Ideologi PENGHAPUSAN DOSA Lebih Adiktif & Membuat Candu daripada Kekuasaan (Power), CORRUPT ABSOLUTELY!
Question: Agama-agama samawi yang selama ini tumbuh besar dengan modus meng-iming-imingi umat pengikutnya obral pengampunan, penghapusan, ataupun penebusan dosa, apa bahaya latennya?
Brief Answer: Bukan hanya kekuasaan yang “tends to corrupt”,
ideologi KORUP semacam “abolition of sins” (bagi “KORUPTOR DOSA”, tentunya)
juga membawa konsekuensi logis berupa para umat pengikutnya menjadi cenderung
untuk korup dari segi perilaku, ucapan, maupun pikiran mereka di keseharian
serta untuk sepanjang hayat hidupnya. Cobalah amati dan perhatikan, setiap
harinya para PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA tersesbut melakukan ritual
permohonan “PENGHAPUSAN DOSA” secara vulgar tanpa rasa malu yang bahkan dipertontonkan
lewat speaker eksternal tempat ibadah mereka—sekalipun “AURAT TERBESAR” ialah
berbuat dosa dan disaat bersamaan lari dari tanggung-jawab—yang mana setiap
hari raya tahunannya terjadi pesta OBRAL “dosa-dosa setahun dihapuskan dengan
berpuasa meski sejatinya ‘konsumsi meningkat’”, berdana recehan (2,5%) untuk
membersishkan harta (sins laundring), lalu ketika meninggal dunia maka
sanak-keluarganya lagi-lagi berdoa memohon “PENGHAPUSAN DOSA” bagi sang almarhum
pendosawan. Begitulah pola mereka membangun delusi “superioritas”, namun semu
serta dangkal.
Babi, mereka sebut sebagai “haram”. Air liur dan air
seni, mereka sebut sebagai “najis”. Ini dan itu, mereka sebut haram dan dosa. Akan
tetapi, terhadap ideologi paling kotor semacam “PENGHAPUSAN DOSA”, mereka
bangga-banggakan sebagai “halal lifestyle”. Mereka mempromosikan ideologi
KORUP (bagi KORUPTOR DOSA) demikian, alih-alih mengkampanyekan gaya hidup
higienis dari dosa dan maksiat, namun masih juga berdelusi hendak menjadi “polisi
moral”? Terhadap dosa dan maksiat, para pendosawan tersebut begitu
kompromistik. Akan tetapi terhadap kaum yang berbeda keyakinan, mereka begitu
intoleran. Mereka sejatinya merupakan kaum pemalas yang begitu pemalas untuk
menanam benih-benih Karma Baik, dan disaat bersamaan merupakan kaum pengecut
yang begitu pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk
mereka sendiri.
Berikut inilah pola yang selalu tertanam dalam benak
setiap umat agama samawi : Jadi penjahat saja dimasukkan ke surga berkat “PENEBUSAN
DOSA”, buat apa jadi orang baik? Merugi jadi orang baik, tidak bisa menikmati
dan mencandu “PENGAMPUNAN DOSA”. Antara iming-iming “PENGHAPUSAN DOSA” dan “DOSA-DOSA
UNTUK DIHAPUSKAN”, sifatnya ialah satu paket bundling. Karenanya, dapat dibuat
hipotesis logis bahwa setiap umat pemeluk dan pecandu “PENGHAPUSAN DOSA” ialah
kaum PENDOSAWAN pemeluk “Agama DOSA yang bersumber dari Kitab DOSA”—hanya saja
diberi merek “Agama SUCI yang bersumber dari Kitab SUCI” untuk menjaring orang-orang
dungu dan orang-orang “buta nurani”.
PEMBAHASAN:
Sebaliknya, kita pun patut
bertanya, apa konsekuensi logis dibalik ajaran egaliter ala meritokrasi semacam
hukum tabur-tuai? Simak khotbah Sang Buddha dalam “Aṅguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The
Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa
Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan sebagai berikut:
57 (4) Sīha
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di
Vesālī di Hutan Besar di aula beratap lancip. Kemudian Sīha sang jenderal
mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan
berkata:
“Mungkinkah, Bhante, menunjukkan buah dari memberi
yang terlihat secara langsung?”
“Baiklah, Sīha, Aku akan bertanya kepadamu
sehubungan dengan hal ini. Engkau boleh menjawabnya sesuai dengan apa yang
menurutmu benar.”
(1) “Bagaimana menurutmu, Sīha? Ada
dua orang, satu tanpa keyakinan yang pelit, kikir, dan kasar, dan yang lainnya
memiliki keyakinan, seorang pemberi yang dermawan yang senang dalam derma.
Bagaimana menurutmu, Sīha? Kepada siapakah para Arahant akan menunjukkan belas
kasihan terlebih dulu: kepada seorang yang tanpa keyakinan yang pelit, kikir,
dan kasar, atau kepada yang lainnya yang memiliki keyakinan, seorang pemberi
yang dermawan yang bersenang dalam derma?”
[Kitab Komentar : “Mereka membangkitkan belas
kasihan dengan pikiran: ‘Siapakah yang harus kami
tolong hari ini? Pemberian siapakah yang harus kami terima atau kepada siapakah
kami harus mengajarkan Dhamma?’”]
“Mengapakah, Bhante, para Arahant akan menunjukkan
belas kasihan kepada orang yang tanpa keyakinan yang pelit, kikir, dan kasar
terlebih dulu? Mereka akan terlebih dulu menunjukkan belas kasihan kepada
orang yang memiliki keyakinan, seorang pemberi yang dermawan yang bersenang
dalam derma.”
(2) “Bagaimana menurutmu, Sīha? Siapakah
yang akan didatangi oleh para Arahant terlebih dulu: orang yang tanpa keyakinan
yang pelit, kikir, dan kasar, atau [80] orang yang memiliki keyakinan, seorang
pemberi yang dermawan yang bersenang dalam derma?”
“Mengapakah, Bhante, para Arahant akan mendatangi
orang yang tanpa keyakinan yang pelit, kikir, dan kasar terlebih dulu? Mereka
akan terlebih dulu mendatangi orang yang memiliki keyakinan, seorang pemberi
yang dermawan yang bersenang dalam derma.”
(3) “Bagaimana menurutmu, Sīha? Dari
siapakah para Arahant akan menerima dana terlebih dulu: dari orang yang tanpa
keyakinan yang pelit, kikir, dan kasar, atau dari orang yang memiliki
keyakinan, seorang pemberi yang dermawan yang bersenang dalam derma?”
“Mengapakah, Bhante, para Arahant akan menerima dana
dari orang yang tanpa keyakinan yang pelit, kikir, dan kasar terlebih dulu? Mereka
akan terlebih dulu menerima dana dari orang yang memiliki keyakinan, seorang
pemberi yang dermawan yang bersenang dalam derma.”
(4) “Bagaimana menurutmu, Sīha? Kepada
siapakah para Arahant akan mengajar Dhamma terlebih dulu: kepada orang yang
tanpa keyakinan yang pelit, kikir, dan kasar, atau kepada orang yang memiliki
keyakinan, seorang pemberi yang dermawan yang bersenang dalam derma?”
“Mengapakah, Bhante, para Arahant akan mengajar
Dhamma kepada orang yang tanpa keyakinan yang pelit, kikir, dan kasar terlebih
dulu? Mereka akan terlebih dulu mengajar Dhamma kepada orang yang memiliki
keyakinan, seorang pemberi yang dermawan yang bersenang dalam derma.”
(5) “Bagaimana menurutmu, Sīha? Yang
manakah yang akan memperoleh reputasi baik: orang yang tanpa keyakinan yang
pelit, kikir, dan kasar, atau orang yang memiliki keyakinan, seorang pemberi
yang dermawan yang bersenang dalam derma?”
“Bagaimana mungkin, Bhante, orang yang tanpa
keyakinan yang pelit, kikir, dan kasar dapat memperoleh reputasi baik? Adalah
orang yang memiliki keyakinan, seorang pemberi yang dermawan yang bersenang
dalam derma yang akan memperoleh reputasi baik.”
(6) “Bagaimana menurutmu, Sīha? Yang manakah yang
akan mendatangi kumpulan apa pun – apakah khattiya, brahmana, perumah tangga,
atau petapa – [81] dengan percaya diri dan tenang: orang yang tanpa keyakinan
yang pelit, kikir, dan kasar, atau orang yang memiliki keyakinan, seorang
pemberi yang dermawan yang bersenang dalam derma?”
“Bagaimana mungkin, Bhante, orang yang tanpa
keyakinan yang pelit, kikir, dan kasar dapat mendatangi kumpulan apa pun –
apakah khattiya, brahmana, perumah tangga, atau petapa – dengan percaya diri
dan tenang? Adalah orang yang memiliki keyakinan, seorang pemberi yang
dermawan yang bersenang dalam derma yang akan mendatangi kumpulan apa pun …
dengan percaya diri dan tenang.”
(7) “Bagaimana menurutmu, Sīha? Dengan
hancurnya jasmani, setelah kematian, yang manakah yang akan terlahir kembali di
alam tujuan yang baik, di alam surga: orang yang tanpa keyakinan yang pelit,
kikir, dan kasar, atau orang yang memiliki keyakinan, seorang pemberi yang
dermawan yang bersenang dalam derma?”
“Bagaimana mungkin, Bhante, orang yang tanpa
keyakinan yang pelit, kikir, dan kasar dapat terlahir kembali di alam tujuan
yang baik, di alam surga, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian? Adalah
orang yang memiliki keyakinan, seorang pemberi yang dermawan yang bersenang
dalam derma yang akan terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga,
dengan hancurnya jasmani, setelah kematian.
“Bhante, aku tidak mempercayai Sang Bhagavā karena
keyakinan sehubungan dengan enam buah dari memberi yang terlihat secara
langsung yang dinyatakan oleh Beliau. Aku mengetahuinya juga. Karena
aku adalah seorang penyumbang, seorang pemberi yang dermawan, dan para Arahant
menunjukkan belas kasihan kepadaku terlebih dulu. Aku adalah seorang
penyumbang, seorang pemberi yang dermawan, dan para Arahant mendatangiku
terlebih dulu. Aku adalah seorang penyumbang, seorang pemberi yang dermawan,
dan para Arahant menerima dana dariku terlebih dulu. Aku adalah seorang
penyumbang, seorang pemberi yang dermawan, dan para Arahant mengajarkan Dhamma
kepadaku terlebih dulu. Aku adalah seorang penyumbang, seorang pemberi yang
dermawan, dan aku telah memperoleh reputasi baik: ‘Sīha sang jenderal adalah
seorang penyumbang, seorang sponsor, seorang penyokong Saṅgha.’
[82] Aku adalah seorang penyumbang, seorang pemberi yang dermawan, dan kumpulan
apa pun yang kudatangi – apakah khattiya, brahmana, perumah tangga, atau petapa
– aku mendatanginya dengan percaya diri dan tenang. Aku tidak mempercayai Sang
Bhagavā karena keyakinan sehubungan dengan enam buah dari memberi yang terlihat
secara langsung yang dinyatakan oleh Beliau. Aku mengetahuinya juga.
Tetapi ketika Sang Bhagavā memberitahuku: ‘Sīha, dengan hancurnya jasmani,
setelah kematian, seorang penyumbang, seorang pemberi yang dermawan, akan
terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga,’ aku tidak mengetahui
hal ini, dan di sini aku mempercayai Sang Bhagavā karena keyakinan.”
“Demikianlah, Sīha, demikianlah! Dengan
hancurnya jasmani, setelah kematian, seorang penyumbang, seorang pemberi yang
dermawan, akan terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga.”
Apakah Anda tidak merasa risih
juga jijik, berada dekat dengan seorang penipu? Apakah Anda tidak merasa resah,
berada di dekat atau didekatkan dengan seorang pembunuh? Apakah Anda tidak merasa
muak, ditempatkan dalam satu ruangan dengan seorang maniak “hidung-belang”? Apakah
Anda tidak merasa cemas, didekati orang serakah yang menyerupai predator? Apakah
Anda bisa merasa nyaman, berdekatan atau bahkan disatukan dengan seseorang penjahat?
TERLEBIH TUHAN, BAGAIMANA MUNGKIN TUHAN BERSEDIA DIPERSATUKAN DENGAN MANUSIA-MANUSIA
YANG PENUH KEKOTORAN BATIN? Nila setitik, rusak susu sebelangan.
Di mata kalangan umat agama
samawi, Anda adalah “mangsa empuk” untuk dimakan, dikorbankan, dan ditumbalkan.
Mereka dididik dan dibiasakan untuk berlomba-lomba memproduksi segudang dosa,
menimbun diri dengan segunung dosa, berkubang dalam samudera dosa, dan
bersimbah dosa-dosa. Tidak percaya? Kini, silahkan Anda nilai sendiri,
bagaimana “standar moral” umat agama samawi serta kepada siapakah Tuhan agama
samawi berpihak, kepada penjahat ataukah kepada kalangan korban—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:
- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan
membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya,
maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.”
- No. 4857 : “Barang
siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji
bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya
akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.”
- No. 4863 : “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam
dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”
- No. 4864 : “Apabila
ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya
tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii
warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku
dan anugerahkanlah aku rizki).”
- No. 4865 : “Ya
Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah
Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai
berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku,
kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”
- Aku mendengar Abu Dzar dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan
memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan
tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan
berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia
mencuri dan juga berzina’.” [Shahih
Bukhari 6933]
- Dari Anas radhiallahu
‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi
engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu
dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun
kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau
menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak
isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku
datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula”. (HR.
Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]
PENDOSA, namun hendak berceramah perihal akhlak, moral,
hidup suci, luhur, adil, jujur, mulia, agung, lurus, bertanggung-jawab, berjiwa
ksatria, dan bersih? Itu menyerupai ORANG BUTA yang hendak membimbing para
BUTAWAN lainnya, berbondong-bondong secara deras menuju jurang-lembah nista,
dimana neraka pun diyakini sebagai surga. Alhasil, sang nabi rasul Allah dalam
keseharian lebih sibuk mabuk serta kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA” (bagi PENDOSA
maupun KORUPTOR DOSA, tentunya), alih-alih introspeksi diri, mengenali serta
mengakui perbuatan buruknya, meminta maaf kepada korban-korbannya, terlebih
menggunakan waktu yang ada untuk bertanggung-jawab kepada mereka, lebih sibuk
lari dari tanggung-jawab ketimbang sibuk untuk mempertanggung-jawabkan
perbuatannya sendiri, layak diberi gelar “RAJA PECUNDANG nan PENGECUT”—juga
masih dikutip dari Hadis Muslim:
- No. 4891. “Saya
pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang
belum aku lakukan.’”
- No. 4892. “Aku
bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang
telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No. 4893. “dari
'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca:
‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang
belum aku lakukan.’”
- No. 4896. “dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai
berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan,
kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah
kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada
diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas
dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang
aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku,”
- Aisyah bertanya kepada
Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah
Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan
datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]