Tips Mengkriminalisasi Pelaku Pidana dengan Sanksi yang Membuat Jera

LEGAL OPINION
Question: Ada rasa ingin memberi pelajaran keras, dengan satu tujuan, membuat karyawan pelaku pencurian uang perusahaan yang baru saja ketahuan memotong uang dari kas kantor tanpa sepengetahuan pimpinan, bisa dihukum penjara seberat-beratnya. Apa mungkin ada cara untuk itu?
Brief Answer: Terdapat satu keganjilan dalam praktik peradilan pidana di Tanah Air, yakni faktor-faktor dalam pertimbangan hukum Hakim yang dapat meringankan vonis, yakni salah satunya hasil kejahatan belum sempat dinikmati oleh pelaku karena terlebih dahulu tertangkap basah atau tertangkap tangan ketika melakukan aksi kejahatan.
Sehingga, untuk membuat faktor peringan pidana tidak dapat menjadi pertimbangan hukum yang meringankan oleh Majelis Hakim saat akan menjatuhkan vonis sanksi pidana, maka dapat saja dikonstruksikan sedemikian rupa berupa tidak secara segera menangkap basah si pelaku sehingga Majelis Hakim tidak akan mengkategorikannya sebagai Tindak Pidana “Percobaan”, atau membuat hasil kejahatan terlebih dahulu sempat dinikmati oleh si pelaku sebelum kemudian diringkus dan disidangkan.
Bila perlu, awasi pelaku / tersangka untuk mengulangi kejahatannya untuk kesekian kalinya, sehingga saat dirinya kemudian ditangkap untuk aksi yang kesekian kalinya, dan disidangkan sebagai Terdakwa, dakwaan Jaksa Penuntut akan disertai pertimbangan pemberat, yakni kejahatan yang dilakukan secara terus-menerus sehingga mengakibatkan vonis yang dijatuhkan akan bersifat lebih berat dan optimal—tidak sekadar hukuman pidana “masa percobaan”.
PEMBAHASAN:
Keganjilan dalam praktik hukum pidana di Indonesia, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan perkara pidana “penggelapan dalam jabatan” register Nomor 2/Pid.S/2011/PN.Kdr. tanggal 14 Maret 2011, dimana terhadap tuntutan pihak Jaksa, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang , bahwa karena dakwaaan Jaksa Penuntut Umum atas diri terdakwa diajukan secara alternatif sebagaimana tersebut diatas, maka Majelis Hakim akan memilih dakwaan yang paling tepat sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan, yaitu Pasal 374 yang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Barang siapa;
2. Dengan sengaja dan melawan hukum;
3. Mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain;
4. Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
5. Penguasaan barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencariannya atau karena mendapat upah untuk itu;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, telah terungkap bahwa saat mau meeting, terdakwa mengambil handphone terdakwa di meja, tetapi ternyata yang terbawa oleh terdakwa adalah r0k0k sisa yang berisi 11 batang, Terdakwa baru tahu kalau ternyata tedakwa keliru mengambil handphone dengan r0k0k sisa tester, lalu oleh terdakwa r0k0k tersebut dimasukkan ke saku celana hingga saat terdakwa kembali ke ruang kerja menyelesaikan tugas-tugas, tetapi sampai pulang terdakwa terlupa r0k0k tersebut tetap ada di saku celana terdakwa ketika sampai melewati pos satpam, dihentikan oleh satpam bersamaan dengan 3 (tiga) karyawan lainnya, kemudian terdakwa digeledah dan ternyata di saku celana terdakwa ditemukan 1 (satu) pak r0k0k yang masih isi 11 batang;
“Menimbang, bahwa terdakwa di persidangan telah membenarkan bahwa r0k0k tersebut telah terdakwa masukkan ke dalam saku celana ketika berada di ruang meeting, dan terdakwa telah mengetahui bahwa karyawan dilarang membawa barang milik perusahaan termasuk r0k0k;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian di atas, terdakwa telah memasukkan 1 bungkus r0k0k 12 berisi sebelas batang ke dalam saku celananya, perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajibannya sebagai petugas yang dipercaya mengawasi, kontrol r0k0k apakah r0k0k tersebut sudah layak atau belum dipasarkan. Seharusnya terdakwa setelah mengetahui bukan HP yang terdakwa bahwa melainkan r0k0k sisa tester, semestinya terdakwa segera mengembalikan r0k0k tersebut, bukan malah dimasukkan ke dalam saku celananya. Sedangkan terdakwa mengetahui bahwa perbuatan itu dilarang oleh perusahaan;
“Menimbang, ... perbuatan tersebut bertentangan dan kewajibannya sebagai petugas yang dipercaya tugas terdakwa sebagai kepala bagian mesin mengecek, mengawasi, dan kontrol r0k0k, apakah r0k0k tersebut sudah layak atau belum untuk dipasarkan... r0k0k berisi 11 batang tersebut adalah milik PT. ... atau setidak-tidaknya bukan milik terdakwa;
“Menimbang, bahwa apabila hal tersebut dihubungkan dengan uraian pertimbangan di atas, terbukti bahwa sisa r0k0k tester yang dibawa oleh terdakwa adalah bukan karena kejahatan (namun penggelapan dalam jabatan);
“Menimbang, bahwa untuk mewujudkan tujuan pemidanaan yang pada dasarnya bukan balas dendam semata melainkan ditujukan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat, berikut akan dipertimbangkan aspek yuridis, aspek sosiologis, dan aspek filosofis yang ditempatkan dalam bingkai keadilan, dimana pertimbangan tersebut Majelis perlu uraikan dan jelaskan sebagai wujud pertanggung-jawaban Majelis kepada masyarakat, ilmu hukum, rasa keadilan dan kepastian hukum, negara dan bangsa, serta Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;
“Menimbang, bahwa dari aspek yuridis dalam perkara a quo, Terdakwa diajukan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan melanggar Pasal 374 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara, bila hal tersebut dihubungkan dengan ketentuan Pasal 21 Ayat (4) huruf (a) bahwa tindak pidana yang diancamkan kepada Terdakwa secara yuridis memang dapat dikenakan penahanan baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan, terlepas dari objek yang dicuri oleh pelaku, undang-undang (dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) memberikan batasan bahwa ‘barang’ adalah sesuatu yang memiliki nilai ekonomis minimal sebesar Rp. 250,- dalam praktik sekarang jelas akan menimbulkan kesulitan, lebih-lebih dengan perkembangan kehidupan masyarakat yang cepat sementara perkembangan hukum yang lambat bila tidak boleh dibilang stagnan. Ketentuan tersebut akan berbenturan dengan rasa keadilan, karena nilai uang Rp. 250;- saat sekarang ini dianggap sebagai nilai yang sangat kecil dan tidak patut untuk dipidana seorang yang mengambil barang seharga Rp. 250;- tersebut, sebagaimana dalam kasus ini masyarakat tentu merasa dan menganggap keadilan telah ternoda dengan diadilinya terdakwa karena hanya menggelapkan satu bungkus r0k0k sisa tester dari suatu pabrik yang membuat r0k0k dengan omset miliaran rupiah.
“Menimbang bahwa dari aspek sosiologis hal di atas oleh Terdakwa atau masyarakat tentu dirasa sebagai bentuk perlakuan tidak adil karena terdakwa yang telah mengabdi pada Perusahaan PT. ... selama kurang lebih 30 tahun dengan prestasi yang bagus hingga menduduki jabatan eselon IV, diajukan ke persiangan hanya lantaran menggelapkan 1 bungkus r0k0k yang berisi 11 batang, perlakuan demikian dianggap sebagai suatu ketidakadilan;
“Menimbang, bahwa dari aspek filosofis penegakan hukum pidana haruslah objektif berlaku asas persamaan hak di muka hukum, tidak membeda-bedakan orang. Apalagi bila dihubungkan dengan tujuan pemidanaan itu sendiri, yaitu dengan pemidanaan bertujuan:
1. untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;
2. mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikannya orang baik dan berguna, serta mampu untuk hidup bermasyarakat;
3. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;
4. membebaskan rasa bersalah pada terdakwa. Dan yang lebih utama adalah pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan harkat dan martabat manusia;
“Menimbang, bahwa sekecil apapun kesalahan terdakwa pada intinya telah menimbulkan konflik atas perbuatan terdakwa tersebut, dalam hal ini peraturan yang berlaku dalam perusahaan r0k0k PT. ... memang melarang setiap karyawan untuk membawa keluar barang milik perusahaan, hal itu telah diketahui oleh terdakwa, apalagi terdakwa sebagai pejabat eselon IV dalam perusahan tersebut sehingga seharusnya dapat menjadi panutan bagi bawahannya. Bila hal tersebut dibiarkan tentu sangat memengaruhi kinerja buruh-buruh yang lain. Berpijak pada alasan tersebut, maka Majelis Hakim berpendapat pemidanaan sebagaimana akan disebutkan dalam bagian amar putusan ini relevan dengan maksud dan tujuan pemidanaan;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim dengan tidak mengurangi keinginan terdakwa dan masyarakat umum sebagaimana terurai di atas, di sisi yang lain dituntut pula untuk menegakkan keadilan, dimana keadilan itu bukan hanya untuk milik terdakwa saja melainkan milik semuanya masyarakat pencari keadilan, termasuk di dalamnya pihak korban yang telah merasa dirugikan akibat perbuatan terdakwa, maka Majelis dalam menjatuhkan pidana tetap memperhatikan serata berpijak pada keadilan;
“Menimbang, bahwa Keadilan menurut John Rawl ssebagaimana dikutip H.R. Soejadi, yang dikemukakan dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar Fakultas Filsafat UGM, 7 April 2003: ‘Bahwa keadilan merupakan nilai yang mewujudkan keseimbangan antara tujuan-tujuan pribadi dan tujuan-tujuan bersama. Digambarkannya bahwa nilai keadilan tidak mengenal kompromi. Dalam masyarakat yang adil timbulnya ketidakadilan tidak pernah diizinkan kecuali untuk menghindarkan suatu ketidakadilan yang lebih besar.’ (Abdul Ghufur Anshori, 2008: 95).
“Lebih jauh John Rawls menggambarkan keadilan itu sebagai suatu system orkes besar yang di dalamnya para pemain bermain dengan instrumennya sendiri-sendiri, yang dapat bergembira atas prestasi bersama maupun sendiri-sendiri. Yang dimaksudkan di sini ialah bahwa masyarakat merupakan hidup bersama yang di dalamnya tercapai suatu keseimbangan antara kepentingan-kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.
“Menarik perhatian bahwa peraturan yang adil menjadi wasit guna mempertahankan hidup bersama yang baik, karena hal ini menggambarkan adanya atau terselenggaranya rule of law. Bahwa  hidup tunduk kepada hukum yang berlaku. (Abdul Ghufur Anshori, 2008: 95).
“Menimbang, bahwa dalam system penyelenggaraan hukum pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan akan mempunyai konsekuensi yang luas, baik yang menyangkut langsung pelaku tindak pidana maupun masyarakat secara luas. Lebih-lebih kalau keputusan pidana tersebut dianggap tidak tepat, maka akan menimbulkan reaksi yang ‘kontroversial’ sebab kebenaran di dalam hal ini sifatnya adalah relative tergantung dari mana kita memandangnya.
“Menimbang, bahwa disparitas pidana akan berakibat fatal bilamana dikaitkan dengan ‘correction administration’. Menurut Prof. Dr. Muladi, S.H. dan Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H. dalam bukunya Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, menyatakan: ‘Terpidana yang setelah memperbandingkan pidana kemudian merasa menjadi korban ‘the judical caprice’, akan menjadi terpidana yang tidak menghargai hukum, padahal penghargaan terhadap hukum tersebut merupakan salah satu target didalam tujuan pemidanaan.
“Menimbang, bahwa dengan mengingat perbuatan Terdakwa yang dilakukan hanya menggelapkan 1 bungkus r0k0k berisi 11 batang r0k0k sisa tester dari parbik r0k0k PT. ... dan ternyata Terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya karena telah keburu tertangkap, tidaklah adil dijatuhi pidana yang berat, karena tujuan pemidanaan bukanlah sekadar balas dendam semata, melainkan ditujukan untuk mendidik dan mencegah anggota masyarakat yang lain melakukan perbuatan yang dapat dihukum;
“Menimbang, bahwa dalam perkara-perkara yang sejenis telah dijatuhkan hukuman pidana bersyarat seperti halnya pencurian semangka dan perkara-perkara lain yang objeknya relatif kecil; [Note SHIETRA & PARTNERS: Inilah yang dimaksud dengan ‘Ilmu hukum sebagai ilmu tentang prediksi’.]
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian diatas hukuman pidana bersyarat yang akan dijatuhkan menurut hemat Majelis hakim telah cukup adil dan bijaksana karena tidak akan menimbulkan disparitas pemidanaan yang sangat mencolok dan drastis, menghindarkan Terdakwa merasa sebagai korban ‘the judicial caprice’ bertentangan dengan tujuan pemidanaan.
“Dengan penjatuhan pidana bersyarat diharapkan pula akan membentuk suatu politik hukum, khususnya kepada Penegak Hukum dalam penangangan kasus dengan objek kerugian yang sangat kecil tidak dilakukan secara yuridis formal belaka melainkan mengedepankan nilai-nilai keadilan masyarakat, sambil menunggu disyahkannya Undang-Undang Hukum Pidana yang baru;
“Menimbang, bahwa selain hal-hal yang berutai di atas, berikut akan dipertimbangkan pula hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan hukuman bagi Terdakwa;
Hal-hal yang memberatkan:
- Terdakwa sebagai pejabat dalam perusahaan PT. ... seharusnya memberikan contoh yang baik bagi bawahannya;
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa mengaku bersalah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya;
- Terdakwa sopan dan berterus terang di persiangan sehingga melancarkan jalannya persidagnan;
- Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga;
Perbuatan terdakwa dilakukan bukan atas dasar kesengajaan secara mutlak untuk memiliki barang tersebut;
Perbuatan terdakwa terjadi akrena kekhilafan terdakwa yang tengah dirudung kesedihan karena anaknya dinyatakan positif menderita lheukimia, sehingga terdakwa tidak dapat berkonsentrasi secara penuh dalam bekerja; [Note Penulis: Adalah memang sudah sewajarnya dan sepatutnya penjual r0k0k mengalami musibah penyakit terkait r0k0k. Juga merupakan keberuntungan bagi Terdakwa untuk mencari tempat dan bidang usaha lain dalam mencari nafkah untuk keluarganya. Bila Terdakwa tidak tersandung masalah hukum ini, mungkin saja seumur hidupnya akan mengabdi untuk perusahaan penghancur kesehatan masyarakat, terutama per0k0k pasif di Indonesia.]
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘penggelapan dalam jabatan’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama : 1 (satu) bulan.
3. Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindakan tindak pidana sebelum masa percobaan 2 (dua) bulan telah berakhir;
4. Memerintahkan barang bukti 1 bungkus r0k0k isi 11 batang dikembalikan pada pihak PT. ... .”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih PayahHak CiptaHak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.