Perizinan Terbit secara Tidak Sah, Berujung Pidana. Pastikan Legalitas Sah dan Valid Sebelum Berusaha

LEGAL OPINION
Usaha dengan Perizinan yang Didapat secara Tidak Sah, Menunggu Ancaman Pidana Penjara
Question: Bila sampai sudah punya dokumen legalitas, bukankah bisa dibilang sudah pasti aman jalankan kegiatan dan usaha tanpa harus ada lagi resiko hukum apalagi tersangkut-paut soal pidana?
Brief Answer: Dalam stelsel pembuktian hukum pidana, hakim tidak berhenti pada kebenaran formil layaknya persidangan perkara perdata, namun akan masuk hingga menemukan kebenaran pembuktian materiil, seperti apakah perizinan yang dimiliki seorang pengusaha yang dijadikan sebagai tersangka adalah didapatkan secara sahih atau tidaknya, dan hal-hal yang melingkupi proses penerbitannya.
Karenanya, akan sangat fatal bilamana pelaku usaha berasumsi bahwa dengan telah mengantungi legalitas usaha dan kegiatan, maka tiada lagi resiko hukum yang mengancam atas usaha yang “menabrak” koridor hukum. Perizinan bukanlah justifikasi, karena perizinan pun oleh hakim perkara pidana dapat dinyatakan sebagai izin yang invalid.
Berpijak pada pemahaman demikian, bukan menjadi persoalan apakah telah atau belum mengantungi izin dan perizinan terkait usaha yang sedang dijalankan oleh pelaku usaha, namun memastikan apakah izin dan perizinan yang didapatkan diperoleh secara legal-prosedural ataukah tidaknya. Izin boleh saja asli, namun ketika terbukti diperoleh secara mal-prosedural, ancaman hukum pidana menanti ketika usaha beroperasi.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut diharapkan dapat menjadi ilustrasi sederhana, sebagaimana SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana kehutanan register Nomor 284 K/Pid.Sus/2013 tanggal 13 Juli 2015, dimana para Terdakwa didakwa sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, yakni dengan sengaja menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat (3) huruf (f) jo. Pasal 78 ayat (5) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Terdakwa I memiliki perusahaan bernama PD. Anugrah yang bergerak dibidang jual-beli kayu dengan perizinan-perizinan yang dimiliki atas nama Terdakwa I selaku pemilik atau pimpinan ataupun penanggung-jawab perusahaan dimaksud. Adapun kegiatan usaha yang dilakukan oleh PD. Anugrah, antara lain membeli kayu olahan dengan berbagai jenis ukuran yang diperoleh dari masyarakat setempat, untuk selanjutnya dijual kembali kepada pembeli yang telah memesannya.
Dalam menjalankan usahanya, Terdakwa I melakukan kerjasama dengan Terdakwa II, dimana Terdakwa II bertugas mencari kayu olahan dari masyarakat, dan selanjutnya Terdakwa I akan memberikan imbalan harga kepada Terdakwa II untuk setiap meter kubik untuk kayu olahan yang diperolehnya.
Setelah Terdakwa II memperoleh sejumlah kayu yang dibelinya dari warga setempat, selanjutnya kayu olahan diantar olehnya ke tempat penampungan kayu PD. Anugrah milik Terdakwa I. Disamping itu, Terdakwa I juga menampung kayu olahan yang diantar langsung oleh masyarakat ke tempat penampungan kayu PD. Anugrah miliknya.
Pada saat kayu-kayu olahan dibawa ke PD. Anugrah, baik itu yang diperoleh melalui Terdakwa II, maupun yang diantar langsung oleh masyarakat, sebagian besar kayu olahan tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen Surat Keterangan Asal-Usul Kayu (SKAU) namun Terdakwa I tetap membeli dan membayarnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan akan pesanan kayu dari pelanggan.
Untuk melindungi sejumlah kayu olahan yang berada di tempat penampungan kayu PD. Anugrah, maka Terdakwa I juga meminta Terdakwa II mencarikan blangko dokumen SKAU dalam rangka melegitimasi agar seolah-olah kayu olahan tersebut diperoleh secara legal. Kemudian Terdakwa II memperoleh sejumlah dokumen SKAU yang berasal dari beberapa Kepala Desa / Sekretaris Kepala Desa (selaku Pejabat Penerbit SKAU).
Dokumen-dokumen SKAU hasil “penyelundupan hukum” demikian selanjutnya dipergunakan oleh Terdakwa I untuk melindungi kayu di tempat pemotongan kayu PD. Anugrah miliknya, seolah-olah kayu yang ditampungnya diperolah secara sah sebagaimana tercantum di dalam SKAU, meski yang sebenarnya terjadi ialah kayu yang diangkut ke tempat penampungan kayu milik Terdakwa I tidak berasal dari lokasi daerah yang tercantum dalam SKAU (alias memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik), sehingga kayu-kayu yang ditampung Terdakwa sejatinya tidak dilengkapi dengan SKAU sebagai legalitas sahnya hasil hutan kayu.
Proses penerbitan dokumen SKAU milik Terdakwa adalah tidak sah, mengingat untuk SKAU atas nama pemilik tanah Bahria Harun dan SKAU atas nama pemilik tanah B. Salihin, diserahkan oleh Sekdes Sutono (Sekdes Serimbu Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak) kepada Terdakwa II berupa blangko SKAU yang masih kosong namun telah ditanda-tangani Sekdes Sutono berikut dengan fotokopi Sertifikat Tanah Hak Milik (SHM) masing-masing pemiliknya.
Selanjutnya oleh Terdakwa II blangko SKAU yang masih kosong diserahkan kepada Terdakwa I dan kemudian Terdakwa I mengetik isi dari kedua SKAU tersebut, yakni untuk SKAU pertama diisi dengan jumlah 4.491 keping kayu atau setara volume 225,7040 M3 dan SKAU kedua dengan jumlah 4.286 keping kayu atau setara volume 229,9712 M3.
Untuk SKAU atas nama pemilik tanah Mota bin Mohamat, diisi dan ditanda-tangani oleh Kades Sumadi (Kades Pak Bulu Kecamatan Anjungan Kabupaten Pontianak) dimana Kades Sumadi datang ke tempat penumpukan kayu di Dusun Belado dengan membawa mesin tik dan memasukkan data ke dalam SKAU berupa kayu olahan dengan jumlah 3.592 keping atau setara volume 158,7640 M3, tanpa mengukur jumlah / volume kayu ataupun mengetahui dari mana asal-usul kayu tersebut. Selanjutnya dokumen SKAU diserahkan Kades Sumadi kepada Terdakwa II yang kemudian diserahkan lagi oleh Terdakwa II kepada Terdakwa I.
Untuk SKAU atas nama pemilik tanah Tjiu Tjien Fo, diisi dan ditanda-tangani oleh Kades Joni Abdullah (Kades Sei Pangkalan Kecamatan Sei Raya Kabupaten Bengkayang) dengan jumlah 3.877 keping kayu atau setara volume 207,2568 M3 tanpa mengukur jumlah / volume kayunya atau memastikan asal usul kayu tersebut—alias sekadar “formalitas” dengan maksud untuk mengelabui aparat penegak hukum. Setelah ditanda-tangani, maka SKAU berikut kayu tersebut dikirim ke tempat penampungan kayu PD. Anugrah milik Terdakwa I.
Berbekal dokumen-dokumen SKAU hasil rekayasa / manipulasi demikian, maka dalam rangka memenuhi akan pesanan sejumlah kayu dari pelanggan kepada PD. Anugrah, selanjutnya Terdakwa I pada bulan Desember 2009 menerbitkan 33 dokumen Nota Angkut Kayu Olahan (NAKO) yang ditanda-tanganinya selaku pimpinan PD. Anugrah, selanjutnya dipergunakan sebagai dokumen dalam rangka mengirimkan kayu-kayu tersebut ke kota pemesan / pelanggan melalui jasa perusahaan ekspedisi.
Mengingat kayu olahan tersebut bukanlah berasal dari tanah hak milik pihak-pihak sebagaimana yang tercantum dalam dokumen SKAU, maka kayu tersebut merupakan hasil hutan yang tidak sah karena telah diambil atau dipungut secara tidak sah sehingga kayu yang dikirimkan ke kota pelanggan berdasarkan pesanan pembelian kepada PD. Anugrah tersebut, meskipun telah dilengkapi dokumen NAKO tetapi merupakan kayu yang diambil secara melawan hukum atau setidaknya yang telah dipungut secara tidak sah.
Sementara dalam Dakwaan Subsidair, para Terdakwa didakwakan sebagai orang yang melakukan atau turut-serta melakukan perbuatan, yakni dengan sengaja mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat (3) huruf (h) jo. Pasal 78 ayat (7) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap tuntutan yang diajukan pihak Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Mempawah Nomor 447/Pid.Sus/2010/PN.MPW., tanggal 07 November 2011, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa I SYARIF SALEH HAMID dan Terdakwa II TJEN SU Alias ASU, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Dengan Sengaja Turut Serta Memiliki Hasil Hutan yang diketahui Berasal Dari Kawasan Hutan yang diambil Secara Tidak Sah’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap para Terdakwa, dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun dan pidana denda sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh para Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan barang bukti berupa: - Uang hasil lelang Barang bukti kayu olahan berbagai ukuran jenis Durian dan Rengas sebanyak 11.750 (sebelas ribu tujuh ratus lima puluh) keping dengan Volume 587,2375 M3 sejumlah Rp 440.428.125,00 (empat ratus empat puluh juta empat ratus dua puluh delapan ribu seratus dua puluh lima rupiah) ... dirampas untuk Negara.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor 25/PID.SUS/2012/PT.PTK., tanggal 24 April 2012, dengan amar sebagai berikut:
- Menerima permintaan banding dari Para Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Mempawah tanggal 07 Nopember 2011 Nomor 447/Pid.Sus/2010/PN.MPW., yang dimintakan banding tersebut.”
Baik pihak Jaksa Penuntut maupun pihak Terdakwa sama-sama mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi II / para Terdakwa tersebut juga tidak dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti telah tepat dan benar serta tidak salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum telah sebagaimana mestinya, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Terdakwa I selaku pemilik perusahaan PD Anugerah dan Terdakwa II yang bekerja-sama untuk mencari kayu, telah memiliki kayu dengan dilengkapi surat berupa Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa;
- Bahwa Terdakwa II yang memiliki Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa, namun ternyata secara substansi maupun proses penerbitan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) dilakukan tidak sesuai dengan proses pemeriksaan terhadap kebenaran asal-usul hasil hutan kayu dan kepemilikannya. Bahwa Surat Keterangan Asal-Usul (SKAU) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa isinya tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, sebab ternyata Kepala Desa tidak turun ke lokasi melakukan pengecekan ke lokasi hutan kayu, sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Bahwa perbuatan a quo Terdakwa II bertentangan dengan proses penerbitan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.51/Menhut – II/2006;
- Bahwa apabila ketentuan dalam Peraturan Menteri Kehutanan tersebut dikaitkan dengan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang diterbitkan oleh Kepala Desa, maka dapat dikatakan bahwa Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) tersebut tidak sah atau batal demi hukum dengan alasan : Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) diterbitkan pada waktu fisik kayu sudah berpindah dari lokasi hutan (hak) dan sudah berada pada lokasi penampungan atau pengumpulan pada perusahaan milik Terdakwa I yang telah bekerjasama dengan Terdakwa II, lokasinya terletak jauh di luar hutan hak atau lahan masyarakat. Padahal seharusnya Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) harus dibuat pada saat kayu masih tetap berada di hutan hak;
- Bahwa perbuatan para Terdakwa membeli kayu dari masyarakat dan akan dijual kepada pembelinya di Jakarta sedangkan kayu–kayu tersebut termasuk hasil hutan jenis durian yang sebagian besar tidak dilengkapi dengan dokumen Surat Keterangan Asal Usul (SKAU), sehingga perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana dan melanggar Pasal 50 Ayat (3) huruf f jo. Pasal 78 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana;
M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I / JAKSA / PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI MEMPAWAH dan Pemohon Kasasi II / para Terdakwa : I. SYARIF SALEH HAMID dan Terdakwa II. TJEN SU Alias ASU tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.