Orang Baik, adalah “Oknum” dalam Islam. Pendosa Pecandu PENGHAPUSAN DOSA, adalah Muslim Sejati
Question: Mengapa dalam islam, yang rajin solat disebut soleh dan soleha, meskipun perbuatannya sehari-hari bisa begitu jahat dan tidak bertanggung jawab?
Brief Answer: Dalam kamus agama islam, kesemuanya
terjungkir-balik, yang buruk disebut baik, dan yang baik disebut sebagai buruk.
Terhadap dosa dan maksiat, begitu kompromistik. Namun, terhadap kaum yang
berbeda keyakinan, para muslim begitu intoleran. Babi, disebut “haram”.
ironisnya, ideologi KORUP bagi KORUPTOR DOSA semacam “PENGAMPUNAN / PENGHAPUSAN
DOSA”—hanya seorang PENDOSA yang butuh iming-iming KORUP demikian—disebut sebagai
“halal”, serta dikumandangkan lewat speaker pengeras suara setiap harinya ke
publik luas, tanpa rasa malu ataupun tabu.
Sekujur tubuh ditutup busana, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Mereka menyebutnya sebagai “aurat”. Sekalipun, “AURAT TERBESAR” ialah berbuat
jahat seperti menyakiti, merugikan, ataupun melukai pihak-pihak lainnya.
Gaibnya, tanpa rasa takut ataupun malu, para muslim mempromosikan “PENGAMPUNAN
/ PENGHAPUSAN DOSA” alih-alih mengkampanyekan gaya hidup higienis dari dosa dan
maksiat, bahkan dipertontonkan secara vulgar lewat speaker pengeras suara
eksternal setiap masjid, setiap harinya. Sekalipun, seorang anak kecil
sekalipun mengetahui dan memahami, bahwa antara “BERBUAT DOSA-DOSA UNTUK
DIHAPUSKAN” dan “PENGAMPUNAN / PENGHAPUSAN DOSA” sejatinya merupakan saling
bundling satu sama lainnya, alias saling berkomplomenter ibarat sikat gigi dan
odol untuk menyikat gigi.
PEMBAHASAN:
Anda akan mulai mengetahui perbedaan kontras
antara “Agama SUCI yang bersumber dari Kitab SUCI” dan “Agama DOSA yang
bersumber dari Kitab DOSA”, lewat khotbah
Sang Buddha dalam “Aṅguttara
Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The
Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi
oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun
2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan sebagai berikut:
11 (1) Verañjā
Demikianlah yang kudengar. Pada
suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Verañjā di bawah pohon mimba Naḷeru. Kemudian Brahmana Verañjā [173] mendatangi
Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ia telah mengakhiri
ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:
“Aku telah mendengar, Guru
Gotama: ‘Petapa Gotama tidak menghormat para brahmana yang sepuh, tua,
terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap akhir; Beliau
juga tidak bangkit untuk mereka atau menawarkan tempat duduk kepada mereka.’
Hal ini memang benar, karena Guru Gotama tidak menghormat para brahmana yang
sepuh, tua, terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap
akhir; Beliau juga tidak bangkit untuk mereka atau menawarkan tempat duduk kepada
mereka. Hal ini tidak selayaknya, Guru Gotama.”
“Brahmana, di dunia ini bersama
dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini dengan para petapa dan
brahmana, para deva dan manusia, Aku tidak melihat seorang yang padanya Aku
harus memberi hormat, atau yang padanya Aku harus berdiri, atau yang padanya
Aku harus menawarkan tempat duduk. Karena jika Sang Tathāgata memberi hormat
kepada siapa pun, atau berdiri untuknya, atau menawarkan tempat duduk
kepadanya, maka kepala orang itu akan pecah.”
“Guru Gotama tidak memiliki
rasa.”
[Kitab Komentar : Arasarūpo bhavaṃ Gotamo. Brahmana itu, karena kurangnya kebijaksanaan,
tidak mengenali Sang Buddha sebagai yang tertua di dunia. Sama sekali tidak
ingin menerima pernyataan Sang Buddha, ia berkata demikian, dengan merujuk pada
‘rasa kerukunan’ (sāmaggirasa), yang
di dunia ini berarti memberi hormat, berdiri dengan hormat, salam hormat, dan
perilaku sopan. Untuk melunakkan pikirannya, Sang Buddha menghindari secara
langsung membantahnya; sebaliknya Beliau mengatakan bahwa sebutan itu berlaku
untuk Beliau, tetapi dalam makna berbeda. Sang Buddha mengatakan tentang ‘rasa’
sebagai kepuasan dalam kenikmatan indria yang muncul pada kaum duniawi—bahkan
pada mereka yang dianggap terbaik dalam hal kasta atau kelahiran kembali—yang menyukai,
menyambut, dan bernafsu pada objek-objek seperti bentuk, dan sebagainya.]
“Ada, Brahmana, satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
tidak memiliki rasa.’ Sang Tathāgata telah meninggalkan rasaNya pada bentuk-bentuk,
suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan; Beliau
telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem,
melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara
ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama tidak
memiliki rasa.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.” [174]
(2) “Guru Gotama tidak ramah.”
[Kitab Komentar : Nibbhogo bhavaṃ Gotamo. Brahmana itu bermaksud mengatakan ini dalam
makna bahwa Sang Buddha tidak memiliki “kenikmatan kerukunan” (sāmaggiparibhogo, kebersamaan), yang
dengannya sekali lagi ia merujuk pada isyarat hormat seperti memberi hormat
kepada sesepuh, dan sebagainya. Tetapi Sang Buddha menjawab dengan merujuk pada
kenikmatan indriawi yang muncul pada makhluk-makhluk biasa.]
“Ada, Brahmana, satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
tidak ramah.’ Sang Tathāgata telah meninggalkan keramahan pada bentuk-bentuk,
suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan; Beliau
telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem,
melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara
ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama tidak
ramah.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”
(3) “Guru Gotama adalah seorang
penganut tidak-berbuat.”
[Kitab Komentar : Akiriyavādo bhavaṃ Gotamo. Doktrin tidak-berbuat, seperti yang diungkapkan
oleh para penganutnya, menyangkal adanya perbedaan antara baik dan buruk. Brahmana
itu mengatakan ini dengan maksud bahwa Sang Buddha tidak berbuat sesuai
kebiasaan, seperti memberi hormat kepada sesepuh, dan sebagainya. Tetapi Sang Buddha
menjawab dengan merujuk pada tidak-berbuat perbuatan buruk melalui jasmani,
ucapan, dan pikiran.]
“Ada, Brahmana, satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penganut tidak-berbuat.’ Karena Aku mengajarkan tidak-berbuat
buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan tidak-berbuat berbagai
jenis perbuatan buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini
seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah
seorang penganut tidak-berbuat.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan
dengan ini.”
(4) “Guru Gotama adalah seorang
penganut pemusnahan.”
[Kitab Komentar : Ucchedavādo bhavaṃ Gotamo. Para penganut pemusnahan menyatakan
“pemusnahan, kehancuran, dan pembinasaan” atas seorang yang benar-benar ada
pada saat kematian. Brahmana itu bermaksud untuk menuduh bahwa Sang Buddha
berusaha memusnahkan kebiasaan menghormati para sesepuh, dan sebagainya yang
telah lama ada, tetapi Sang Buddha menjawab dengan merujuk pada pemusnahan
segala kekotoran dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat melalui empat jalan
mulia.
“Ada, Brahmana, satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penganut pemusnahan.’ Karena Aku mengajarkan pemusnahan
nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan pemusnahan berbagai jenis kualitas
buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan
benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut
pemusnahan.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”
(5) “Guru Gotama adalah seorang
penolak.”
[Kitab Komentar : Jegucchī bhavaṃ Gotamo. Brahmana itu menyebut Sang Bhagavā seorang
‘penolak’ (jegucchī); ia berpikir
bahwa karena Sang Buddha menolak (jigucchati)
perilaku sopan seperti menghormati para sesepuh, maka Beliau tidak melakukan
perbuatan demikian. Tetapi Sang Bhagavā mengakui hal ini dalam makna metafora. Beliau
menolak perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran dan berbagai
kualitas buruk yang tidak bermanfaat, seperti halnya seseorang yang menyukai
perhiasan akan menolak dan jijik pada kotoran tinja.]
“Ada, Brahmana, satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penolak.’ Karena Aku menolak perbuatan buruk melalui jasmani,
ucapan, dan pikiran; Aku menolak berbagai jenis kualitas buruk [175] yang tidak
bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan
tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak.’ Tetapi engkau tidak
mengatakan sehubungan dengan ini.”
(6) “Guru Gotama adalah seorang
pembasmi.”
[Kitab Komentar : Venayiko bhavaṃ Gotamo. Venayika,
dari kata kerja vineti (mendisiplinkan,
melenyapkan), dapat berarti “seorang yang menjatuhkan disiplin, seorang yang
melatih orang lain.” Tetapi pada masa Sang Buddha kata venayika tampaknya juga bermakna “seorang yang menyesatkan,” yang
mengarahkan seseorang menuju kehancuran. Dalam pandangan si brahmana, sebagai vināseti, “menghancurkan.” Tetapi
Sang Buddha menegaskan hal ini dalam makna bahwa Beliau mengajarkan Dhamma
untuk pelenyapan nafsu dan kekotoran lainnya (rāgādīnaṃ vinayāya).]
“Ada, Brahmana, satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang pembasmi.’ Karena Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi
nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi berbagai
jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini
seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah
seorang pembasmi.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”
(7) “Guru Gotama adalah seorang
penyiksa.”
[Kitab Komentar : Tapassī bhavaṃ Gotamo. Seorang tapassī biasanya
adalah seorang petapa yang menekuni praktik menyiksa-diri. Kata ini diturunkan
dari kata kerja tapati, “membakar,
memanaskan.” Si brahmana, menggunakan kata ini dalam makna seorang yang
menyiksa para sesepuh dengan tidak menunjukkan penghormatan selayaknya kepada
mereka. Tetapi Sang Buddha menggunakan kata ini dalam makna bahwa Beliau
membakar habis kualitas-kualitas tidak bermanfaat.]
“Ada, Brahmana, satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penyiksa.’ Karena Aku mengajarkan bahwa kualitas-kualitas buruk
yang tidak bermanfaat – perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran –
harus dibakar habis. Aku mengatakan bahwa seseorang adalah penyiksa ketika ia
telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus
dibakar; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon
palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata
telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus
dibakar habis; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul
pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan.
Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku:
‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa.’ Tetapi engkau tidak mengatakan
sehubungan dengan ini.”
(8) “Guru Gotama sedang
pensiun.”
“Ada, Brahmana, satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
sedang pensiun’ Karena Aku mengatakan bahwa seseorang pensiun ketika ia
telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa
depan; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon
palem, melenyapkannya sehingga [176] tidak muncul lagi di masa depan. Sang
Tathāgata telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di
masa depan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon
palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah
dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa
Gotama adalah seorang yang sedang pensiun.’ Tetapi engkau tidak mengatakan
sehubungan dengan ini.”
“Misalkan, Brahmana, ada seekor
ayam betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang ia tutupi,
ia erami, dan ia pelihara dengan baik. Anak ayam pertama di antara anak-anak ayam
itu menusuk cangkangnya dengan ujung cakar atau paruhnya dan menetas dengan
selamat, apakah ia disebut yang tertua atau yang termuda?”
“Ia disebut yang tertua, Guru
Gotama. Demikianlah ia adalah yang tertua di antara anak-anak ayam itu.”
“Demikianlah pula, Brahmana, dalam
populasi yang terbenam dalam ketidak-tahuan, menjadi seperti sebutir telur,
sepenuhnya terbungkus, Aku telah menusuk cangkang ketidak-tahuan. Aku adalah
satu-satunya orang di dunia ini yang telah tercerahkan hingga pencerahan
sempurna yang tiada taranya. Maka Aku adalah yang tertua, yang terbaik di dunia
ini.
“KegigihanKu, Brahmana,
telah dibangkitkan tanpa mengendur; perhatianKu ditegakkan tanpa kekacauan;
tubuhKu tenang tanpa gangguan; pikiranKu terkonsentrasi dan terpusat. Dengan
terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak
bermanfaat, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, dengan sukacita dan
kenikmatan yang muncul dari keterasingan, yang disertai oleh pemikiran dan
pemeriksaan. Dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, Aku masuk dan berdiam
dalam jhāna ke dua, yang memiliki ketenangan internal dan keterpusatan pikiran,
dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi, tanpa pemikiran
dan pemeriksaan. [177] Dengan memudarnya sukacita, Aku berdiam seimbang dan, dengan
penuh perhatian dan memahami dengan jernih, Aku mengalami kenikmatan pada jasmani;
Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dinyatakan oleh para mulia: ‘Ia
seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.’ Dengan
meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan
dan kesedihan, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan
menyakitkan juga bukan menyenangkan, dengan pemurnian perhatian melalui
keseimbangan.
“Ketika pikiranKu terkonsentrasi,
murni, bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, lunak, kokoh, dan
mencapai ketanpagangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan mengingat kehidupan
lampau. Aku mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua
kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran,
dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh
kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak
kappa penghancuran dunia, banyak kappa pengembangan dunia, banyak kappa
penghancuran dunia dan pengembangan dunia, sebagai berikut: ‘Di sana Aku
bernama ini, dari suku ini, dengan penampilan begini, makananKu seperti ini,
pengalaman kenikmatan dan kesakitanKu seperti ini, umur kehidupanKu selama ini;
meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana Aku
bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan begitu, makananKu seperti itu,
pengalaman kenikmatan dan kesakitanKu seperti itu, umur kehidupanKu selama itu;
meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di sini.’ Demikianlah Aku
mengingat banyak kehidupan lampauKu dengan aspek-aspek dan rinciannya.
“Ini, Brahmana, adalah
pengetahuan sejati pertama yang Kucapai pada jaga pertama malam itu.
Ketidak-tahuan tersingkirkan, pengetahuan sejati telah muncul; kegelapan tersingkirkan,
cahaya telah muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang tekun, rajin, dan
bersungguh-sungguh. Ini, Brahmana, adalah penerobosanKu yang pertama,
seperti anak ayam yang menerobos keluar dari cangkangnya. [178]
“Ketika pikiranKu
terkonsentrasi, murni, bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, lunak,
kokoh, dan mencapai ketanpagangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan
kematian dan kelahiran kembali makhluk-makhluk, hina dan mulia, berpenampilan baik
dan berpenampilan buruk, kaya dan miskin, dan Aku memahami bagaimana
makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka sebagai berikut:
‘Makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan buruk melalui jasmani,
ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, menganut pandangan salah, dan
melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan salah, dengan hancurnya
jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam sengsara, di alam
tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini yang
terlibat dalam perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak
mencela para mulia, yang menganut pandangan benar, dan melakukan kamma yang
berdasarkan pada pandangan benar, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian,
telah terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga.’ Demikianlah
dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk
meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, berpenampilan baik dan berpenampilan
buruk, kaya dan miskin, dan Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara
sesuai kamma mereka. “Ini, Brahmana, adalah pengetahuan sejati ke dua yang
Kucapai pada jaga pertengahan malam itu. Ketidak-tahuan tersingkirkan, pengetahuan
sejati telah muncul; kegelapan tersingkirkan, cahaya telah muncul, seperti yang
terjadi pada seorang yang tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh. Ini, Brahmana,
adalah penerobosanKu yang ke dua, seperti anak ayam yang menerobos keluar dari cangkangnya.
“Ketika pikiranKu
terkonsentrasi, murni, bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, lunak,
kokoh, dan mencapai ketanpagangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan
hancurnya noda-noda. Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan’;
Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’; Aku
memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; Aku memahami
sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ Aku memahami
sebagaimana adanya: ‘Ini adalah noda-noda’; [179] Aku memahami sebagaimana
adanya: ‘Ini adalah asal-mula noda-noda’; Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini
adalah lenyapnya noda-noda’; Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan
menuju lenyapnya noda-noda.’
“Ketika Aku mengetahui dan
melihat demikian, pikiranKu terbebas dari noda indriawi, dari noda penjelmaan,
dan dari noda ketidak-tahuan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’
Aku secara langsung mengetahui ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan
spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan
kembali pada kondisi makhluk apa pun.’
“Ini, Brahmana, adalah
pengetahuan sejati ke tiga yang Kucapai pada jaga terakhir malam itu.
Ketidak-tahuan tersingkirkan, pengetahuan sejati telah muncul; kegelapan
tersingkirkan, cahaya telah muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang
tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh. Ini, Brahmana, adalah penerobosanKu yang
ke tiga, seperti anak ayam yang menerobos keluar dari cangkangnya.”
Ketika hal ini dikatakan,
Brahmana Verañjā berkata kepada Sang Bhagavā: “Guru Gotama adalah yang tertua!
Guru Gotama adalah yang terbaik! Bagus sekali, Guru Gotama! Bagus sekali, Guru
Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam berbagai cara, seolah-olah
Beliau menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi,
menunjukkan jalan kepada seseorang yang tersesat, atau memegang pelita di dalam
kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk.
Sekarang aku berlindung pada Guru Gotama, pada Dhamma, dan pada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Gotama
menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung mulai hari ini
hingga seumur hidup.”
Berikut inilah, mengapa
muslim yang baik, muslim yang bersedia bertanggung-jawab, muslim yang mampu “self-control”, muslim yang ahimsa,
muslim yang bermoral, merupakan “oknum” dalam perspektif “Agama DOSA yang
bersumber dari Kitab DOSA”, sekaligus mencerminkan apa yang dimaksud sebagai
“soleh dan soleha” dalam kamus islam, membuat orang-orang yang masih sehat
akalnya tidak akan “nyambung” berkomunikasi dengan kalangan muslim yang
memandang adalah “merugi” bila tidak menikmati serta mencandu dan kecanduan
“PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN DOSA”, orang-orang dengan “akal sakit milik orang
sakit”—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:
- No.
4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi
bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan
ampunan sebesar itu pula.”
- No.
4857 : “Barang siapa membaca
Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus
kali dalam sehari, maka dosanya akan
dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.”
- No.
4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a;
Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”
- No.
4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk
Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian
disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini
warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku,
kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku
rizki).”
- No.
4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya
saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha
Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu
memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
selamatkanlah aku,”
- Aku
mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja
yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya,
‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih
Bukhari 6933]
- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah
ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap
kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi.
Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai
setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun
kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan
sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan
sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No.
3540]
PENDOSA,
namun hendak berceramah perihal akhlak, moral, hidup suci, luhur, adil, jujur,
mulia, agung, lurus, bertanggung-jawab, berjiwa ksatria, dan bersih? Itu
menyerupai ORANG BUTA yang hendak membimbing para BUTAWAN lainnya, berbondong-bondong
secara deras menuju jurang-lembah nista, dimana neraka pun diyakini sebagai
surga. Alhasil, sang nabi rasul Allah dalam keseharian lebih sibuk mengoleksi
segunung dosa, memproduksi segudang dosa, berkubang dalam samudera dosa, serta
bermandikan dosa-dosa, memberi teladan (standar moral) mabuk serta kecanduan
“PENGHAPUSAN DOSA” (bagi PENDOSA, tentunya), alih-alih sibuk bertanggung-jawab
atas perbuatannya sendiri ataupun berlatih dalam disiplin diri yang ketat
bernama “self-control”—juga masih
dikutip dari Hadis Muslim:
- No.
4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah
tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah
menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa
sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan
yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang
do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia
menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku
lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari keburukkan
sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku
lakukan.’”
- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan
perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah
kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada
diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas
dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang
aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku,”
- Aisyah
bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya
bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu
maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi
seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR
Bukhari Muslim]