Alam Semesta dalam Perspektif Buddhisme, Seluas apakah Jagat Raya Semesta ini?

Teori BIG BANG Bukan Kali Pertamanya Dicetuskan oleh Stephen Hawking, namun oleh Sang Buddha

Betapa Kerdil dan Narsistiknya Agama-Agama Samawi, dan Betapa Luasnya Agama Buddha. Berkeyakinanlah pada yang BESAR, Bukan pada yang KERDIL

Question: Apakah di Agama Buddha, ada dibahas tentang alam semesta? Kalaupun ada disebutkan, seluas apakah jagat raya semesta ini menurut Buddha?

Brief Answer: Dalam Brahmajala Sutta (Digha Nikaya, Sutta Pitaka), Sang Buddha menerangkan bahwa alam semesta tidaklah statis, namun senantiasa bergerak mengembang dan mengempis—termasuk makhluk Brahma di Alam Brahma, alam yang lebih tinggi dari alam dewa, berspekulasi serta berdelusi bahwa dirinya adalah “Tuhan”. Banyak sutta dimana Sang Buddha menguraikan perihal alam semesta, salah satunya dapat kita jumpai dalam Aguttara Nikāya yang akan kita bahas dibawah ini. Itulah sebabnya, salah satu julukan pencapaian Sang Buddha ialah, “pengetahu segenap alam”, karena memang sains telah menemukan beragam bukti bahwa konstelasi tata surya yang menyerupai tata surya kita kemungkian besar terdapat di berbagai galaksi tetangga kita.

Sehingga, sudah lebih dari dua ribu lima ratus tahun lampau perihal galaksi dan gugus galaksi tercatat dalam sutta, sementara itu agama-agama samawi, baik Kristen maupun Islam yang mengklaim dirinya sebagai wahyu Tuhan justru menggambarkan bahwa Planet Bumi ibarat piring dimana berbentuk datar alih-alih bundar—dimana bahkan Copernicus dan Galileo dikriminalisasi atas temuannya bahwa Bumi itu bundar dan bahwa Bumi-lah yang berotasi mengelilingi Matahari. Mengingat begitu banyaknya Bumi-Bumi lain di galaksi yang tercluster menjadi begitu banyak kluster galaksi lain, maka adalah mustahil Tuhan direpotkan urusan manusia dan kesibukan duniawi lainnya bahkan hingga urusan dedaunan akan jatuh ke arah mana dan berapa telur yang akan ditelurkan oleh unggas-unggas setiap harinya, dimana untuk itulah hukum alam dan hukum karma dibentuk sebagai motor roda penggeraknya, dan inilah yang disebut sebagai “agnotisme”.

PEMBAHASAN:

Salah satu pembabaran perihal alam semesta, sebagaimana diungkap oleh khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID 1”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara, dengan kutipan sebagai berikut:

80 (10) Abhibhū

Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā … [227] … dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar ini; di hadapan Beliau aku mempelajari ini: ‘Abhibhū, seorang siswa Sang Bhagavā Sikhī, sewaktu sedang menetap di alam brahmā, menyampaikan suaranya ke seluruh seribu sistem dunia.’ Berapa jauhkah, Bhante, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dapat menyampaikan suaraNya?”

[Kitab Komentar : “Menyampaikan suaranya” diterjemahkan dari sarena viññāpesi, secara lebih literal “berkomunikasi dengan suaranya.”]

“Ia adalah seorang siswa, Ānanda. Para Tathāgata adalah tidak terukur.”

Untuk ke dua kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar ini … Berapa jauhkah, Bhante, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dapat menyampaikan suaraNya?”

“Ia adalah seorang siswa, Ānanda. Para Tathāgata adalah tidak terukur.”

Untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar ini … Berapa jauhkah, Bhante, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dapat menyampaikan suaraNya?”

“Pernahkah engkau mendengar, Ānanda, tentang seribu sistem dunia kecil?”

“Sekarang adalah waktunya, Sang Bhagavā. Sekarang adalah waktunya, Yang Sempurna. Sudilah Sang Bhagavā menjelaskan. Setelah mendengarnya dari Sang Bhagavā, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Baiklah, Ānanda, dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” Yang Mulia Ānanda menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

(1) “Seribu kali dunia di mana matahari dan rembulan berputar dan menerangi segala penjuru dengan cahayanya disebut seribu sistem dunia kecil. Dalam seribu sistem dunia kecil tersebut terdapat seribu rembulan, seribu matahari, seribu raja pegunungan Sineru, seribu Jambudīpa, seribu Aparagoyāna, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavideha, dan seribu empat samudra raya; seribu empat raja dewa, seribu [surga] para deva yang dipimpin oleh empat raja dewa, seribu [surga] Tāvatisa, seribu [228] [surga] Yāma, seribu [surga] Tusita, seribu [surga] para deva yang bersenang-senang dalam penciptaan, seribu [surga] para deva yang mengendalikan ciptaan para deva lain, seribu alam brahmā.

[Kitab Komentar : ] 513 Ini adalah empat benua, berturut-turut terletak di selatan, barat, utara, dan timur.]

[NOTE : Dari berbagai sutta, Sang Buddha memaparkan bahwa makhluk Brahma di Alam Brahma, memiliki kecenderungan berdelusi bahwa ia adalah “Tuhan”. Karenanya, besar kemungkinan di masing-masing sistem dunia kecil tersebut terdapat juga ribuan “Tuhan-Tuhan” alias Brahma yang berdelusi bahwa dirinya adalah “Pencipta” akibat umurnya yang panjang sementara itu planet semacam bumi telah hancur, lebur, dan terbentuk kembali namun sang Brahma masih hidup akibat umurnya yang panjang.]

(2) “Sebuah dunia yang terdiri dari seribu kali seribu sistem dunia kecil disebut sistem dunia menengah seribu-pangkat-dua.

[Kitab Komentar : Karena itulah, betapa dangkalnya agama-agama samawi yang menjadikan Bumi dan manusianya ini sebagai pusat perhatian Tuhan, alias “narsisme”. Planet Bumi tempat kita bernaung ini, hanyalah debu kecil dibandingkan megahnya alam semesta.]

(3) “Sebuah dunia yang terdiri dari seribu kali sistem dunia menengah seribu-pangkat-dua disebut sistem dunia besar seribu pangkat-tiga. Ānanda, Sang Tathāgata dapat menyampaikan suaranya sejauh yang Beliau inginkan dalam sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga.”

[Kitab Komentar : Itu barulah sistem dunia menengah. Dvisahassī majjhimā lokadhātu. Adalah perlu untuk menggunakan ungkapan demikian daripada “sistem dunia menengah dua ribu.” Karena sistem dunia menengah bukan dua kali ukuran seribu sistem dunia kecil, melainkan seribu kali ukuran itu, yaitu, seribu sistem dunia kuadrat. Demikian pula, persis di bawah, sebuah tisahassī mahāsahassī lokadhātu bukanlah tiga kali ukuran sistem dunia kecil, melainkan seribu kali ukuran sistem dunia menengah seribu-pangkat dua, dengan kata lain seribu sistem dunia kubik.]

“Tetapi dengan cara bagaimanakah, Bhante, Sang Tathāgata dapat menyampaikan suaranya sejauh yang Beliau inginkan dalam sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga?”

“Di sini, Ānanda, Sang Tathāgata dengan sinarnya meliputi satu sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga. Ketika makhluk-makhluk itu merasakan cahaya itu, kemudian Sang Tathāgata memproyeksikan suaranya dan membuat mereka mendengar suara itu. Dengan cara demikianlah, Ānanda, Sang Tathāgata menyampaikan suaranya sejauh yang Beliau inginkan dalam sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga.”

[Kitab Komentar : Mungkinkah paragraf ini menandai langkah besar menuju pendewaan Sang Buddha? Dalam nuansanya tampaknya lebih untuk mencocokkan dengan bagian pembukaan dari sūtra-sūtra Mahāyāna seperti Saddharmapuṇḍarīka dan Pañcavīsati-prajñāpāramitā daripada Nikāya-nikāya Pāli.]

Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Ini adalah keberuntunganku! Aku sangat beruntung karena Guruku begitu kuat dan perkasa.”

Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Udāyī berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Apa urusannya denganmu, teman Ānanda, bahwa Gurumu begitu kuat dan perkasa?”

[Kitab Komentar : Ini adalah seorang Bhikkhu pengacau dalam Sagha). Dikatakan bahwa di masa lalu ia kesal terhadap Bhikkhu [Ānanda karena ditunjuk menjadi] pelayan Sang Buddha. Oleh karena itu sekarang ia memperoleh kesempatan, di akhir auman singa Sang Buddha, ia mencoba untuk menusuk keyakinan Bhikkhu Ānanda, seolah-olah memadamkan lilin yang menyala, memukul moncong sapi yang berkeliaran, atau membalikkan mangkuk yang penuh berisi makanan.]

Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Udāyī: “Jangan berkata begitu, Udāyī! Jangan berkata begitu, Udāyī! Udāyī, jika Ānanda meninggal dunia tanpa terbebaskan dari nafsu, maka berkat keyakinannya ia akan menguasai kerajaan surgawi tujuh kali dan kerajaan besar di Jambudīpa ini tujuh kali. Akan tetapi, dalam kehidupan ini juga Ānanda akan mencapai nibbāna akhir.”

[Kitab Komentar : Sang Buddha mengatakan ini, seolah-olah seorang yang baik hati yang berulang-ulang memberitahu orang lain yang berjalan terhuyung-huyung di tepi jurang, ‘Jalan lewat sini.]

Menjadi tidak mengherankan, bila dalam judul sutta yang sama, sūtra Mahāyāna ada menyebutkan sebagai berikut : “Ānanda, mengapa engkau mengatakan ini? Ia adalah seorang siswa yang kokoh dalam sebagian pengetahuan. Tetapi para Tathāgata, setelah memenuhi sepuluh kesempurnaan dan mencapai Kemahatahuan, adalah tidak terukur. Wilayah, jangkauan, dan kekuatan seorang siswa adalah satu hal, jangkauan para Buddha adalah sangat berbeda. Ini seperti membandingkan sedikit tanah di ujung kukumu dengan tanah di seluruh bumi ini.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.