Aspek Hukum Consignyasi, Penitipan Uang di Pengadilan

LEGAL OPINION
Question: Apakah permohonan konsinyasi penitipan uang di pengadilan karena pihak penjual tak mau menerima uang pelunasan dan justru minta barang dikembalikan, selalu akan dikabulkan hakim?
Brief Answer: Consignasie, atau penitipan uang di pengadilan, bentuknya ialah permohonan kepada pengadilan, yang artinya belum tentu dikabulkan bilamana tata cara dan prosedurnya tidak memenuhi kaedah hukum acara perdata. Terdapat beberapa prosedur formal yang sifatnya baku yakni tahapan pra-konsinyasi yang perlu kita ketahui sebelum menempuh upaya permohonan konsinyasi di pengadilan.
Begitupula, pihak pengadilan akan menilai, bahwa penitipan uang demikian relevan atau tidak dengan latar-belakang permohonan itu sampai terjadi, dan apakah penolakan pihak termohon beralasan atau tidak untuk menolak permohonan penitipan demikian. Sehingga, tidak segala jenis permohonan penitipan uang di pengadilan, akan dikabulkan sifatnya.
PEMBAHASAN:
Sebelum memulai bahasan konkret praktiknya, terlebih dahulu perlu SHIETRA & PARTNERS uraikan mengenai konsepsi hukum perihal “Penawaran Pembayaran Tunai di Pengadilan” yang sering juga diistilahkan sebagai “konsinyasi” (consigyasi / konsignasi). Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan di pengadilan oleh warga negara pemohon, diatur dalam Pasal 1404 hingga 1412 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Fungsi dari penitipan uang di pengadilan yang menjadi salah satu layanan lembaga hukum dan peradilan, ialah demi mengakomodasi kelancaran lalu-lintas niaga, semisal seorang debitor hendak melunasi hutangnya, namun pihak kreditor menolak dan memaksa akan mengeksekusi agunan. Untuk itu, pihak debitor dapat melunasi hutangnya dengan menitipkan uang pelunasan pada kepaniteraan pengadilan. Pembayaran dianggap telah efektif terjadi, sekalipun sang kreditor masih menolak dan tidak menyentuh uang pelunasan yang dititipkan di pengadilan demikian.
Jika si berpiutang menolak pembayaran dari yang berutang, maka  pihak yang berhutang dapat melakukan pembayaran tunai utangnya dengan menawarkan pembayaran yang diperantarai oleh jurusita dengan disertai 2 (dua) orang saksi. Apabila yang berpiutang menolak menerima pembayaran, maka uang tersebut dititipkan pada kas kepaniteraan Pengadilan Negeri sebagai uang titipan. Penawaran dan penitipan tersebut harus disahkan dengan penetapan hakim, dengan prosedur sebagai berikut:
- Yang berhutang mengajukan permohonan tentang penawaran pembayaran dan penitipan uang ke Pengadilan yang meliputi tempat dimana persetujuan pembayaran harus dilakukan (debitur sebagai pemohon dan kreditur sebagai termohon).
- Dalam hal tidak ada persetujuan tersebut pada butir pertama di atas, maka permohonan diajukan ke Pengadilan dimana Termohon (si berpiutang pribadi) bertempat tinggal atau tempat tinggal yang telah dipilihnya.
- Permohonan konsignasi didaftar dalam register jenis perkara permohonan.
- Ketua Pengadilan memerintahkan jurusita Pengadilan dengan disertai oleh 2 (dua) orang saksi, dituangkan dalam surat penetapan untuk melakukan penawaran pembayaran kepada si berpiutang pribadi di pada alamat atau tempat tinggal domisilinya.
- Jurusita dengan disertai 2 (dua) orang saksi menjalankan perintah Ketua Pengadilan tersebut dan dituangkan dalam berita acara tentang pernyataan kesediaan untuk membayar (aanbod van gereede betaling).
- Kepada pihak berpiutang diberikan salinan dari berita acara tersebut.
- Jurusita membuat berita acara pemberitahuan bahwa karena pihak berpiutang menolak pembayaran, uang tersebut akan dilakukan penyimpanan (konsignasi) di kas kepaniteraan Pengadilan yang akan dilakukan pada hari, tanggal dan jam yang ditentukan dalam berita acara tersebut.
- Pada waktu yang telah ditentukan tersebut di atas, jurusita dengan disertai 2 (dua) orang saksi menyerahkan uang tersebut kepada panitera Pengadilan dengan menyebutkan jumlah dan rincian uangnya untuk disirnpan dalam kas kepaniteraan Pengadilan sebagai uang konsignasi.
- Agar supaya pernyataan kesediaan untuk membayar yang diikuti dengan penyimpanan tersebut sah dan berharga, harus diikuti dengan pengajuan permohonan oleh si berhutang terhadap berpiutang sebagai termohon kepada Pengadilan, dengan petitum:
- Menyatakan sah dan berharga penawaran pembayaran dan penitipan sebagai konsignasi.
- Menghukum Pemohon membayar biaya perkara. (Sumber : Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Buku II, Edisi 2009, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2009, hlm. 158—191.)
Terdapat sebuah ilustrasi konkret penitipan uang di pengadilan yang berujung sengketa, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa konsinyasi register Nomor 2981 K/Pdt/2015 tanggal 18 Agustus 2016, perkara antara:
- IKE FARIDA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Termohon Consignatie; melawan
- PT. ELITE PRIMA HUTAMA, selaku Termohon Kasasi dahulu Pemohon Consignatie.
Pemohon merupakan developer yang menjual unit-unit Apartemen, termasuk unit apartemen yang dijual antara Pemohon dengan Termohon sebagaimana dituangkan dalam Surat Pesanan tanggal 26 Mei 2012, dalam perkara ini mengajukan permohonan dilakukannya penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penitipan uang berdasarkan Pasal 1404 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Permohonan ini sebagai medium pelaksanaan kewajiban pembayaran oleh Pemohon untuk mengembalikan uang kepada pihak Termohon. Adapun latar belakang permasalahan sehingga Pemohon berniat mengembalikan uang kepada Termohon, akibat dari terjadinya suatu kebatalan “demi hukum” Surat Pesanan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya suatu perjanjian vide dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu pelanggaran terhadap Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Bermula pada tanggal 26 Mei 2012, Termohon memesan salah satu unit apartemen yang dipasarkan oleh Pemohon, dengan total harga jual beli sebesar Rp3.050.000.000,00  dan memberikan pembayaran uang muka (down payment) sebesar Rp10.000.000,00. Kemudian pada tanggal 1 Juni 2012, Termohon menerima pembayaran pelunasan sebesar Rp3.040.000.000,00 yang berarti Termohon telah melunasi seluruh total harga jual beli.
Setelah Surat Pesanan diperiksa oleh bagian hukum dari Pemohon, bagian hukum menyampaikan bahwa Pemesanan Unit tidak dapat dilakukan, karena pemesanan justru atas nama sebuah kantor hukum, bukan atas nama pribadi individu pihak Termohon. Apartemen didirikan di atas tanah dengan hak guna bangunan (HGB).
Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 36 Ayat (1) UUPA, sebuah kantor hukum tidaklah tergolong sebagai subjek hukum yang berhak untuk memiliki tanah hak guna bangunan. Oleh karena itu bagian hukum dari Pemohon tidak dapat melanjutkan proses penjualan Unit dari Tahap Surat Pesanan ke Tahap Penandatanganan Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB). Selanjutnya, bagian pemasaran dari Pemohon menyampaikan hal tersebut kepada Termohon.
Tanggal 21 Juni 2012, Termohon memutuskan untuk mengubah nama pihak di dalam Surat Pesanan dari Law Office menjadi atas nama Termohon sebagai individu pribadi, namun bagian pemasaran dari Pemohon telah menyampaikan secara lisan kepada Termohon bahwa penanda-tanganan PPJB tetap tidak dapat diproses walaupun dengan menggunakan nama Termohon sebagai individu, mengingat suami Pemohon adalah Warga Negara Asing.
[Note SHIETRA & PARTNERS: Perlu diingat, bahwa pada tahun 2012 tersebut, belum terbit Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri Agraria yang membolehkan WNA memiliki hak milik atas satuan rumah susun, dimaan regulasi tersebut tidak dapat diberlakukan secara surut oleh hakim saat mengadili.]
Berdasarkan surat-surat dari Termohon, Termohon sekalipun seorang WNI, telah mengakui bahwa suaminya adalah warga negara asing dan Termohon tidak membantah bahwa di antara Termohon dan suaminya tidak ada perjanjian pemisahan harta (dengan kata lain separuh harta goni-gini berupa hak atas tanah dikuasai pihak WNA).:
Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur bahwa harta benda yang diperoleh oleh Termohon selama perkawinan menjadi harta bersama dengan suaminya. Ketentuan ini dipertegas kembali pada Pasal 36 Ayat (1) Undang Undang Perkawinan yang mengatur bahwa mengenai harta bersama, maka Termohon atau suaminya dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
Apartemen didirikan di atas tanah berbentuk Hak Guna Bangunan. Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria mengatur bahwa subjek hukum yang dapat mempunyai hak guna bangunan adalah: (a) warga Negara Indonesia; dan (b) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Fakta bahwa Apartemen akan kemudian berubah menjadi unit-unit satuan rumah susun, tidak meniadakan keberIakuan dari Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria. Pasal 47 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun secara tegas mengatur bahwa sertifikat hak milik atas satuan rumah susun diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.
Merujuk pada Pasal 36 Ayat (1) Undang Undang Pokok Agraria dan Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, jika Termohon melakukan pembelian terhadap Unit, yang berdiri di atas tanah Hak Guna Bangunan, tindakan pernbelian tersebut akan mengakibatkan suami dari pihak Termohon, akibat dari pencampuran harta bersama, turut mempunyai kepemilikan atas Unit dimaksud.
Lebih lanjut, sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Rusun, jelas bahwa subjek yang berhak memiliki Unit apartemene merujuk kembali pada kaedah imperatif Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, mengingat Apartemen didirikan di atas tanah Hak Guna Bangunan.
Dengan demikian, salah satu syarat objektif sahnya perjanjian tidak terpenuhi, yaitu adanya sebab yang tidak terIarang. Pasal 1335 dan 1337 KUHPerdata telah mengatur secara tegas akibat dari pelanggaran syarat objektif sahnya perjanjian:
- Pasal 1335 KUH Perdata: “Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang tidaklah mempunyai kekuatan.”
- Pasal 1337 KUH Perdata: “Suatu sebab adalah terlarang jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.”
Oleh karena itu, sesuai dengan KUHPerdata, Surat Pesanan yang dibuat antara Termohon dan Pemohon untuk pemesanan terkait dengan pembelian Unit, tidaklah mempunyai kekuatan atau batal demi hukum, karena Pemohon patuh dan taat terhadap hukum pertanahan yang berlaku, dimana jelas Pemohon akan lebih senang bila seluruh Unit yang dijualnya laku terjual dan Pemohon berniat mengembalikan seluruh dana yang telah dibayarkan pihak Termohon.
Namun pihak Termohon justru menolak penawaran uang pengembalian dari Pemohon, dan bersikukuh meminta agar Pemohon menyerah-terimakan kunci atas Unit kepada pihak ketiga yang ditunjuk oleh Termohon. Pemohon dalam korespondensi selanjutnya menawarkan pengembalian uang pembayaran atas Unit kepada Termohon, sebagai akibat dari batal demi hukumnya Surat Pesanan.
Adapun rincian dana yang sebelumnya diterima oleh Termohon adalah sebagai berikut: Pembayaran Jumlah Pembayaran Booking Fee senilai Rp10.000.000,00. Pembayaran Pelunasan senilai Rp3.040.000.000,00. Sehingga total sejumlah Rp3.050.000.000,00. Dengan demikian, total uang yang ditawarkan oleh Pemohon untuk dikembalikan kepada Termohon adalah sebesar Rp3.050.000.000,00.
Pihak Termohon tetap menyangkal dasar-dasar hukum yang Pemohon ajukan, dan menuntut agar tetap dilakukan serah-terima kunci atas Unit apartemen dimaksud kepada Termohon. Pemohon telah berulang-kali menawarkan Uang Pengembalian kepada Termohon, sampai pada akhirnya Pemohon menawarkan Uang Pengembalian untuk terakhir kalinya kepada Termohon, dan meminta agar Termohon segera mengambil Uang Pengembalian selambat-lambatnya pada tanggal 27 Oktober 2014.
Sampai dengan tanggal 27 Oktober 2014 Termohon tidak kunjung mengambil Uang Pengembalian meskipun Pemohon telah menyampaikan penawaran secara tertulis dan patut kepada Termohon sebanyak tiga kali melalui: (i) Surat 8 Oktober 2014, (ii) Surat 16 Oktober 2014, dan (iii) Surat 22 Oktober 2014. Dengan demikian, dapat disimpulkan dan terbukti bahwa Termohon telah menolak penawaran atas Uang Pengembalian dari Pemohon.
Oleh karenanya, Pemohon dengan ini memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk melakukan penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan (konsinyasi) terhadap Termohon sejumlah Rp3.050.000.000,00. Permohonan ini memiliki dasar hukum Pasal 1404 KUHPerdata, yang mengatur:
“Jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangnya, dan jika si berpiutang menolaknya, menitipkan uang atau barangnya kepada Pengadilan.”
Penawaran yang sedemikian, diikuti dengan penitipan, membebaskan si berhutang, dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu telah dilakukan dengan cara menurut undang-undang; sedangkan apa yang dititipkan secara itu tetap atas tanggungan si berpiutang.
Permohonan demikian diajukan untuk menjalankan ketentuan undang-undang dan untuk menjaga ketertiban umum di masyarakat, khususnya terkait pelanggaran terhadap norma Undang-Undang Pokok Agraria. Selain itu, Pemohon akan sangat dirugikan apabila masalah ini dibiarkan berlarut-larut, khususnya potensi hilangnya keuntungan yang bisa diperoleh Pemohon, terganggunya arus keluar masuk uang Pemohon, ketidak-pastian hukum, dan potensi terjadinya penyelundupan hukum terkait kepemilikan Unit apartemen.
Berdasarkan permohonan demikian, Pengadilan Negeri Jakarta Timur kemudian memberikan Penetapan Nomor 04/CONS/2014/PN.Jkt.Tim., tanggal 12 November 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Mengabulkan permohonan Pemohon Consignatie tersebut;
- Memerintahkan kepada Panitera / Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Timur atau jika ia berhalangan digantikan oleh wakilnya yang sah dengan disertai oleh 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat hukum untuk melakukan penawaran uang sebesar Rp3.050.000.000,00 (tiga miliar lima puluh juta rupiah) kepada: Ike Farida, S.H., LL.M., beralamat di ... , selanjutnya disebut sebagai Termohon Consignatie; sebagai uang titipan / consignatie untuk pembayaran kepada Termohon akibat batalnya Surat Pesanan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu pelanggaran terhadap Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; dengan ketentuan, Termohon Consignatie dapat mengambil uang ganti rugi / consignatie di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada setiap hari kerja dan apabila penawaran tersebut ditolak uang tersebut disimpan di Kas Kepaniteraan (di-consignatie) Pengadilan Negeri Jakarta Timur.”
Pihak Termohon Konsinyasi mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan korektif yang mengandung muatan kaedah hukum bahwa tidak selamanya permohonan konsinyasi akan dikabulkan, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi I dan II tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi I dan II tersebut dapat dibenarkan karena Judex Facti / Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Judex Facti / Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah salah dalam menerapkan hukum yang menjadi dasar dikabulkannya Penetapan Nomor 04/Cons/2014/PN.Jkt.Tim., tanggal 12 November 2014 oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur tentang Mengabulkan Permohonan Consignatie dengan penawaran uang Rp3.050.000.000,00 (tiga miliar lima puluh juta rupiah) kepada Pemohon Kasasi/Termohon Consignatie;
- Bahwa transaksi pembelian unit apartemen a quo tidak menyalahi Pasal 1320 KUH Perdata, tentang syarat objektif, karena orang asing secara hukum boleh membeli unit Apartemen / Strata Title;
- Bahwa tentang Penetapan Uang Consignatie, Pemohon Kasasi / Termohon Consignatie tidak pernah menanda-tangani Berita Acara Penolakan Pembayaran. Bahwa dengan demikian uang pembayaran tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai uang consignatie;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi I dan II dari Pemohon Kasasi IKE FARIDA, S.H., LL.M., tersebut dan membatalkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 04/Cons/2014/PN.Jkt.Tim., tanggal 12 November 2014 dan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 04/Cons/2014/PN.Jkt.Tim., tanggal 19 Desember 2014 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi I dan II dari Pemohon Kasasi IKE FARIDA, S.H., LL.M., tersebut;
- Membatalkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 04/Cons/2014/PN.Jkt.Tim., tanggal 12 November 2014 dan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 04/Cons/2014/PN.Jkt.Tim., tanggal 19 Desember 2014;
MENGADILI SENDIRI:
- Menolak permohonan Pemohon Consignatie untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.