Makna “NIKMAT” dalam Pandangan Agama Samawi : Tidak Perlu Menanam Karma Baik, cukup MENGEMIS dan MEMOHON. Tidak Perlu Bertanggung-Jawab, cukup Mencandu “PENGHAPUSAN DOSA”

Kaum yang Paling Pemalas dan Paling Pengecut, namun Berdelusi sebagai Kaum yang Paling Superior dan Merasa Berhak Menghakimi Kaum Lain seolah sebagai “Polisi Moral”, Itulah Pola Watak Umat Agama Samawi

Question: Umat agama samawi sering bilang, “Pemberian nikmat dari allah”. Itu maksudnya apa? Bukankah kalau kita memakai perspektif hukum alam seperti hukum karma atau hukum sebab dan akibat, ketika kita memetik buah manis, itu adalah hasil atau akibat dari perbuatan kita sendiri di masa lampau yang menjadi sebabnya, sehingga semestinya kita berterimakasih kepada diri kita sendiri di kehidupan lampau yang telah berbuat atau menanam benih-benih kebajikan sehingga dapat kita petik buah manisnya di kehidupan sekarang ini.

Brief Answer: Umat agama samawi merupakan kaum pemalas yang begitu pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik untuk mereka petik sendiri buah manisnya di masa mendatang, dan disaat bersamaan merupakan kaum pengecut yang begitu pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri yang telah menyakiti, melukai, maupun merugikan pihak-pihak lainnya. Sehingga, senyatanya umat agama samawi merupakan kasta paling rendah yang memeluk “Agama DOSA yang bersumber dari Kitab DOSA”—disebut demikian, semata karena mempromosikan ideologi KORUP bagi “KORUPTOR DOSA” bernama “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA” alih-alih mengkampanyekan gaya hidup higienis dari dosa-dosa—dimana terhadap dosa dan maksiat, mereka begitu kompromistik, sementara terhadap kaum yang berbeda keyakinan mereka begitu intoleran. Mereka bahkan tanpa rasa malu ataupun tabu, dengan bangga mempertontonkan kekonyolan gaya berpikir mereka : Babi, disebut “haram”. Namun, ideologi KORUP semacam “PENGHAPUSAN DOSA” (abolion of sins), bagi kalangan pendosawan tentunya, justru diklaim sebagai “halal lifestyle”.

PEMBAHASAN:

Sang Buddha menyebut tipikal manusia-manusia yang tidak mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk, mana yang benar dan yang tercela, adalah manusia-manusia dungu. Kita juga dapat menyimak khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan sebagai berikut:

29 (9) Momen yang Tidak Menguntungkan

“Para bhikkhu, kaum duniawi yang tidak terpelajar mengatakan: ‘Dunia telah memperoleh kesempatan! Dunia telah memperoleh kesempatan!’ tetapi ia tidak mengetahui apa yang merupakan kesempatan dan apa yang bukan kesempatan. Ada, para bhikkhu, delapan momen tidak menguntungkan ini yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang Tathāgata telah muncul di dunia, seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, sempurna menempuh sang jalan, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci, dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan. Tetapi seseorang terlahir kembali di neraka. Ini adalah momen pertama yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual. [226]

(2) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan. Tetapi seseorang terlahir kembali di alam binatang. Ini adalah momen ke dua yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(3) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan. Tetapi seseorang terlahir kembali di alam hantu menderita. Ini adalah momen ke tiga yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(4) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan. Tetapi seseorang terlahir kembali di alam para deva berumur panjang tertentu. Ini adalah momen ke empat yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

[Kitab Komentar : Ini dikatakan dengan merujuk pada kelompok para deva tanpa-persepsi (asañña devanikāya).” Akan tetapi, ini juga tampaknya berlaku untuk para deva di alam tanpa bentuk, yang (karena tidak memiliki tubuh) maka tidak dapat mendengarkan Sang Buddha atau para siswaNya mengajarkan Dhamma dan dengan demikian bahkan tidak dapat mencapai jalan memasuki-arus.]

(5) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan. Tetapi seseorang terlahir kembali di propinsi terpencil di antara orang-orang asing yang kasar, [suatu tempat] di mana para bhikkhu, bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan tidak berkunjung ke sana. Ini adalah momen ke lima yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(6) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan. Seseorang terlahir kembali di propinsi tengah, tetapi ia menganut pandangan salah dan memiliki perspektif menyimpang: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dikorbankan, tidak ada yang dipersembahkan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini, tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana berperilaku baik dan berpraktik benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri melalui pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Ini adalah momen ke enam yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(7) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan. Seseorang terlahir kembali di propinsi tengah, tetapi ia tidak bijaksana, bodoh, tumpul, tidak mampu memahami makna dari apa yang dinyatakan dengan baik dan apa yang dinyatakan dengan buruk. Ini adalah momen ke tujuh yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(8) “Kemudian, seorang Tathāgata tidak muncul di dunia … dan Dhamma [227] mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan tidak diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan. Tetapi Seseorang terlahir kembali di propinsi tengah, dan ia bijaksana, cerdas, cerdik, mampu memahami makna dari apa yang dinyatakan dengan baik dan apa yang dinyatakan dengan buruk. Ini adalah momen ke delapan yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

“Ini adalah kedelapan momen tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

“Ada, para bhikkhu, satu momen menguntungkan yang istimewa yang merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual. Apakah ini? Di sini, seorang Tathāgata telah muncul di dunia, seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, sempurna menempuh sang jalan, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci, dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan. Dan seseorang telah terlahir kembali di propinsi tengah, dan ia bijaksana, cerdas, cerdik, mampu memahami makna dari apa yang dinyatakan dengan baik dan apa yang dinyatakan dengan buruk. Ini, para bhikkhu, adalah satu momen menguntungkan yang istimewa yang merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.”

Setelah mendapatkan kelahiran sebagai manusia

ketika Dhamma sejati telah dinyatakan dengan baik,

mereka yang tidak menangkap momen ini

telah melewatkan momen yang tepat.

Karena banyak saat tidak menguntungkan yang dibicarakan,

kesempatan-kesempatan yang menghalangi sang jalan;

karena hanya kadang-kadang, sekali-sekali,

para Tathāgata muncul di dunia.

Jika seseorang telah secara langsung bertemu Mereka,

[keberuntungan] yang jarang diperoleh di dunia ini,

jika seseorang memperoleh kelahiran sebagai manusia,

dan Dhamma sejati sedang diajarkan,

bagi seorang yang menginginkan kebaikannya sendiri,

ini adalah dorongan yang cukup untuk berusaha. [228]

Bagaimana seseorang dapat memahami Dhamma sejati,

sehingga momen itu tidak terlewatkan?

karena mereka yang melewatkan momen ini bersedih

ketika mereka terlahir kembali di neraka.

Seseorang di sini yang telah gagal mendapatkan

jalan pasti dari Dhamma sejati,

akan menyesalinya dalam waktu yang lama

bagaikan pedagang yang kehilangan keuntungan.

Seseorang yang terhalangi oleh ketidak-tahuan

yang telah gagal dalam Dhamma sejati

akan lama mengalami pengembaraan

dalam [lingkaran] kelahiran dan kematian.

Tetapi mereka yang mendapatkan kelahiran sebagai manusia

ketika Dhamma sejati dinyatakan dengan sempurna,

telah memenuhi kata-kata Sang Guru,

atau akan memenuhinya, atau sedang memenuhinya sekarang.

Mereka yang telah mempraktikkan sang jalan,

yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata,

telah menembus momen yang tepat di dunia ini

kehidupan spiritual yang tiada taranya.

Engkau harus berdiam tanpa kebocoran,

terjaga, senantiasa penuh perhatian dalam pengendalian

yang diajarkan oleh Ia Yang Berpenglihatan,

Sang Kerabat Matahari.

Setelah memotong semua kecenderungan tersembunyi

yang mengikuti seseorang yang hanyut dalam wilayah Māra,

[Kitab Komentar : Yang menyertai sasāra, disebut ‘alam Māra’” (māradheyyasakhāta sasāraanugate).]

mereka yang mencapai hancurnya noda-noda,

walaupun berada di dunia ini, tetapi telah menyeberang.

Sebaliknya, hanya orang dungu yang merasa “beruntung” alih-alih “merugi” menjelma menjadi kaum “KORUPTOR DOSA” yang mencandu dan kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA” sepanjang hidupnya—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:

- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.

- No. 4857 : “Barang siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.

- No. 4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”

- Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]

Pendosa, namun hendak berceramah panjang-lebar perihal akhlak, hidup suci, murni, bersih, lurus, baik, jujur, baik, luhur, bijaksana, arif, tidak tercela, dan mulia? Itu menyerupai orang BUTA yang hendak menuntun kalangan BUTAWAN lainnya, dimana neraka pun dipandang dan diyakini sebagai surga, dimana mereka berbondong-bondong melaju menuju alam rendah dengan rasa bangga disertai kekonyolan cara berpikir mereka—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:

- No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.’”

- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku,  serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku,”

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]