Perbedaan Utama antara Delik Aduan dan Delik Pidana Umum

LEGAL OPINION
Question: Pihak pelapor menawarkan saya untuk buat kesepakatan damai, dengan syarat membayar sejumlah nominal harga ganti-rugi yang ditetapkan oleh si pihak pelapor, dengan janji bahwa pihak pelapor tersebut akan mencabut laporan pidana terhadap saya (Terlapor). Bagaimana pandangan yuridisnya terhadap tawaran demikian, apa betul demikian atau itu hanya sekadar iming-iming jebakan? Hanya saja, saya merasa permintaan ganti-ruginya terlampau besar, sehingga saya perlu menghitung-hitung apakah tawarannya masuk akal atau tidak untuk saya sepakati.
Brief Answer: Perlu dicermati terlebih dahulu, jenis delik apakah yang dilaporkan oleh pihak Pelapor, apakah merupakan “delik aduan” ataukah “delik pidana umum”, mengingat konsekuensi yuridisnya saling berbeda antara kedua jenis delik pidana dimaksud. Jika laporan ataupun perbuatan pidana yang didakwakan ialah berkriteria “delik aduan”, alat bukti yang memperlihatkan bahwasannya pihak Korban Pelapor dan pihak Terlapor telah saling mengadakan “perdamaian”, memberi hak pada pihak Pelapor untuk mencabut laporan pidananya, pada proses pemidanaan tingkat apapun, baik tingkat penyidikan, penuntutan, maupun hingga saat proses kasasi.
Sebaliknya, dalam konteks “delik pidana umum”, fakta hukum perihal telah adanya “perdamaian” demikian, hanya menjadi bahan pertimbangan hukum untuk meringankan vonis hukuman bagi Terdakwa, bukan sebagai “alasan pemaaf” untuk “dilepaskan” terlebih dibebaskan” dari dakwaan maupun vonis pemidanaan.
Meski demikian, kelebihan utama adanya “perdamaian” antara Korban dan pihak Terlapor, sekalipun Terlapor tetap dipidana akibat terjadinya “delik pidana umum”, namun keberadaan “perdamaian” yang telah disepakati dan dijalankan oleh para pihak, mengakibatkan tertutupnya resiko bagi pihak Terlapor untuk digugat secara perdata—dengan dipidananya pihak Terlapor, bukan berarti melepaskan hak pihak Pelapor untuk menggugat secara perdata.
Bila memang permintaan dari pihak Pelapor dinilai tidak rasional, dan jenis delik bersifat non-“delik aduan”, maka ada baiknya dipertimbangkan kembali tawaran demikian. Semua kembali kepada pertimbangan dan perhitungan pihak Terlapor itu sendiri, apakah akan menyanggupi penawaran “perdamaian” demikian ataukah tetap melanjutkan proses pemidanaan.
PEMBAHASAN:
Guna memudahkan pemahaman, untuk itu secara khusus SHIETRA & PARTNERS merujuk cerminan konkret sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 92 K/PID/2017 tanggal 27 April 2017, dimana Terdakwa didakwakan karena telah dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan mempergunakan sebuah nama palsu atau suatu sifat palsu, dengan mempergunakan tipu muslihat ataupun dengan mempergunakan susunan kata-kata bohong, menggerakan seseorang untuk menyerahkan sesuatu benda, untuk mengadakan perjanjian hutang, ataupun untuk meniadakan piutang, sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bermula pada hari tanggal 31 Oktober 2014 bertempat di showroom mobil, Terdakwa mendatangi Ang Dennis Harsono Basuki (Korban) selaku pemilik showroom untuk menjual dua unit mobil seharga Rp142.500.000,00 dan Rp72.500.000,00. Saat jual-beli dilakukan, Terdakwa tidak menyerahkan BPKB (Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor) atas kedua unit mobil dimaksud, dan mengatakan kepada Korban bahwa BPKB berada di rumah Terdakwa di Kediri, dan Terdakwa juga mengatakan akan menyerahkan BPKB paling lambat tanggal 30 November 2014.
Kemudian Korban menyerahkan uang sebesar Rp215.000.000,00 kepada Terdakwa sebagai uang pembelian atas kedua unit mobil tersebut, dimana selanjutnya dibuatkan kuitansi jual beli tanggal 31 Oktober 2014 dengan keterangan didalam kuitansi, bahwa apabila mobil beserta surat bermasalah maka uang kembali penuh, BPKB asli beserta perlengkapannya akan diserahkan selambat-lambatnya tanggal 30 November 2014 dimana kemudian Terdakwa membubuhkan tanda tanganya di atas materai.
Berlanjut pada tanggal 07 November 2014, Terdakwa meminjam salah satu unit mobil yang sudah dijualnya kepada Korban dengan alasan mengambil BPKB atas kedua unit mobil tersebut ke Kediri dan akan menyerahkan kembali mobil tersebut paling lambat tanggal 30 November 2014 beserta BPKB-nya. Namun sampai dengan tanggal 30 November 2014, Terdakwa tidak pernah mengembalikan unit mobil yang telah dijual dan dipinjam olehnya serta juga tidak pernah menyerahkan BPKB atas kedua unit mobil yang telah dijualnya kepada Korban, dimana pada kenyataanya BPKB kedua unit mobil dimaksud oleh Terdakwa sudah digadaikan kepada pihak lain sejak tanggal 20 Juni 2014, yakni sebelum dijual olehnya kepada Korban.
Juni 2015, Korban mendatangi Terdakwa yang saat itu berada di Bali untuk meminta agar Terdakwa menyerahkan BPKB kedua unit mobil yang telah dijual olehnya, dimana kemudian Terdakwa bersama Korban berangkat menuju Kediri dimana kemudian Terdakwa mengakui bahwa BPKB atas kedua unit mobil tersebut sebelumnya sudah digadaikan, lalu mengatakan kepada Korban dapat mengambil mobil yang sebelumnya dipinjam oleh Terdakwa.
Bagai “tidak tahu malu”, Terdakwa justru kemudian melaporkan Korban ke Polda Bali dengan tuduhan penganiayaan disertai laporan ke Polda Jatim dengan tuduhan pemalsuan dan perampasan. Mengetahui hal tersebut, maka Korban melakukan pertemuan dengan Terdakwa untuk bermusyawarah. Dari hasil pertemuan tersebut, disebutkan bahwa Terdakwa akan mencabut laporanya ke Polda Bali dan Polda Jatim, jika Korban bersedia mengembalikan dua unit mobil yang telah dibelinya kepada Terdakwa Hadi, hutang Terdakwa kepada Korban dianggap lunas dan mesin-mesin / barang-barang yang diambil oleh Korban dikembalikan kepada Terdakwa.
Korban kemudian menyerahkan kedua unit mobil yang telah dibelinya kepada Terdakwa. Setelah menerima dua unit mobil dimaksud, kemudian Terdakwa kembali menjual kedua unit mobil tersebut kepada pihak ketiga. Akibat perbuatan Terdakwa, mengakibatkan Korban mengalami kerugian sebesar Rp215.000.000,00.
Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa karena telah dengan sengaja menguasai secara melawan hukum, sesuatu benda yang seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain, yang berada padanya bukan karena kejahatan, sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 372 KUHP.
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 353/Pid.B/2016/PN.SBY, tanggal 2 Mei 2016 yang amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechsvervolging);
2. Menyatakan Terdakwa dikeluarkan dari tahanan.”
Pihak Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan diluar kebiasaannya yang memutus secara sumir, namun kini memberikan pertimbangan hukum secara elaboratif yang sangat menarik untuk disimak, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa alasan kasasi Pemohon Kasasi dapat dibenarkan karena Judex Facti salah menerapkan hukum dalam mengadili perkara Terdakwa;
- Bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 353/Pid.B/2016/PN.Sby tanggal 2 Mei 2016 menyatakan Terdakwa HADI SANTOSA Bin BAMBANG SUPENO terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan Penuntut Umum akan tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana, oleh karena itu Terdakwa dilepas dari semua tuntutan hukum (ontslag van alle rechts vervolging), dibuat berdasarkan pertimbangan yang salah;
- Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti Pengadilan Negeri Surabaya yang mempertimbangkan antara lain : ‘Menimbang bahwa lepas dari keterangan saksi korban dan keterangan Terdakwa, bahwa kemudian perkara a quo terjadi perdamaian dimana saksi korban akan menjualkan aset Terdakwa berupa pabrik dan hutang piutang tersebut diperhitungkan dengan hasil penjualan aset. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan perkara a quo memang ada peristiwanya tapi dengan perdamaian tersebut perkara a quo menjadi perkara perdata, bukan perkara pidana’, adalah pertimbangan yang tidak tepat dan tidak berdasarkan fakta-fakta yang terbukti dalam persidangan; [Note SHIETRA & PARTNERS : Sekalipun tingkat kasasi bergelar ‘judex jure’, ternyata tanpa menyentuh keberadaan alat-alat bukti, maka hukum tidak dapat ditegakkan sebagaimana mestinya.]
- Bahwa sesuai fakta dalam persidangan Terdakwa sendiri menyatakan dalam persidangan bahwa benar memang ada perjanjian lisan yaitu perdamaian antara Ang Denis Harsono dengan Terdakwa, bahwa Terdakwa akan mencabut laporannya di Polda Bali dan Polda Jawa Timur jika Ang Denis mengembalikan 2 unit mobil tersebut, hutang saksi dianggap lunas, barang-barang yang diambil di Kediri dikembalikan;
- Bahwa oleh karena pada kenyataannya Ang Denis Harsono tidak pernah mengembalikan barang-barang yang sudah diambil di Kediri, sehingga Terdakwa tidak pernah mencabut laporan di Polda Bali maupun Polda Jatim;
- Bahwa sementara saksi Ang Denis Harsono sehubungan dengan masalah perdamaian tersebut menyatakan bahwa kemudian terjadi mediasi antara Terdakwa dan saksi di rumah Weifan disepakati saksi Ang Denis Harsono mengembalikan 2 (dua) mobil yang sudah dibeli saksi, barang-barang yang sudah diambil saksi di Kediri dikembalikan dan semua hutang Terdakwa dianggap lunas, maka Terdakwa akan mencabut laporan Terdakwa di Polda Bali dan Jatim, akan tetapi karena saksi dibawah tekanan maka disanggupi tetapi untuk item 2 barang dari usaha pakan ternak kepunyaan Terdakwa di Kediri, tidak dapat dikembalikan karena saksi (Ang Denis Harsono) tidak pernah mengambil dan merampas barang-barang tersebut;
- Bahwa dari pernyataan saksi Ang Denis Harsono, dan Terdakwa tersebut tidak ada perjanjian jual aset kepunyaan Terdakwa oleh saksi Ang Denis Harsono tersebut;
- Bahwa kemudian fakta-fakta dalam persidangan terbukti Terdakwa menjual mobil ... dan ... semuanya seharga Rp215.000.000,00 tetapi BPKB dua kendaraan tersebut belum diserahkan Terdakwa kepada saksi Ang Denis janji tersebut 30 November 2014 paling lambat akan diserahkan, akan tetapi tidak ditepati oleh Terdakwa, karena BPKB tersebut telah digadaikan Terdakwa di UD NAGA Mulya jalan ...;
- Bahwa Terdakwa tidak menjual 2 mobil ... dan ... tersebut melainkan ia menjaminkan mobil tersebut dengan hutang sebesar Rp309.797.900,00;
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta seperti tersebut diatas Terdakwa telah beritikad buruk menjual mobil dan telah menerima uang Rp215.000.000,00 janji akan menyerahkan BPKB + 1 bulan tanggal 30 November 2014 kenyataannya tidak diserahkan tepat waktu, karena BPKB terbukti digadaikan pada orang lain. Selanjutnya andaikata benar Terdakwa hutang uang pada saksi korban Ang Denis Harsono Rp309.797.900,00 dengan jaminan mobil, juga perbuatan tersebut beritikad buruk karena mobil yang dijanjikan BPKBnya dijaminkan utang pada UD Naga Mulya Surabaya, sementara Terdakwa tahu saksi korban showroom jual beli mobil sudah barang tentu jika menjual mobil perlu BPKB;
- Bahwa seandainya benar benar terdapat perdamaian untuk saling berprestasi korban dan Terdakwa sebagaimana tersebut di atas, materi dan klausula perjanjian. Terdakwa dan korban tersebut bertentangan dengan hukum, bahwa laporan Terdakwa kepada Polda Bali penganiayaan dan pemalsuan suatu di Polda Jatim perampasan adalah delik umum bukan delik aduan, sehingga tidak bisa dicabut, bahkan masalah pencabutan laporan polisi tersebut tegas-tegas Terdakwa menyatakan tidak dicabut karena saksi Ang Denis tidak mengembalikan barang-barang yang diambil di Kediri, sementara saksi Ang Denis tidak mengakui;
- Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut di atas perbuatan Terdakwa terbukti melakukan penipuan;
“Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana, Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan:
Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa merugikan Ang Denis Harsono;
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa belum pernah dihukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan yang diuraikan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 353/Pid.B/2016/PN.SBY tanggal 02 Mei 2016 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan, dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, sebagaimana tertera dalam amar putusan di bawah ini;
M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Surabaya tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 353/Pid.B/2016/PN.SBY tanggal 02 Mei 2016;
MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan Terdakwa HADI SANTOSO Bin BAMBANG SUPENO (Almarhum) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana ‘Penipuan’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.