Korban Pelapor Tidak Jujur, Pelaku Penipuan Dibebaskan oleh Pengadilan Perkara Pidana

LEGAL OPINION
Question: Mengapa saat korban melapor pidana seseorang sebagai telah meakukan penipuan kepada kami, pihak polisi masih juga bertanya dan berulang-kali bertanya kepada kami apa betul dan untuk apa uang itu kami berikan dan sebagai apa? Bukankah yang penting kami sudah ditipu karena diberikan cek yang ternyata “kosong” karena tidak dapat dicairkan saat jatuh tempo? Bukankah sudah ada yurisprudensi putusan Mahkamah Agung 3385 K/pdt/1995 tanggal 8 April 1998 yang mengatakan tidak perlu lagi menunjuk causa yang menyebabkan terjadinya hutang piutang yang menimbulkan Cek dan Bilyet Giro tersebut, apakah karena jual-beli, hibah, dan pinjam-meminjam?
Brief Answer: Putusan Mahkamah Agung RI 3385 K/PDT/1995 tersebut merupakan kaedah yurisprudensi perkara perdata, bukan dalam konteks ranah pidana. JIka konteksnya ialah ranah perdata, tidak menjadi penting causa atau sebab yang mendahului terbitnya “cek kosong” tersebut, akan tetapi menjadi berbeda jika konteksnya ialah ranah pidana, maka pihak penyidik serta hakim wajib mengetahui sebab apa yang mendahului adanya penyerahan uang itu, terkait apa, untuk mengetahui apakah pihak korban pelapor juga memiliki niat baik atau justru telah melapor secara “tidak jujur” (kronologi yang mengecoh) dengan maksud mengkriminaliasi pihak Terlapor—dalam rangka tidak disalah-gunakannya mekanisme pidana yang sejatinya ternyata semata sengketa perdata.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana “penipuan terkait kerugian sejumlah dana” register Nomor 994 K/PID/2017 tanggal 10 November 2017, dimana Terdakwa didakwa karena telah dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, sebagaimana tersebut diatas, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Bermula pada bulan Juli 2010, Natasha Isye berkenalan dengan Terdakwa yang saat itu dikenalkan oleh Vilda Ariesya dalam rangka Arisan yang mana saat itu Terdakwa ikut menghadiri acara Arisan untuk ikut bergabung menjadi anggota baru di Arisan. Setelah perkenalan antara Terdakwa dengan Natasha Isye, terjalin hubungan akrab diantara mereka. Dalam setiap pertemuan, penampilan Terdakwa terlihat glamour, antara lain mengenakan pakaian dan tas bermerek ternama yang harganya tidak murah, ditambah lagi Terdakwa mengaku memiliki bisnis tas bermerek luar negeri dan bisnis batu berlian. Terdakwa bahkan mengaku memiliki rekanan atau kenalan dari perusahaan-perusahaan besar sebagai pelanggan Terdakwa.
Berlanjut dalam suatu pertemuan, Terdakwa menawarkan kepada Natasha Isye untuk memesan tas merek Chanel Maxi seharga Rp71.000.000,00 dan setelah tas merek Chanel Maxi diterima Natasha Isye, barulah saksi Natasha Isye melakukan pembayaran secara tunai. Selanjutnya pada awal bulan Juli 2012, Terdakwa kepada Natasha Isye menawarkan Tas merek Hermes dengan iming-iming klaim “harga murah” dan asli, yaitu seharga Rp800.000.000,00 dimana Terdakwa mengatakan bahwa tas bemerek tersebut dapat dijual kembali dengan harga mahal.
Atas tawaran dari Terdakwa, serta penampilan Terdakwa terlihat glamour penuh meyakinkan, sehingga Natasha Isye percaya dan tergerak hatinya / tertarik untuk membeli tas merek Hermes dari Terdakwa, lalu dalam pertemuan tersebut Natasha Isye memesan satu buah tas merek Hermes dan Terdakwa meminta agar pembayarannya dilakukan secara bertahap.
Tanggal 05 Juli 2012, Natasha Isye menyerahkan uang kepada Terdakwa secara tunai sejumlah Rp100.000.000,00 dan pada keesokan harinya tanggal 06 Juli 2012, Natasha Isye kembali menyerahkan uang kepada Terdakwa sejumlah Rp400.000.000,00. Setelah itu bertempat di kediaman milik Natasha Isye, sesuai permintaan dari Terdakwa juga berjanji akan segera menyerahkan tas merek Hermes, maka Natasha Isye menyerahkan uang pelunasan pembelian tas merek Hermes sejumlah Rp.300.000.000,00. Sehingga jumlah uang yang telah diserahkan Natasha Isye kepada Terdakwa mencapai total Rp800.000.000,00. Namun pada kenyatannya, hingga saat kini Terdakwa tidak kunjung menyerahkan tas merek Hermes yang dijanjikan dan juga tidak mengembalikan uang kepada Natasha Isye.
Uang milik Natasha Isye sejumlah Rp800.000.000 yang seharusnya dibelikan tas merek Hermes, ternyata tanpa sepengetahuan dan seijin dari Natasha Isye, oleh Terdakwa uangnya secara tunai telah dipergunakan olehnya untuk bisnis pribadi berupa investasi Alat Tulis Kantor (ATK) yaitu diserahkan kepada seseorang bernama Suraji yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pemesanan tas merek Hermes, sehingga pihak korban menderita kerugian sejumlah dana tersebut.
Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa karena telah dengan sengaja dan melawan hukum, memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, sebagaimana tersebut diatas, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Terhadap tuntutan Jaksa, yang kemudian menjadi amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 391/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel. tanggal 07 Juli 2017, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, ... hubungan hukum antara Terdakwa dengan saksi Natasha Isye adalah hubungan keperdataan, sehingga Terdakwa tidak bisa didakwa melanggar Pasal 378 KUHPidana atau Pasal 372 KUHPidana, dengan demikian meskipun perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana;
“Bahwa berdasarkan bukti kwitansi tanda terima dari saksi Natasha Isye kepada Terdakwa uang sebesar Rp100.000.000,00 dan Rp400.000.000,00 dalam kwitansi tersebut disebutkan uang tersebut adalah penitipan uang sampai dengan tanggal 23 Juli 2012 dan penitipan uang yang akan dikembalikan pada tanggal 25 November 2012;
“Menimbang, bahwa berdasarkan kwitansi tersebut tidak menyebutkan adanya untuk pembayaran tas merek Hermes sebagaimana dikemukakan saksi Natasha Isye, sedangkan saksi-saksi lain tidak ada yang tahu adanya jual beli tas merek Hermes antara Terdakwa dengan saksi Natsha Isye dalam hal ini demikian adanya hubungan hukum antara saksi Natasha Isye dengan Terdakwa jual beli tas adalah tidak benar / tidak terbukti (satu saksi bukan saksi) yang sebenarnya terjadi menurut Majelis Hakim adalah hutang piutang sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tetapi pada saat jatuh tempo (23 Juli 2012 dan 25 November 2012) Terdakwa tidak membayar hutangnya kepada saksi Natsha Isye;
MENGADILI :
1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa Aprida Yani terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana;
2. Melepaskan Terdakwa Aprida Yani dari segala tuntutan hukum;
3. Memerintahkan Terdakwa untuk dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan diucapkan;
4. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta Martabatnya.”
Pihak Kejaksaan mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa di muka persidangan dalam menerima uang dari Natasha Isye, terungkap fakta bahwa Terdakwa telah memberikan jaminan berupa KTP atas nama Terdakwa yang ternyata terungkap KTP tersebut palsu. Sementara putusan Pengadilan Negeri tidak menyinggung perihal keberadaan “KTP palsu” atas nama Terdakwa, dimana Majelis Hakim didalam putusannya hanya menyebutkan dengan jaminan berupa KTP, tanpa melihat niat buruk Terdakwa yang memberikan jaminan berupa “KTP palsu”.
Pertimbangan Majelis Hakim yang menyebutkan hubungan hukum antara Terdakwa dengan Natasha Isye adalah hubungan keperdataan yaitu pinjam meminjam uang, dengan dasar pertimbangan di dalam bukti tanda-terima uang berupa kwitansi, disebutkan sebagai “titipan uang”, pihak Kejaksaan bersikukuh bahwa dana tersebut ialah untuk keperluan pemesanan tas merek Hermes seharga Rp800.000.000,00 yang pada kenyataannya tidak diserahkan tas merek Hermes tersebut kepada korban, sebab uang yang seharusnya untuk pembelian tas merek Hermes oleh Terdakwa telah diserahkan kepada sdr. Suraji untuk keperluan bisnis ATK yang sama sekali tidak ada hubunganya dengan pemesanan tas merek Hermes.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Bahwa alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tidak dapat diterima dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 391/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel., tanggal 07 Juli 2017 yang menyatakan Terdakwa Aprida Yani terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan Penuntut Umum, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan oleh karena itu Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum tidak salah dan telah menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya serta telah mempertimbangkan fakta hukum yang relevan secara yuridis dengan tepat dan benar sesuai fakta hukum yang terungkap di muka sidang;
- Bahwa berdasarkan fakta hukum yang relevan secara yuridis yang terungkap di muka sidang, tidak ternyata saksi korban Natasha Isye telah menyerahkan uang sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) kepada Terdakwa untuk pembayaran tas merek Hermes dari Terdakwa. Justru yang terbukti adalah saksi korban telah menitipkan uang berturut-turut sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada Terdakwa sampai tanggal 23 Juli 2012, dan sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) tertanggal 06 Juli 2012 dengan janji kepada Terdakwa akan dikembalikan pada tanggal 25 November 2012;
- Bahwa demikian sekiranya timbul permasalahan dikemudian hari mengenai pembayaran dan pelunasan uang titipan dari Terdakwa kepada saksi korban atau kepada yang diberikan kuasa untuk itu, permasalahan tersebut adalah merupakan dan termasuk ranah hukum pendata yang harus diselesaikan secara yuridis dihadapan hakim pendata;
- Bahwa selain itu alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/ Penuntut Umum berkenaan dengan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang sesuatu kenyataan. Hal tersebut tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.