Tidak ada Political Will Agama Samawi untuk menjadikan Umatnya Bertanggung-Jawab Atas Perbuatan Buruknya Sendiri

Hidup dan Mati sebagai PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA, Itulah Vonis Nasib Hidup Umat Agama Samawi

Lawan Kata dari PENGHAPUSAN DOSA ialah TANGGUNG-JAWAB

Dari puluhan tahun lampau, ketika dunia medis mulai mengungkap bahaya dibalik kebiasaan menghisap bakaran tembakau, baik “perokok aktif” maupun “perokok pasif”, disamping sifat adiktifnya yang membuat kalangan miskin secara rasional membelanjakan uangnya untuk membeli tembakau ketimbang memberikan asupan gizi bagi keluarganya, disamping keuangan negara banyak terserap untuk mengobati penyakit-penyakit warganya akibat konsumsi bakaran tembakau, para petani tanaman tembakau membuat klaim klise : “Kami akan kehilangan lapangan pekerjaan bila rokok dilarang!

Setelah belasan hingga puluhan tahun demikian, kalangan petani masih juga membuat klaim serupa : “Kami akan kehilangan lapangan pekerjaan bila rokok dilarang!” Sekalipun sudah sejak puluhan tahun lampau mereka bisa saja mempersiapkan diri dengan waktu yang sudah lebih dari cukup untuk beralih ke budidaya holtikultura lainnya seperti kopi atau komoditas lainnya, namun sampai kini masih juga bertani tembakau, artinya memang tidak ada “political will” dari kalangan petani, dimana mereka justru senantiasa melestarikan kebiasaan menghisap bakaran tembakau.

Ketika pengelola objek stategis negara seperti bandara, justru dikelola oleh pengelola dari pihak asing, pemerintah berkelit bahwa itu dalam rangka “transfer of knowledge”. Namun, “transfer pengetahuan” yang sejati sifatnya harus berupa roadmap yang jelas dan terukur, semisal dalam sepuluh tahun sudah harus swasembada dan berdaulat dalam pengelolaan bandara, bukan alih-alih seumur hidup dikelola oleh pihak asing. Akan tetapi ketika sampai kini pun tidak ada kejelasan ataupun kepastian, serta tidak kunjung beralih dikelola oleh bangsa sendiri, sama artinya memang tidak ada “political will” dari pihak pemerintah—dimana jargon “transfer of knowledge” hanya sekadar alibi.

Begitupula ketika bangsa kita mulai lebih banyak memainkan pemain naturalisasi dalam kompetisi sepakbola dunia, dengan alasan “memotivasi pemain lokal”, bila dikemudian hari tidak pernah kunjung surut kecenderungan pemain asing dinaturalisasi ke dalam tim nasional, sama artinya memang tidak pernah ada “political will” untuk mempromosikan pemain lokal bangsa kita sendiri.

Tidak terkecuali ketika seorang PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA (alias KORUPTOR DOSA) justru mabuk dan kecanduan ideologi korup semacam “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA” (abolition of sins), maka sama artinya diri sang pendosawan melekat dan memelihara kekotoran batinnya yang berlumuran dosa, berkubang dalam samudera dosa, memproduksi segudang dosa, serta mengoleksi segunung dosa-dosa sebagai rutinitas keseharian “business as usual”.

Alih-alih sibuk bertanggung-jawab kepada kalangan korban yang telah pernah atau masih sedang dan masih akan disakiti, dilukai, maupun dirugikan, sang pendosawan justru lebih sibuk berkelit dan mengharap “PENGHAPUSAN DOSA”. Terhadap dosa dan maksiat, begitu kompromistik. Namun terhadap kaum yang berbeda keyakinan, begitu intoleran. Babi, disebut “haram”. Akan tetapi ideologi korup semacam “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN DOSA” yang hanya dibutuhkan oleh kalangan pendosawan, disebut sebagai “halal” serta dijadikan “halal lifestyle”—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:

- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.

- No. 4857 : “Barang siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.

- No. 4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”

- Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]

PENDOSA, namun hendak berceramah perihal akhlak, hidup suci, luhur, adil, jujur, mulia, agung, lurus, bertanggung-jawab, berjiwa ksatria, dan bersih? Itu menyerupai ORANG BUTA yang hendak menuntun butawan lainnya, neraka pun dipandang sebagai surga. Alih-alih berlomba-lomba berbuat baik, justru berlomba-lomba minta “PENGHAPUSAN DOSA”. Alih-alih mempromosikan gaya hidup higienis dari dosa dan maksiat, justru mengkampanyekan “PENGHAPUSAN DOSA”. Semakin BERDOSA, semakin sang PENDOSA tergila-gila ketagihan dan mabuk “PENGHAPUSAN DOSA”. Mabuk “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN” dan disaat bersamaan juga kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA” (keduanya bersifat “bundling” alias satu paket)—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:

- No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.’”

- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku,  serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku,”

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]