical
Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012,
terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan
sebagai berikut:
71 (7) Pengembangan
“Para bhikkhu, ketika seorang
bhikkhu tidak bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia berkehendak:
‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan!’ namun
pikirannya tidak terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan. Karena
alasan apakah? Karena ia tidak memiliki pengembangan. Tidak memiliki
pengembangan apakah?
(1) Empat penegakan perhatian,
(2) empat usaha benar,
(3) empat landasan kekuatan
batin,
(4) lima indria spiritual,
(5) lima kekuatan,
(6) tujuh faktor pencerahan,
dan
(7) jalan mulia berunsur
delapan.
“Misalkan ada seekor ayam
betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang tidak ia
tutupi, tidak ia erami, dan tidak ia pelihara dengan baik. [126] Walaupun ia
berkehendak: ‘Semoga anak-anakku menusuk cangkang mereka dengan ujung cakar
atau paruh mereka dan menetas dengan selamat!’ namun anak-anak ayam itu tidak
mampu melakukannya. Karena alasan apakah? Karena ayam betina itu tidak
menutupi, tidak mengerami, dan tidak memelihara telur-telurnya dengan baik.
“Demikian pula, ketika seorang
bhikkhu tidak bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia
berkehendak: ‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan!’ namun pikirannya tidak terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan. Karena alasan apakah? Karena ia tidak memiliki pengembangan.
Tidak memiliki pengembangan apakah? Empat penegakan perhatian … jalan mulia
berunsur delapan.
“Para bhikkhu, ketika seorang
bhikkhu bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia tidak
berkehendak: ‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidakmelekatan!’ namun pikirannya terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan. Karena alasan apakah? Karena pengembangannya.
Pengembangan apakah?
(1) Empat penegakan perhatian,
(2) empat usaha benar,
(3) empat landasan kekuatan
batin,
(4) lima indria spiritual,
(5) lima kekuatan,
(6) tujuh faktor pencerahan,
dan
(7) jalan mulia berunsur
delapan.
“Misalkan ada seekor ayam
betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang ia tutupi, ia
erami, dan ia pelihara dengan baik. Walaupun ia tidak berkehendak: ‘Semoga
anakanakku menusuk cangkang mereka dengan ujung cakar atau paruh mereka dan
menetas dengan selamat!’ namun anak-anak ayam itu mampu melakukannya. Karena
alasan apakah? Karena ayam betina itu telah menutupi, mengerami, dan memelihara
telur-telurnya dengan baik.
“Demikian pula, ketika seorang
bhikkhu bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia tidak berkehendak:
[127] ‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan!’
namun pikirannya terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan. Karena
alasan apakah? Karena pengembangannya. Pengembangan apakah? Empat penegakan
perhatian … jalan mulia berunsur delapan.
“Ketika, para bhikkhu, seorang
tukang kayu atau murid tukang kayu melihat cetakan jari tangannya pada gagang
kapaknya, ia tidak mengetahui: ‘Aku telah membuat aus sebanyak ini pada gagang
kapak hari ini, sebanyak ini kemarin, sebanyak ini pada hari sebelumnya’;
melainkan ketika gagang kapak itu menjadi aus, ia mengetahui bahwa gagang
kapaknya telah menjadi aus. Demikian pula, ketika seorang bhikkhu bertekad pada
pengembangan, walaupun ia tidak mengetahui: ‘Aku telah mengikis noda-noda
sebanyak ini hari ini, sebanyak ini kemarin, sebanyak ini pada hari
sebelumnya,’ namun ketika noda-nodanya terkikis, ia mengetahui bahwa
noda-nodanya terkikis.
“Misalkan, para bhikkhu, ada
sebuah kapal layar yang terikat dengan tali yang telah usang di dalam air
selama enam bulan. Kapal itu akan ditarik ke darat selama musim dingin dan
talinya akan diserang lebih jauh lagi oleh angin dan matahari. Dibasahi oleh
hujan, tali itu akan menjadi lapuk dan membusuk. Demikian pula, ketika
seorang bhikkhu bertekad pada pengembangan, maka belenggu-belenggunya menjadi
runtuh dan membusuk.” [128]
Para umat agama samawi,
merupakan kaum yang begitu pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik untuk mereka
petik sendiri buah manisnya dikehidupan mendatang, dan disaat bersamaan begitu
pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri
yang telah pernah ataupun masih sedang menyakiti, melukai, maupun merugikan korban-korban
mereka. Akan tetapi, secara delusif, para PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA
tersebut berdelusi sebagai kaum paling superior yang merasa berhak untuk
menghakimi kaum lainnya—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:
- No.
4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi
bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan
ampunan sebesar itu pula.”
- No.
4857 : “Barang siapa membaca
Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus
kali dalam sehari, maka dosanya akan
dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.”
- No.
4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a;
Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah
aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”
- No.
4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk
Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian
disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini
warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku,
kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku
rizki).”
- No.
4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya
saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha
Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu
memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
selamatkanlah aku,”
- Aku
mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja
yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya,
‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih
Bukhari 6933]
- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah
ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap
kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi.
Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai
setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi
ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan
sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan
sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No.
3540]
PENDOSA,
namun hendak berceramah perihal akhlak, hidup suci, luhur, lurus, mulia, adil,
baik, jujur, arif, bijaksana, serta budiman? Itu menyerupai orang buta yang
hendak menuntun para butawan lainnya, berbondong-bondong mereka bergerak menuju
jurang-lembah nista yang kelam nan gelap, dimana neraka pun mereka pandang
sebagai surga, dengan bangga penuh keyakinan terperosok ke dalamnya. Untuk memuliakan
Tuhan, ialah dengan menjadi manusia yang mulia, bukan dengan jalan menjadi PENDOSA
PECANDU PENGHAPUSAN DOSA (KORUPTOR DOSA)—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:
- No.
4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah
tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah
menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa
sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan
yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang
do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia
menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku
lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari keburukkan
sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku
lakukan.’”
- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan
perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah
kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada
diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas
dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang
aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku,”
- Aisyah
bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya
bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu
maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi
seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR
Bukhari Muslim]