Alam Semesta dalam Perspektif Buddhisme, Seluas apakah Jagat Raya Semesta ini?

Teori BIG BANG Bukan Kali Pertamanya Dicetuskan oleh Stephen Hawking, namun oleh Sang Buddha

Betapa Kerdil dan Narsistiknya Agama-Agama Samawi, dan Betapa Luasnya Agama Buddha. Berkeyakinanlah pada yang BESAR, Bukan pada yang KERDIL

Question: Apakah di Agama Buddha, ada dibahas tentang alam semesta? Kalaupun ada disebutkan, seluas apakah jagat raya semesta ini menurut Buddha?

Tips Mempersiapkan Mental dan Persiapkan Jiwa Kita untuk Hal yang Terburuk

Yang Lengah, akan Terhantam Ombak dan Terseret Hanyut, akan Tewas Akibat Terguncang Jiwanya

Yang Bersikap Waspada dan Siap secara Mental, Setidaknya Telah Siap secara Psikis, akan Lebih Besar Peluang untuk Selamat dari Terpaan Ombak Kehidupan

Sepenting dan Se-vital Itulah Persiapan Mental dan Jiwa Kita

Ada banyak benarnya adagium “si vis pacem para bellum”—jika ingin hidup damai, maka bersiaplah untuk perang. Kita memang dituntut keadaan, keadaan mana jarang sekali berjalan ideal sebagaimana kita kehendaki—untuk mempersiapkan diri, jiwa, pikiran, dan mental secara sebaik-baiknya, terutama antisipasi maupun mitigasinya untuk “the worst case scenario”. Berikut salah satu puisi yang penulis susun khusus untuk itu, yang mungkin dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca:

Yang Hebat Itu yang Bisa SELF-CONTROL, Hidup Selibat, Bukan yang Bisa Menikahi Belasan Istri

Umat Manusia Tidak akan Punah Sekalipun Ada Sebagian diantara Masyarakat Kita yang Memilih untuk Menjalani Hidup sebagai Petapa yang Berlatih SELF-CONTROL dengan Hidup Selibat

Yang Hebat ialah yang Mampu Melepas, Bukan yang Mengambil dan Menjadikan Milik (Memiliki dan Melekatinya)

Dalam Buddhisme, hidup adalah pilihan, dimana kehendak bebas (free will) dihargai dan dihormati sebagai hak asasi manusia itu sendiri. Tidak ada dogma-dogma berisi ancaman dalam Buddhistik, baik Anda memilih untuk menikah ataukah tidak menikah. Selebihnya, ialah perihal konsekuensi dibalik setiap pilihan. Karenanya, rumusan dalam Buddhisme menjadi sebagai berikut : hidup adalah pilihan, lengkap dengan masing-masing konsekuensinya. Meminjam istilah dari Ajahn Brahm, bhikkhu asal Inggris yang setelah menjalani latihan hidup sebagai “bhikkhu hutan” di Thailand sebelum kemudian menjadi kepala dari salah satu vihara di Australia, membagi menjadi dua konsekuensi dibalik pilihan bagi seseorang untuk berumah-tangga atau untuk hidup selibat, yakni “dukkha orang yang hidup berumah-tangga” dan “dukkha orang yang hidup selibat”.

Jadilah Konsumen yang Bertanggung-Jawab, Darurat Sampah Beling dan Styrofoam

Gerakan Konsumen yang Sadar Kelestarian Lingkungan, BOIKOT PRODUK-PRODUK KEMASAN YANG TIDAK RAMAH LINGKUNGAN

Wariskan Alam yang Bersih dari Sampah, Bukan Alam yang Rusak oleh Tumpukan maupun Ceceran Sampah

Satu dekade lampau, sampah / limbah bekas kemasan produk konsumsi berupa beling / kaca, diterima oleh pengepul sehingga kalangan pemulung kerap memulung limbah domestik rumah-tangga dari berbagai daerah pemukiman penduduk berupa kemasan beling. Patut kita apresiasi, langkah pemerintah yang melarang pemberian kantung plastik bagi konsumen pada ribuan minimarket, karena tarafnya sudah sangat mencemaskan serta memprihatikan. Adapun produk-produk dengan kemasan plastik, sekalipun juga merupakan limbah domestik rumah-tangga, namun setidaknya masih memiliki nilai ekonomis di mata para pemulung maupun pengepul botol-botol plastik bekas, yang karenanya sedikit atau banyaknya dapat mengurangi volumen sampah yang mencemari sungai, danau, hingga lautan. Sayangnya, regulasi terkait sampah domestik berupa kemasan berupa beling, tidak mendapat perhatian dari regulator baik di pusat maupun di daerah.

Mantra Buddha untuk Mengatasi Gangguan Roh Jahat

Versi Singkat Āānāiyasutta

Question: Dalam sutta teks Pali, ada sutta yang bernama Āānāiyasutta, dikenal luas oleh kalangan umat Buddhist digunakan untuk menghadapi gangguan makhluk-makhluk tidak kasat mata yang jahat. Masalahnya untuk membaca dan menyuarakan paritta satu ini, sangat menguras energi serta waktu, Adakah solusinya, semisal sutta versi singkat dari Āānāiyasutta ini?

Lebih INSANE daripada Mengulang Hal yang Sama namun Mengharap Hasil yang Berbeda

AGAMA BAGI ORANG RASIONAL Vs, AGAMA BAGI ORANG IRASIONAL, Anda yang Mana?

Berbuat Dosa / Kejahatan (Merugikan, Melukai, maupun Menyakiti), namun Mengharap Masuk Surga, INSANE

Question: Banyak sekali kita jumpai orang-orang yang melakukan hal yang sama, berulang-ulang, namun mengharap hasil yang berbeda. Kata Albert Einstein, itu “INSANE”, alias “tidak logis”, “tidak waras”, dan “tidak rasional”. Namun apakah ada, yang lebih parah sifatnya daripada sekadar “INSANE”?

KEYAKINAN YANG SEHAT Vs. KEYAKINAN YANG SAKIT, yang Memalukan di Mata seorang Buddha, Dipandang Membanggakan di Mata seorang Dunguwan (Dosawan)

Dosa adalah Nikmat di Mata DOSAWAN, namun adalah Derita di Mata seorang SUCIWAN. Meditatif, Hening, dan Higienis dari Dosa adalah Kebahagiaan di Mata seorang SUCIWAN, namun adalah Derita di Mata para DOSAWAN

Ketika Umat Pemeluk AGAMA DOSA Berdelusi sebagai Agama yang Paling Superior dan Bangga Mempromosikan Ideologi Korup bernama Iming-Iming “Penghapusan Dosa”, alih-alih Merasa Malu

Seperti kata anekdot klasik yang ternyata masih relevan hingga saat kini, “don’t judge the book by the cover”, dalam kesempatan ini hendak penulis tambahkan dan lengkapi menjadi “jangan pula menilai sebuah kitab dari nama yang dilekatkan sebagai ‘Kitab SUCI’”, namun lihat dan nilai isi substansinya. Dalam istilah dunia politik dan marketing, upaya manipulatif-pengelabuan demikian diberi istilah sebagai “framing”, alias membingkai dan menghiasinya dengan “make up” pemutih kulit wajah agar tampak menarik dan mengundang minat masyarakat. Jangan menelan secara mentah-mentah nama dari sebuah buku (kitab agama) ataupun nama suatu alam.

Pendosa, Mengharap Masuk Surga, Surga yang Ibarat Tong Sampah Raksasa bagi para Manusia Sampah (Pendosa)

Perbedaan antara Agama Buddha dan Agama Samawi, Buddhisme adalah Perihal Hukum Tabur-Tuai, sementara Agama Samawi Menina-Bobokan Para Pendosa lewat Iming-Iming Penghapusan Dosa

Kabar Baik bagi Pendosa, sama artinya Kebar Buruk bagi Kalangan Korban

Question: Di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, para kriminil yang bermasalah dengan hukum adalah para Buddhist, maka bukankah itu artinya umat agama Buddha sama saja alias tidak berbeda dengan umat agama lain yang juga banyak bermasalah dengan hukum?

BREAK THE CHAIN OF KARMIC LAW, Itulah Misi Penyelamatan Misionaris Buddhisme

Dukkha Tertinggi menurut Pandangan Agama Buddha

Neraka Bukanlah Dukkha Tertinggi, namun adalah Siklus Lingkaran Samsara alias Tumimbal Lahir Tidak Berujung dan Tidak Kenal Akhir

Question: JIka dalam agama-agama samawi yang kini mendominasi para umat manusia, keyakinan mengenai adanya alam surga maupun alam neraka setelah ajal seseorang tiba, merupakan pamuncak alias akhir episode dari seorang manusia. Apakah Buddhisme memiliki tujuan akhir dan siksaan abadi berupa surga dan neraka seperti pandangan agama-agama samawi tersebut?

Gaya Berpikir Picik, Sikap cenderung Kerdil dan Dangkal Cara Berpikirnya

Jangan seperti Katak dalam Tempurung yang Dangkal dan Kerdil Cara Berpikir maupun dalam Bersikap

Question: Mengapa di dunia ini, masih saja ada banyak manusia yang menyebalkan, seolah-olah dunia ini kekurangan orang-orang yang “toxic” maupun yang menyebalkan?

Hidup adalah Nikmat ataukah Dukkha?

Bertanggung Jawab dan Penuh Tanggung Jawab dan menjadi Suciwan yang Melawan Arus Keduniawian, Jelas merupakan Dukkha

Menjadi Pendosa Penjilat Penuh Dosa yang Setiap Harinya Mengharap dan Memohon Penghapusan Dosa, Jelas merupakan “Nikmat”

Meminta dan Diberi adalah Nikmat (ala Pemalas). Menanam Karma Baik untuk Dipetik dan Dipanen adalah Meletihkan. Bertanggung-Jawab ala Ksatria adalah Menakutkan di Mata para Pengecut dan Pecundang Kehidupan

Question: Apa latar belakangnya, agama samawi mengajarkan dan mengklaim bahwa hidup pemberian Tuhan adalah nikmat, sementara itu Agama Buddha justru menyatakan bahwa hidup adalah duka?

Puluhan Nabi GAGAL TOTAL Musnahkan Maksiat Paling Primitif yang Dkenal Umat Manusia dari Muka Bumi

Ketika Puluhan Nabi Utusan / Rasul Tuhan GAGAL TOTAL Memusnahkan Satu pun Maksiat / Dosa Paling Primitif dari Muka Bumi, Tuhan pun Meradang

Ketika Nabi Utusan Tuhan justru Mempromosikan dan Mengkampanyekan Maksiat Lengkap dengan Iming-Iming Penghapusan Dosa = Kabar Baik bagi PENDOSA

Messenger yang Mewartakan Kabar Baik bagi PENDOSA = Kabar Buruk bagi para KORBAN

Alam Neraka merupakan Simbol / Monumen Kegagalan Tuhan yang Tidak Benar-Benar Berkuasa atas Pilihan HIdup maupun Pikiran Umat Manusia

Question: Konon menurut satu dogma agama tertentu, puluhan orang nabi telah Tuhan (versi mereka) turunkan ke dunia ini untuk memerangi maksiat dari muka bumi. Namun, mengapa sampai detik ini masih juga ada begitu banyaknya maksiat-maksiat paling primitif yang sudah dikenal umat manusia sejak era pra sejarah maupun maksiat-maksiat zaman purbakala seperti praktik pemerkosaan, menyembah batu, merampok, mencuri, membunuh, menganiaya, pemerasan, mabuk kawin, dan dosa-dosa ataupun maksiat-maksiat lainnya? Singkatnya, mengapa tidak ada satu pun maksiat yang berhasil diberantas oleh puluhan nabi utusan atau rasul dari Tuhan tersebut? Mengapa juga Tuhan bergantung atau mengandalkan sosok semacam nabi untuk menjadi “messenger” seolah-olah Tuhan kalah canggih dengan teknologi broadcast semacam radio ataupun televisi?

Manusia dilahirkan lengkap dengan seperangkat “software” dalam otak dan genetik mereka dari sejak lahir, tidak terkecuali watak atau sifat-sifat buruk sang manusia, tentu itu bukan salah bunda mengandung, juga bukan salah si manusia yang tidak pernah memilih ataupun meminta untuk dilahirkan, tapi adalah hasil penciptaan Tuhan itu sendiri. Sehingga, jika mau disalahkan, Tuhan semestinya menunjuk hidung Tuhan sendiri sebagai pelaku “aktor intelektual” segala aksi kejahatan dan maksiat demikian untuk dituntut pertanggung-jawaban. Bukankah katanya konon tiada apapun yang dapat terjadi tanpa seizin, kuasa, maupun rencana Tuhan, tidak terkecuali terjadinya segala tindak kejahatan maupun maksiat dan dosa-dosa lainnya?

Ciri, Tanda, & Karakter Orang Dungu

Nilai dari Cara Seseorang Berpikir, Berbicara, dan Berperilaku

Ada sebagian diantara anggota masyarakat kita—atau mungkin juga sebagian mayoritas dari masyarakat kita—di Indonesia ini bahwa seorang manusia secara ekstrim tidak perlu menerapkan gaya hidup sehat maupun gaya hidup bersih, toh masih bisa hidup. Semisal, mereka memberi contoh, tukang sampah yang setiap harinya mengangkuti sampah dari rumah ke rumah, tanpa sarung tangan, bahkan banyak diantara masyarakat kita yang makan tanpa terlebih dahulu mencuci tangannya baik-baik dengan sabun, bahkan juga berbagai penjual masakan kita tidak mencuci sayur-mayur lalapan yang mengandung pestisida, larva cacing, kotoran binatang liar, dan kimia karsinogenik lainnya dalam proses penanaman, panen, maupun distribusi hingga penyajian, toh mereka semua masih bisa hidup sampai dewasa dan tua pada realitanya. Mereka juga kerap memberi ilustrasi kalangan penghisap bakaran tembakau, masih sehat-sehat saja.

Ajaran yang Saling Menegasikan, Mengajarkan Berbuat Baik dan Disaat Bersamaan Mengkampanyekan Penghapusan Dosa

Satu Tangan Berbuat Baik, Tangan Lainnya Memohon “Penghapusan / Pengampunan Dosa”, Dua Preposisi yang Tidak Pernah Sejalan, Bertolak-Belakang

Terdapat sebuah tempat ibadah “norakisme” ala “narsistik” di dekat kediaman penulis, pada suatu Jum’at tengah hari seorang pemuka agama mereka lewat pengeras suara eksternal yang luar biasa membahana, berceramah perihal berbuat kebajikan, pentingnya amal kebaikan, dan segala perbuatan baik lainnya dalam rangka agar sang umat dapat diterima di kerajaan Tuhan yang mereka sembah. Tampaknya tidak ada yang salah dengan ceramah tersebut, namun pemuka agama yang sama pada malam harinya kembali berceramah pada tempat ibadah yang sama, dengan toa pengeras suara yang sama membahananya, akan tetapi dengan topik yang berbeda, yakni mengenai “pengampunan / penghapusan dosa”—yang mana notabene kedua topik tersebut sejatinya saling menegasikan alias saling menihilkan serta bertolak-belakang satu sama lainnya antar dogma, inkonsisten.

Kiat Memilih Agama yang Baik dan Ideal untuk Dipeluk, Diyakini, serta Dijalankan

AKAL DOSA Milik para Pendosa Vs. AKAL BAIK Milik Orang-Orang Baik

Ketika Agama Bertentangan dengan Kemanusiaan, maka Itulah Agama yang Harus Dilarang sebagaimana Kita Melarang Agama Liberal!s, Agama Hedonistis, maupun Agama Komunistis

Question: Apa ada kiat, agar kita dapat memilih agama yang tepat dan baik untuk kita peluk dan praktikkan di keseharian serta untuk kita kelak kenalkan maupun wariskan kepada anak-cucu kita?

Satu buah Kejahatan sudah Terlampau Banyak bagi Orang Baik. Sebaliknya, Satu buah Kejahatan Belum Cukup Banyak bagi Orang-Orang Jahat

Orang Indonesia Tidak Pernah Cukup Berbuat Satu buah Kejahatan / Keburukan

Hidup Berdampingan dengan Orang yang Tidak Malu dan Tidak Takut Berbuat Jahat & Buruk (Dosa) akibat Memakan dan Termakan Ideologi Korup Bernama PENGHAPUSAN DOSA (abolition of sins)

Hanya seorang Pendosa, yang Butuh Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa. Pendosa, hendak Berceramah Perihal Keadilan maupun Hidup Suci?

Question: Mengapa ya, masyarakat kita di Indonesia suka sekali melakukan hal yang buruk terhadap kita, sesama warga, namun ketika kita protes, berkeberatan, melawan, atau membalas perbuatannya, mereka justru kian menjadi-jadi dengan kembali berbuat buruk dan jahat terhadap kita secara lebih jahat lagi sifatnya, seolah-olah melakukan satu buah hal buruk belum terlampau buruk dan belum terlampau jahat bagi mereka? Padahal, negara ini tidak pernah kekurangan orang-orang yang “agamais”, rajin beribadah, dan mengaku ber-Tuhan, serta membungkus tubuhnya dengan busana keagamaan. Singkatnya, mengapa di Indonesia, selalu saja lebih galak yang ditegur daripada korban yang menegur mereka?

Banyak Kesempatan Berbuat Kabaikan dalam Keseharian yang Disia-Siakan Orang Dungu

Tidak Pernah ataupun Jarang Berbuat Baik, sama artinya sedang Bersikap Egois terhadap Dirinya Sendiri

Bukan Tidak Ada Kesempatan Berbuat Baik, namun Manusia Dungu cenderung Mengabaikan dan Menyepelekannya

Tentulah kita pernah atau sering mengamati dan mengalami langsung, bagaimana petugas pelayanan pada loket-loket pelayanan di kantor pemerintahan ataupun petugas pelayan di berbagai minimarket, beragam watak atau karakternya. Namun yang umum kita jumpai di Indonesia ialah, sikap kurang ramah alias aroganistik oleh Aparatur Sipil Negara alias Pegawai Negeri Sipil kita (terutama yang sudah lama bekerja di kantor pemerintahan) maupun pelayanan yang “standar-standar” saja pada pertokoan swasta—seolah-olah hanya kita yang “butuh” mereka, sekalipun sumber gaji mereka ialah apa yang dibayarkan oleh wajib pajak maupun oleh konsumen. Adapun “kami siap melayani dengan hati” masih sekadar jargon, dan mereka tampaknya cukup berpuas diri membodohi publik yang terbodohi lewat umbar jargon yang minim esensi demikian.

Bahaya Distorsi Dibalik HOAX, Kelirutahu (Tahu namun Keliru) & Keliruyakin (Yakin namun Keliru)

Ketika Masih Minoritas, Menuntut dan Menikmati Toleransi. Ketika telah menjadi Mayoritas, para Muslim justru Ingin Meniadakan Toleransi yang Dahulu Mereka Tuntut dan Nikmati, Menggantikannya dengan Intoleransi, Represi, serta Teror (Kitab Jawa DHARMO GHANDUL). Pola yang Sama Selalu Berulang dan Terulang di Setiap Negara

Memakan dan Termakan HOAX, Sebelum Kemudian Turut Reproduksi HOAX tersebut, adalah DOSA—Fitnah Itu Sendiri

Fenomena Sarjana HOAX, Bergelar Sarjana namun Menu Makanannya ialah HOAX

Belum lama ini, penulis berkomunikasi dengan seorang teman satu almamater yang bergelar sarjana bahkan memperoleh Strata-2 dari Fakultas Hukum di Tanah air, yang mana gelar kesarjanaan bermakna yakni mereka yang telah (semestinya dan seharusnya) tergolong intelek—cendekiawan (kalangan cerdik dan pandai) sebagai bagian dari lingkaran kaum intelektual, yang mana seyogianya juga bersikap ilmiah nan empirik, telah ternyata fakta berikut ini memperlihatkan realita yang sebaliknya sekaligus membuktikan betapa bahayanya “hoax”, yang dalam banyak kasus bahkan menyerupai ideologi itu sendiri—meyakini secara membuta, apapun faktanya, meyakini apa yang ia yakini ataupun meyakini apa yang ingin mereka yakini atau meyakini apa yang diyakini oleh mayoritas publik (keyakinan pada umumnya, tidak selalu benar adanya).

Ciri Agama yang KONSISTEN Vs. Agama yang INKONSISTEN

KONSISTENSI artinya, Sebagaimana Apa yang Dikatakan maka Demikianlah yang Dilakukan; Sebagaimana yang Dilakukan maka Demikianlah Dikatakan. Melakukan Apa yang Dikatakan dan Mengatakan Apa yang Benar-Benar Dilakukan—Tiada yang Lebih Indah dari Komitmen Tanpa Cela antara Perbuatan dan Ucapan

Question: Bagaimana cara menilai suatu ideologi berbau keagamaan, apakah agama tersebut memang benar lurus, suci, dan mulia, ataukah seperti tingkah kelakuan para penipu, di mulut dan di wajah tampak baik dan mulia namun kotor dan busuk di hati ataupun didalamnya? Jangan-jangan iblis berwajah dan berbulu malaikat, sangat mengecoh dan menjebak, sungguh berbahaya.

Cara Membedakan antara AGAMA SUCI dan AGAMA DOSA

AGAMA DOSA, Agama yang Mempromosikan Penghapusan Dosa bagi para Pendosa alih-alih Mengkampanyekan Hidup Bersih Bebas dari Perbuatan Dosa

Hanya PENDOSA yang Butuh Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa

Question: Bagaimanakah ciri-ciri atau kiat untuk secara mudahnya bagi kita untuk mampu membedakan mana yang merupakan “agama dosa” dan mana yang merupakan “agama suci”? Sebagaimana kita ketahui, semua marketing pasti akan mengemas produk mereka sebagai “kecap Nomor 1”, sekalipun produk mereka sebenarnya berbahaya bagi kesehatan konsumennya, menutup-nutupi bahaya penggunaan produk yang mereka jajakan kepada masyarakat, menjual iming-iming dan harapan atau khasiat semu semata demi self-interest, tidak terkecuali marketing berbagai “agama dosa” yang diberi kemasan label merek “agama suci” dalam rangka menjaring umat sebanyak-banyaknya sehingga pada akhirnya benar-benar menjadi mayoritas seperti dewasa ini.

MENGIKUTI ARUS atau MELAWAN ARUS, Pilih yang Mana?

Jangan Bersikap Seolah-Olah Tidak dapat Melangsungkan Hidup Tanpa Bersikap Jujur dan Beretika dalam Berusaha / Berbisnis

Kita akan Hidup Sejahtera, bila Moralitas Kita Terjaga, itulah Ketenteram Hidup, Kebahagiaan dalam Moralitas.

Pernah ada seorang pelaku usaha bernama Eddy Santoso Tjahja yang secara tidak etis menyatakan, bahwa bila pelaku usaha berhasil “mengakali” dan “mengadali” pemerintah, semisal Kantor Pajak, maka kelicikan maupun kelihaian pelaku usaha tersebut patut diganjar “reward” alias diberi apresiasi berupa lepas dari jeratan beban pajak, seolah hidup ini ialah persoalan “adu kelihaian” dan “adu kelicikan”. Namun yang menggelikan ialah, pelaku usaha bernama Eddy Santoso Tjahja ini tidak lama sebelumnya telah menjadi korban modus “transfer pricing” (profit shifting) oleh korporasi “penanam modal asing” bernama JobsDB yang bermarkas-pusat di Hongkong, sehingga tidak pernah mendapatkan hak deviden selaku pemegang saham minoritas sebelum kemudian Eddy Santoso Tjahja dipecat secara tidak hormat oleh PT. JobsDB Indonesia dari jabatan Direksi karena kedapatan melakukan praktik eksploitasi tenaga kerja manusia yakni para pegawai JobsDB, yang menyerupai perbudakan demi kepentingan usaha pribadi Eddy Santoso Tjahja yang memiliki benturan kepentingan sehingga menyalahgunakan kedudukannya selaku direktur pada JobsDB Indonesia.

Agama yang Umatnya Paling BAHAGIA di Dunia

Beribadah Semestinya Melihat ke Dalam Diri, Bukan Justru Lebih Sibuk Menghakimi Kaum Lainnya

Pendosa adalah Busuk, Kotor, Tercela, dan Ternoda, namun Memandang Dirinya sebagai Umat dari “Agama SUCI”? Jika yang Sekotor itu Disebut sebagai Umat dari ”Agama SUCI”, Lantas yang Disebut sebagai “Agama DOSA” seperti apakah?

Yang Kotor dan Tercela Penuh Noda Dosa hendak Bersatu dengan Tuhan? Bagai Minyak hendak Bersatu dengan Air, Api hendak Bersatu dengan Es, Niscaya ataukah Mustahil?

Question: Umat dari agama apakah, yang paling berbagia di Muka Bumi ini?

Menikmati Buah Manis Kompetisi / Persaingan Usaha yang Sehat antar Perlaku Usaha

Regulator Idealnya Mengatur secara Inovatif serta Pelayanan Berbasis Pengalaman Pengguna (Users Experience), agar Pelayanan Publik dapat Terselenggara secara Optimal

Seri Artikel Sosiologi bersama Hery Shietra

Question: Memangnya mengapa dan untuk tujuan apakah, pemerintah dalam hal ini lewat otoritas semacam KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) maupun seperti Kementerian Perdagangan harus atur dan intervensi pasar, harga komoditas, distribusi niaga, dan sebagainya?

Berbuat Keliru adalah Manusiawi, namun Berbuat Dosa lalu Mengharap Penghapusan Dosa Barulah Tercela dan Biadab

Agama SUCI Vs. Agama KSATRIA, Vs. Agama DOSA

Seri Artikel Sosiologi bersama Hery Shietra

Question: Bukankah berbuat keliru, adalah manusiawi sifatnya dan semua orang bisa serta telah pernah berbuat keliru?

Mengapa PT. POS Indonesia Tidak Pernah Maju dan Tidak Diminati Masyarakat?

Penyebab PT. POS Indonesia menjadi Duri dalam Daging bagi Rakyat Indonesia

Seri Artikel Sosiologi bersama Hery Shietra

Question: Sejak era maraknya jual-beli “online” (daring) via marketplace, dimana pembeli cukup berada di rumah dan paket berisi barang belanjaan dikirim oleh kurir sampai ke rumah pembeli, menjadi titik dimulainya fenomena tumbuh subur berbagai pilihan perusahaan ekspedisi yang bertumbuhan, sehingga kini tersedia beragam pilihan kurir ataupun jasa ekspedisi, bahkan dengan ongkos kirim yang kian terjangkau (karena kompetitif) dan semakin memanjakan masyarakat selaku pembeli. Ada pilihan bebas bagi konsumen untuk memilih kurir sesuai minat, sehingga masyarakat kita dewasa ini kian gemar membeli barang secara “online”.

Pertanyaannya, dimana rasanya tidak masuk akal, mengapa PT. POS Indonesia tidak menjadi pilihan warga sebagai perusahaan kurir dalam mengirim paket ataupun dokumen surat serta turut menikmati “kue” peningkatan serta pertumbuhan pemakaian jasa kurir dan pengiriman barang  di Indonesia yang konon tertinggi konsumen pemakai jasa pembelian “online”? Apa yang sebetulnya melatar-belakangi fenomena “lain sendiri” ini, sehingga PT. POS Indonesia selalu tertinggal di belakang sebagai “pemain” dalam industri ekspedisi, bahkan lebih banyak menjadi “penonton”, sementara itu perusahaan ekspedisi swasta serupa kian menjamur kantor cabangnya ataupun merek-nya?

Anak selalu dalam Posisi Terjepit, Serba Salah ketika Menghadapi Orangtua yang Egoistik dan Narsistik

Lebih Dilematis menjadi seorang Anak daripada Orangtua

Question: Mengapa anak yang selalu diposisikan sebagai pihak yang salah, tersudutkan, dan terpojokkan, sekalipun selama ini orangtua memperlakukan anak secara tidak layak dan tidak patut? Mengapa ada aturan (norma sosial) “tidak tertulis” yang berbunyi : Aturan pertama, orangtua selalu benar. Aturan kedua, jika orangtua keliru, lihat Aturan Pertama.

Praktik Pengkurbanan dan yang Dikurbankan dalam Buddhisme, MELEPAS alih-alih MERAMPAS Hak Hidup Makhluk Hidup Lainnya

Seri Artikel Sosiologi bersama Hery Shietra

Tidak Melakukan Dosa ataupun Kejahatan Apapun, adalah Pengorbanan Tertinggi, Tidak Semua Orang Sanggup Berkorban Diri dengan Tidak Melakukan Dosa ataupun Kejahatan Apapun

Question: Kalau dalam agama Islam ada Idul Adha, hari raya para Muslim yang menyembelih hewan kurban. Bagaimana dengan di Agama Buddha, apakah ada hari raya semacam itu bagi para umatnya?

Agama Versi Fantasi, Umatnya justru Mereproduksi Hoax untuk Menutupi Borok Agama yang Ia Peluk dan Yakini

SENI SOSIAL

Seri Artikel Sosiologi

Nabi Pedofil, Buruk Wajah Jangan Cermin Dibelah

Keyakinan yang Berdiri Diatas Fondasi Rapuh Bernama Hoax dan Fantasi yang Menyimpang dari Fakta, Memungkiri Kitab Agamanya Sendiri dan Berbangga Diri dalam Fiksi Rekaan

Question: Apakah akan disebut sebagai menista Agama Islam, jika mengatakan bahwa nabi yang disembah umat Muslim adalah seorang nabi yang pedofil?

Ketika Dizolimi Membalas dengan PEMBUNUHAN, Alasan Pembenar (Justifikasi Kejahatan) yang Tidak Proporsional, Hewanis alih-alih Humanis

SENI SOSIAL

Seri Artikel Sosiologi : Menzolimi Teriak Dizolimi

BELA DIRI dan MELAKUKAN PERLAWANAN ketika Diancam akan Dibunuh, merupakan Hak Asasi Manusia

Salahkan yang Terlebih Dahulu Mengancam dan Menyerang, Bukan yang Sekadar Bela Diri dan Melawan

Question: Disebutkan bahwa umat Muslim dan nabi mereka hanya sekadar membalas penzoliman yang mereka terima dari kaum nonMuslim. Jika memang betul Muslim telah dizolimi pada saat itu, maka mengapa membalas dengan pembunuhan? Apa iya, para nonMuslim begitu menzolimi kaum Muslim tanpa sebab yang mendahului atau melatar-belakanginya? JIka merujuk sejarah agama-agama di daratan Arab ribuan tahun lampau sebelum Islam lahir, sudah banyak agama-agama di sana sebelum Islam lahir, dan satu sama lain rukun hidup berdampingan antar umat beragama yang majemuk. Pastilah ada sebabnya sehingga para nonMuslim kemudian melakukan perlawanan terhadap kaum Muslim, sehingga siapa yang paling patut dipersalahkan jika sudah seperti itu?

Ketika Tuhan Bermain TEKA-TEKI dengan Umat Manusia, Bukan Salah Manusia bila Manusia menjadi Tersesat akibat Salah Baca dan Salah Tafsir

SENI SOSIAL

Seri Artikel Sosiologi

Question: Semua aksi radikalisme dan ekstremis, terjadi akibat pelaku radikal tersebut yang salah menafsirkan isi kitab agama. Jadi, bukankah mereka sendiri juga merupakan “korban”?

Pernah Dipecat secara Tidak Hormat, lantas Mengharap Mencari Pegawai yang Bermutu? Kasus Dipecatnya EDDY SANTOSO TJAHJA secara Tidak Hormat karena Eksploitasi / Perbudakan Tenaga Manusia

SENI SOSIAL

Pendosa Tidak Berhak Menceramahi Pendosa Lainnya Perihal Hidup Suci dan Baik

Question: Bukankah lucu jadinya, tidak sukses dalam karir lantas hendak menasehati dan mengajari orang lain tentang cara berbisnis? Ada juga orang yang selalu kalah besar di pasar modal, lalu hendak menulis buku tentang kiat bermain di pasar saham. Apa tidak salah?

Akar Musabab Mentalitas Tidak Bertanggung-Jawab, “BUAT DOSA, SIAPA TAKUT? Ada Penghapusan / Pengampunan Dosa”

SENI SOSIAL

Hanya seorang PENDOSA, yang Membutuhkan Iming-Iming Penghapusan / Pengampunan DOSA, bahkan menjadi Menu Sehari-Hari, Produktif Mencetak dan Menimbun DOSA. Semakin BERDOSA, Semakin Mencandu Penghapusan / Pengampunan DOSA

Tanggung Jawab Vs. Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa, Anda yang Manakah?

Question: Mengapa orang-orang bisa begitu tidak bertanggung-jawab atas perbuatan dan perilakunya sendiri (yang telah melukai, menyakiti, maupun merugikan orang lain)? Bukan hanya itu, tidak jarang mereka bahkan lebih sibuk berkelit dan mencari alibi, bahkan “maling teriak maling”, lebih galak ketika ditegur dan dimintakan pertanggung-jawaban oleh korban-korbannya, tidak punya rasa bersalah bahkan tidak tahu malu kepada korban yang telah mereka korbankan, ketimbang secara jantan mengakui perbuatannya, kesalahannya, dan bertanggung-jawab lewat kesadaran pribadi tanpa perlu ditagih, meski mereka mengaku sebagai ber-agama (“agamais”) dan ber-Tuhan?

Bayar Dahulu ataukah Minta Dilayani Dahulu? Johnsen Tannato dan Fenny Imelda, PENIPU Dibalik Modus ATOMY INDONESIA

LEGAL OPINION

Norma Otonom menjadi Hak Prerogatif Tuan Rumah, Tamu yang Bertamu Wajib Patuh secara Hukum maupun secara Etika Sosial

Modus Penipuan dan Eksploitatif “Johnsen Tannato”, Tamu yang Memperkosa Tuan Rumah, bahkan Memaksakan Aturan Main sang Tamu kepada Tuan Rumah

Question: JIka kita menjual jasa dan mensyaratkan pihak-pihak yang meminta pelayanan jasa kami untuk membayar tarif jasa profesi terlebih dahulu, lalu ada calon pengguna jasa yang memaksakan kehendaknya secara sepihak untuk meminta dilayani terlebih dahulu, maka secara hukum aturan milik siapa yang berlaku dan sahih? Belajar dari banyak pengalaman pahit, dimana banyak pengguna jasa yang kabur begitu saja secara tidak bertanggung-jawab setelah menikmati pelayanan jasa yang kami berikan, apa salah jika kami selaku penyedia jasa menetapkan kebijakan “bayar dahulu sebelum calon pengguna jasa berhak meminta dilayani”?

SANG BUDDHA, Pengetahu Segenap Alam

SENI SOSIAL

SANG BUDDHA, Guru Agung bagi para Dewa dan para Manusia

Question: Mengapa sang Buddha disebut sebagai si pengetahu segenap alam?

Menyembelih dan Mengorbankan Anak, Bukanlah Cinta, namun EGO

SENI SOSIAL

Seri Artikel Sosiologi

Akal Sehat Milik Orang Sehat Vs. Akal Sakit Milik Orang Sakit

Jika Anak Sendiri Saja Mau dan Tega Disembelih Demi EGO PRIBADI, apalagi terhadap Orang Lain yang Dikorbankan Demi EGO PRIBADI (Termakan Iming-Iming Masuk Surga dan Bidadari)

Question: Bukankah yang semestinya takut ialah orang-orang yang buat jahat seperti menyakiti kita, melukai kita, ataupun merugikan kita? Namun mengapa yang lebih sering terjadi ialah kita sebagai korban atau calon korban, yang lebih takut disakiti orang-orang jahat itu?

Kaitan antara Kualitas Genetik, Seleksi Alam, dan Survival of the Fittest

SENI SOSIAL

Seri Artikel Sosiologi bersama Hery Shietra

Question: JIka memang penentu bisa lolos atau tidaknya kita sebagai manusia dari “seleksi alam”, ialah faktor genetik manusia masing-masing individu, maka bukankah itu artinya menihilkan peran penting dan arti dibalik sebuah upaya maupun perjuangan? Genetik, seolah-olah kita diasingkan dari hakekat manusia yang berakal-budi, serba mekanistik. Bukankah itu artinya seseorang yang memang punya warisan genetik yang baik dan berkualitas dari ayah-ibu maupun silsilah nenek-moyangnya, sudah “menang” (dan akan lolos dari “seleksi alam”) bahkan sejak masih dalam kandungan dalam rahim ibunya?

ETIKA KOMUNIKASI saat Lawan Bicara notabene Berbeda Agama dengan Kita

SENI SOSIAL

Seri Artikel Sosiologi

Umat Agama yang Rendah EQ-nya, Dicirikan lewat Tiadanya Etika Komunikasi dengan Membawa-Bawa serta Melontarkan Istilah Agama Tertentu kepada Lawan Bicara

Question: Sudah jelas-jelas saya bukan beragama Islam, dan ia tahu itu, mengapa juga ya orang Islam selalu secara sengaja suka bawa-bawa istilah agamanya saat berbicara dengan saya yang jadi lawan bicara ia? Orang-orang Nasrani juga seperti itu, memakai atribut-atribut keagamaan. Mereka suka memakai atribut keagamaan mereka sendiri, seperti kalung berliontin, busana berupa kerudung, dan sebagainya, itu masih bisa kita toleransi sebagai bagian dari ekspresi dan kebebasan berbusana dan beratribut. Namun, yang tidak bisa diberi ruang toleransi ialah ketika mereka berbicara dengan lawan bicara, mengapa mereka tidak punya apa yang disebut sebagai etika komunikasi terhadap orang lain yang berbeda agama? Terlagipula ini adalah Negara Indonesia, bukan Arab, dan kita pun suah punya SUMPAH PEMUDA, mengapa justru kemudian dilanggar oleh bangsa kita sendiri?

Bulan Penuh Berkah bagi para PENDOSA, Disaat Bersamaan merupakan Bulan Penuh Kabar Buruk bagi KORBAN

SENI PIKIR & TULIS

Menista (Perilaku) UMAT, Tidak dapat Dipidana. Menista UMAT Vs. Menista AGAMA, Dua Hal yang Berbeda Domain

Yang Paling Hebat adalah Orang-Orang yang Berpuasa BUAT DOSA, bukan Mereka yang Berpuasa dari Anti Minta Ampuni Dosa-Dosa (alias Umbar Pengampunan Dosa, Nafsu Itu Sendiri)

Bila tujuan dibalik puasa bukan untuk latihan pengendalian diri maupun dari praktik “korup” semacam pengampunan dosa, maka itu adalah praktik umbar pengampunan dosa dimana menjadi pesta-pora akbar bagi para pendosa, sekaligus disaat bersamaan menjadi mimpi buruk bagi para korban dari para pendosa tersebut. Mengapa juga agama samawi menggambarkan versi Tuhan yang lebih PRO terhadap pendosa alih-alih berpihak kepada korban-korban dari para pendosa tersebut? Berpuasa yang sejati, ialah untuk melatih dan meningkatkan kesucian diri, bukan justru meminta pengampunan dosa (otak picik, licik, dan korup yang mengemuka).

Tes SQ (Spiritual Queotient, Kecerdasan Spiritual) Anda Disini, Keyakinan yang Berstandar-Ganda

Pertanyaan bagi para Muslim, Mohon Klarifikasi dan Dijawab

Diluar Agama Islam, Semuanya Serba Salah, Sesat, dan Jahat

Apapun yang Mengatasnamakan Islam, Semuanya Serba Benar, Lurus, dan Suci

Sering penulis menuturkan, tingkat SQ seseorang berkorelasi erat dengan tinggi atau rendahnya IQ masing-masing individu. Dalam “test case” berikut di bawah ini, kita akan bersama-sama menguji level atau tingkat SQ Anda, sebagai sebuah “self test”, sekaligus bahan renungan betapa suatu kaum tertentu kerap mengatas-namakan agama untuk menjustifikasi apapun, tidak terkecuali sebagai pembenaran diri untuk perbuatan yang keliru dan tidak dapat dibenarkan secara etika maupun secara moril.

Zolim namun Teriak Dizolimi, sebagai Alasan Pembenar untuk Bersikap Radikal Membunuh, sebuah Modus

SENI JIWA

Pertanyaan bagi para Muslim, Mohon Klarifikasi dan Dijawab

Sekalipun memang benar telah dizolimi, namun apakah artinya sampai harus membalas dengan sebuah pertumpahan darah, korban jiwa, bahkan hingga pembunuhan? Senggol dikit, bunuh. Singgung dikit, bunuh. Sikut dikit, bunuh. Sungguh pendek “sumbu”-nya, dimana segala sesuatu diselesaikan dengan kekerasan fisik, bahkan pembunuhan untuk membungkam segala sesuatu yang bersifat majemuk atau berbeda. Segala sesuatu, mengatas-namakan agama sebagai alibi untuk perbuatan-perbuatan tercela seperti “parkir liar” (itu sedang dalam rangka beribadah, bagaimana ketika mereka tidak sedang beribadah dan tidak sedang memakai busana agamais?), mengait-kaitkan dengan agama, menjadikan ayat-ayat keagamaan sebagai justifikasi untuk melakukan perbuatan tercela, bahkan mengeluhkan praktik ibadah kaum agama tertentu yang menimbulkan “polusi suara” dipandang sebagai “menista toa speaker pengeras suara = menista agama”.