Ciri Orang Paling KONYOL Sedunia, Aneh namun Nyata dan Jamak di Tengah Masyarakat

Adakah Manusia yang Lebih KONYOL daripada Seseorang yang justru Sibuk dan Merepotkan diri Bersusah-Payah Memohon PENGHAPUSAN DOSA Alih-Alih Menggunakan Waktu yang Ada Sebaik-Baiknya untuk Bertanggung-Jawab dan Memperbaiki Diri?

Question: Seperti apakah ciri-ciri orang paling konyol di dunia ini, yang lebih menggelikan daripada keledai, mengingat seekor keledai pun tidak akan jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya?

Brief Answer: Ada dan bahkan tidak sedikit, orang-orang yang bahkan bersedia membayar mahal untuk merusak diri dan jiwanya sendiri. Ambil contoh mereka yang dengan senang hati mengeluarkan banyak uang untuk membeli produk-produk bakaran tembakau, mengonsumsi minuman beralkohol, obat-obatan terlarang, bahkan hingga ke hiburan malam serta aktivitas seksuil ilegal. Sang Buddha pernah berkata, apa yang di mata orang-orang yang masih tebal kekotoran batin yang menutup mata mereka dipandang sebagai kenikmatan, adalah dukkha di mata seorang Buddha.

Akan tetapi, ada yang lebih konyol daripada orang-orang yang bersedia mengeluarkan banyak uangnya untuk menyakiti dirinya sendiri, yakni kalangan PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA. Untuk setiap harinya mereka melakukan dosa-dosa yang sama sebelum kemudian kembali memohon doa-doa permohonan “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA” yang sama, alias tidak benar-benar bertobat, akan tetapi kecanduan serta mencandu ideologi KORUP semacam “abolition of sins” bagi KORUPTOR DOSA demikian. PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA, namun hendak dan bersikap seolah-olah sebagai “polisi moral” yang sibuk menghakimi orang lain ketimbang memperbaiki diri mereka sendiri?

PEMBAHASAN:

Hanya orang-orang konyol, yang tidak menyadari bahwa antara “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN” dan “PENGHAPUSAN DOSA” adalah saling bundling satu sama lainnya, ibarat sikat gigi dan odol. Hanya seorang PENDOSA serta KORUPTOR DOSA yang butuh iming-iming KORUP “to good to be true” semacam demikian. Tidak kalah konyolnya ketika mereka menyebut babi sebagai “haram”, akan tetapi disaat bersamaan mengklaim ideologi KORUP semacam “PENGHAPUSAN DOSA” sebagai “HALAL LIFESTYLE”. Terhadap dosa dan maksiat, mereka begitu kompromistik. Akan tetapi terhadap kaum yang berbeda keyakinan, mereka begitu intoleran.

Mereka adalah kaum pemalas yang begitu pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik dan disaat bersamaan merupakan kaum pengecut yang begitu pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri yang telah pernah atau masih sedang menyakiti, melukai, maupun merugikan pihak-pihak lainnya. Sekujur tubuh ditutup busana, menyebut tubuh sebagai “aurat”. Ironisnya, “AURAT TERBESAR” berupa mencandu “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN” bundling “PENGHAPUSAN DOSA”, justru diumbar dan dipromosikan lewat speaker pengeras suara alih-alih mengkampanyekan gaya hidup higienis dari dosa dan maksiat.

Melampaui kesemua itu, telah ternyata ada tipikal manusia yang lebih konyol, yakni orang-orang yang tidak punya kemauan untuk memperbaiki dirinya dengan (justru) lebih sibuk memohon dan mengharap “PENGHAPUSAN DOSA”, dapat kita simak khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan sebagai berikut:

14 (4) Anak Kuda Liar

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang delapan jenis anak kuda liar dan delapan cacat seekor kuda, dan Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang delapan jenis orang yang serupa dengan anak kuda liar dan delapan cacat seseorang. Dengarkan dan perhatikanlah, Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, delapan jenis anak kuda liar dan delapan cacat seekor kuda?

(1) “Di sini, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mundur [191] dan memutar kereta ke sekeliling di belakangnya. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat pertama seekor kuda.

[Kitab Komentar : Mendorong kuk ke atas dengan bahunya, ia mundur, memutar kereta ke sekeliling dengan sisi belakangnya.]

(2) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat mundur dan [karenanya] merusak palang dan mematahkan tongkat tiga. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke dua seekor kuda.

[Kitab Komentar : Ia menendang dengan kedua kaki belakangnya, menghantam palang kereta, dan merusak palang. Ia mematahkan tongkat tiga, ketiga tongkat di depan kereta.]

(3) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melonggarkan pahanya dari tiang kereta dan menabrak tiang kereta. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke tiga seekor kuda.

[Kitab Komentar : Setelah menurunkan kepalanya, ia menjatuhkan kuk ke tanah dan memukul tiang kereta dengan pahanya dan mematahkan tiang kereta dengan kedua kaki depannya.]

(4) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mengambil jalan yang salah dan menarik kereta itu keluar dari jalurnya. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke empat seekor kuda.

(5) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat dengan bagian depan tubuhnya dan mengais udara dengan kaki-kaki depannya. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke lima seekor kuda.

(6) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak mematuhi pelatihnya atau tongkat kendali 211 melainkan menghancurkan kekang mulutnya dengan giginya [192] dan pergi ke manapun yang ia suka. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke enam seekor kuda.

(7) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak berjalan maju atau berbalik melainkan berdiri diam bagaikan sebuah tiang. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke tujuh seekor kuda.

(8) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melipat kaki depan dan kaki belakangnya dan duduk di sana di atas keempat kakinya. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke delapan seekor kuda.

“Ini adalah kedelapan jenis anak kuda liar itu dan kedelapan cacat seekor kuda itu.

Dan apakah, para bhikkhu, delapan jenis orang yang serupa dengan anak kuda liar dan delapan cacat seseorang?

(1) “Di sini, ketika para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia berdalih dengan alasan tidak ingat, dengan mengatakan: ‘Aku tidak ingat [telah melakukan pelanggaran demikian].’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mundur dan memutar kereta ke sekeliling di belakangnya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat pertama seseorang.

(2) “Kemudian, ketika para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, [193] ia balik memarahi si pengecam: ‘Hak apa yang engkau, seorang dungu yang tidak kompeten, miliki untuk berbicara? Apakah engkau benar-benar berpikir bahwa engkau boleh mengatakan sesuatu?’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat mundur dan [karenanya] merusak palang dan mematahkan tongkat tiga. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke dua seseorang.

(3) “Kemudian, ketika para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia membalikkan pelanggaran itu pada si pengecam, dengan mengatakan: ‘Engkau telah melakukan pelanggaran itu. Perbaikilah itu terlebih dulu.’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melonggarkan pahanya dari tiang kereta dan menabrak tiang kereta. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke tiga seseorang.

(4) “Kemudian, ketika para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia menjawab dengan cara mengelak, mengalihkan pembicaraan pada topik yang tidak berhubungan, dan memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan. Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mengambil jalan yang salah dan menarik kereta itu keluar dari jalurnya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke empat seseorang.

(5) “Kemudian, ketika para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia berbicara sambil melambai-lambaikan tangannya di tengah-tengah Sagha. Aku katakan orang ini serupa dengan [194] anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat dengan bagian depan tubuhnya dan mengais udara dengan kaki-kaki depannya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke lima seseorang.

(6) “Kemudian, ketika para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia tidak mematuhi Sagha atau pengecamnya melainkan pergi ke manapun yang ia suka sambil masih membawa pelanggarannya. Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak mematuhi pelatihnya atau tongkat kendali melainkan menghancurkan kekang mulutnya dengan giginya dan pergi ke manapun yang ia suka. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke enam seseorang.

(7) “Kemudian, ketika para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia tidak mengatakan, ‘aku melakukan pelanggaran,’ ia juga tidak mengatakan, ‘aku tidak melakukan pelanggaran,’ melainkan ia menjengkelkan Sagha dengan berdiam diri. Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak berjalan maju atau berbalik melainkan berdiri diam bagaikan sebuah tiang. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke tujuh seseorang.

(8) “Kemudian, ketika para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia mengatakan: [195] ‘Mengapa engkau begitu cerewet tentang aku? Sekarang aku akan menolak latihan dan kembali kepada kehidupan rendah.’ Kemudian ia menolak latihan, kembali kepada kehidupan rendah, dan mengatakan: ‘Sekarang kalian boleh puas!’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melipat kaki depan dan kaki belakangnya dan duduk di sana di atas keempat kakinya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke delapan seseorang.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan jenis orang itu yang serupa dengan anak kuda liar dan kedelapan cacat seseorang itu.”

Telah ternyata tampaknya ada yang lebih dungu daripada seekor kuda maupun keledai. Ketika kuda ataupun keledai jatuh di suatu lubang, mereka tidak akan jatuh di lubang yang sama. Akan tetapi, terdapat manusia-manusia bernama umat agama samawi, yang setiap hari untuk sepanjang hidup dan seumur hidupnya jatuh dalam vonis “hidup dan mati sebagai seorang PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA”. Alih-alih memperbaiki diri, berlatih disiplin diri yang ketat bernama “self-control”, maupun mengasah jiwa ksatria dengan berani tampil untuk bertanggung-jawab sehingga korban tidak perlu mengemis-ngemis pertanggung-jawaban, para “manusia hewan” bernama “PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA” tersebut begitu tenggelam dan mengubur diri ke dalam lembah nista bernama “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN” bundling “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA”—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:

- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.

- No. 4857 : “Barang siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.

- No. 4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”

- Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]

PENDOSA, namun hendak berceramah perihal akhlak, moral, hidup suci, luhur, adil, jujur, mulia, agung, lurus, bertanggung-jawab, berjiwa ksatria, dan bersih? Itu menyerupai ORANG BUTA yang hendak membimbing para BUTAWAN lainnya, berbondong-bondong secara deras menuju jurang-lembah nista, dimana neraka pun diyakini sebagai surga. Alhasil, sang nabi rasul Allah dalam keseharian lebih sibuk mabuk serta kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA” (bagi PENDOSA maupun KORUPTOR DOSA, tentunya), alih-alih introspeksi diri, mengenali serta mengakui perbuatan buruknya, meminta maaf kepada korban-korbannya, terlebih menggunakan waktu yang ada untuk bertanggung-jawab kepada mereka, lebih sibuk lari dari tanggung-jawab ketimbang sibuk untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya sendiri. Tergila-gila memohon PENGHAPUSAN DOSA, artinya sepanjang hidupnya kecanduan “mencetak dosa-dosa yang serupa” tanpa pernah jera ataupun bertobat—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:

- No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.’”

- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku,  serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku,”

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]