(DROP DOWN MENU)

Berlatih RITUAL Vs. Berlatih Moralitas, Pikiran, dan Kebijaksanaan

DOSA dan PENGHAPUSAN DOSA, LEBIH AURAT DARIPADA AURAT

Sekujur Tubuh Ditutupi, namun Dosa dan Penghapusan Dosa Diubar, Dikampanyekan, Dipromosikan, bahkan Dipertontonkan secara Vulgar oleh Para Pendosawan yang Berdelusi Memonopoli Alam Surgawi

Question: Selama ini agama samawi dikenal sebagai agama yang umatnya paling suka pamer “paling sibuk” beribadah setiap harinya. Namun benarkan begitu, cara menjadi seorang spiritualis yang benar-benar layak dikagumi dan dipuji? Besar sekali mulut mereka bericara perihal Tuhan dan alam surga, lengkap dengan pakaian atau busana agamais mereka.

Brief Answer: Sang Buddha telah menyatakan dengan tegas, ritual tidak dapat mensucikan diri si pelaku ritual. Apa gunanya ritual hingga “jungkir-balik” sepanjang hidupnya sekalipun, bilamana kesemua itu ialah “omong kosong” miskin esensi. Ibarat seseorang memakan banyak “junk food”, tetap saja yang yang dimakannya ialah “junk food” yang tidak menyehatkan, bisa jadi “toxic”. Jika memang mereka sehebat itu, namun mengapa faktanya mereka begitu pengecutnya untuk bertanggung-jawab atas perbuatan / perilaku mereka sendiri yang telah pernah menyakiti, merugikan, ataupun melukai orang-orang lainnya sehingga menjadi budak ideologi “penghapusan dosa” dan menjual jiwanya demi “penghapsuan dosa”?

Disaat bersamaan, mereka begitu pemalasnya menyingsingkan lengan baju untuk menanam benih-benih perbuatan baik, dimana mereka hanya mampu sibuk menjilat, memohon, mengemis (pendosa penjilat penuh dosa). Lantas, superior dimananya selain sekadar delusi? Yang berisik, belum tentu pekerja keras. Ibarat seseorang bekerja di sebuah dapur di restoran, pekerja yang kerap membuat suara-suara gaduh seolah-olah selama ini bekerja keras, demi menarik perhatian majikannya, belum tentu jiwa dan pikirannya ialah untuk bekerja.

Mereka yang bekerja dalam hening, belum tentu tidak bekerja keras. Mereka, para pendosawan tersebut, sejatinya merupakan pengecut sekaligus sebagai pecundang kehidupan yang dibiasakan dan terbiasa bergaya hidup narsistik, hanya saja membalut wajah dan praktik ritual mereka dalam kemasan “suci” meski “narsis luar biasa”. Memuliakan Tuhan, adalah dengan menjadi manusia yang mulia, bukan menjadi manusia “pendosa yang narsis”. Perlu juga dipahami, bahwa selama ini mereka menutupi sekujur tubuh mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, dengan menyebutnya sebagai “aurat”.

Sejatinya, “aurat” tertinggi ialah berbuat dosa atau perbuatan buruk yang tercela. Terlebih, ideologi “penghapusan dosa” secara hakiki “lebih aurat daripada aurat”—yang gilanya, dipertontonkan secara vulgar, dikampanyekan dengan pengeras suara tempat ibadah, diumbar serta diobral, bahkan dipromosikan dan dijadikan “life style”. Hanya seorang pendosa, yang butuh iming-iming korup semacam “penghapusan dosa”. Tidak mengherankan, ketika Sang Buddha menjuluki para pendosawan tersebut sebagai “orang buta”—semata karena mereka tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang terpuji dan mana yang tercela, mana yang hitam dan mana yang putih, bahkan gagal membedakan mana surga dan mana neraka.

PEMBAHASAN:

Pecandu ideologi “penghapusan dosa” yang telah menggadaikan jiwanya demi menjadi pecandu ideologi “peghapusan dosa”, tidak mungkin bisa berlatih dengan standar yang lebih tinggi—semisal tidak kompromi bagi perbuatan buruk, karena mind-set para pengikut ideologi penghapusan dosa ialah : BUAT DOSA, SIAPA TAKUT? ADA PENGHAPUSAN DOSA! MERUGI, BILA  TIDAK MENIKMATI IMING-IMING PENGHAPUSAN DOSA!... Sekalipun, “too good to be true”. Namun mau bagaimana lagi, para pelanggan tetap ideologi “abolition of sins” tersebut memiliki dosa-dosa segunung, karena setiap harinya mengoleksi dosa, memproduksi dosa, berkubang dalam dosa, menimbun diri dengan berbukit-bukit dosa, sehingga gunungan dosa mereka telah menjelma “too big to be fall”.

Bagi para pendosawan (pecundang kehidupan) tersebut yang masih berdelusi sebagai agama paling superior, tidak akan mampu menjalani standar dalam ibadah Buddhisme sebagaimana dapat kita rujuk langsung khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID 1”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara, dengan kutipan sebagai berikut:

V. Segumpal Garam

92 (1) Mendesak

“Para bhikkhu, ada tiga tugas mendesak seorang petani. Apakah tiga ini? (1) Pertama, petani itu dengan cepat namun menyeluruh membajak lahan dan dengan cepat namun menyeluruh menggaruknya. (2) Berikutnya, ia dengan cepat menanam benih-benih.

(3) Dan kemudian ia dengan cepat [240] mengairi dan mengeringkan lahan. Ini adalah ketiga tugas mendesak seorang petani.

“Petani ini tidak memiliki kekuatan batin atau kekuatan spiritual [yang dengannya ia dapat memerintahkan]: ‘Semoga tanamanku mulai tumbuh hari ini! Semoga tanamanku menjadi tinggi besok! Semoga tanamanku berbuah lusa!’ Tetapi, dengan perubahan musim, akan tiba waktunya ketika tanaman itu tumbuh, tinggi, dan berbuah.

“Demikian pula, para bhikkhu, ada tiga tugas mendesak seorang bhikkhu. Apakah tiga ini? (1) Menjalankan latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, (2) menjalankan latihan dalam pikiran yang lebih tinggi, dan (3) menjalankan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Ini adalah ketiga tugas mendesak seorang bhikkhu.

“Bhikkhu ini tidak memiliki kekuatan batin atau kekuatan spiritual [yang dengannya ia dapat memerintahkan]: ‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan hari ini, atau besok, atau lusa!’ Sebaliknya, sewaktu bhikkhu ini berlatih dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, pikiran yang lebih tinggi, dan kebijaksanaan yang lebih tinggi, akan tiba waktunya ketika pikirannya terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami harus memiliki keinginan kuat untuk menjalankan latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, latihan dalam pikiran yang lebih tinggi, dan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”

~0~

93 (2) Keterasingan

“Para bhikkhu, para pengembara sekte lain mengajarkan tiga jenis keterasingan ini. Apakah tiga ini? Keterasingan sehubungan dengan jubah, keterasingan sehubungan dengan makanan, dan keterasingan sehubungan dengan tempat tinggal.

“Ini, para bhikkhu, adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan jubah: mereka mengenakan jubah rami, jubah dari kain campuran rami, jubah dari kain pembungkus mayat, jubah dari potongan-potongan kain; jubah yang terbuat dari kulit pohon, kulit antelop, cabikan kulit antelop; jubah yang terbuat dari rumput kusa, kain kulit kayu, atau kain serutan-kayu; selimut yang terbuat dari rambut kepala atau dari wol binatang, [241] penutup yang terbuat dari sayap burung hantu. Itu adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan jubah.

“Ini adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan makanan: mereka memakan dedaunan, milet, beras hutan, kulit-kupasan, lumut, kulit padi, sisa-sisa beras, tepung wijen, rumput, atau kotoran sapi. Mereka bertahan hidup dari akar-akaran hutan dan buah-buahan; mereka memakan buah-buahan yang jatuh. Itu adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan makanan.

“Ini adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan tempat tinggal: hutan, bawah pohon, tanah pekuburan, tempat tinggal terpencil di hutan dan belantara, ruang terbuka, tumpukan jerami, gubuk jerami. Itu adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan tempat tinggal.

“Ini adalah ketiga jenis keterasingan yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain.

“Dalam Dhamma dan disiplin ini, para bhikkhu, ada tiga jenis keterasingan ini bagi seorang bhikkhu. Apakah tiga ini?

“Di sini, (1) seorang bhikkhu bermoral; ia telah meninggalkan ketidak-bermoralan dan tetap terasing darinya. (2) Ia menganut pandangan benar; ia telah meninggalkan pandangan salah dan tetap terasing darinya. (3) Ia adalah seorang yang noda-nodanya telah dihancurkan; ia telah meninggalkan noda-noda dan tetap terasing darinya.

“Ketika seorang bhikkhu bermoral, seorang yang telah meninggalkan ketidak-bermoralan dan tetap terasing darinya; ketika ia adalah seorang yang berpandangan benar, yang telah meninggalkan pandangan salah dan tetap terasing darinya; ketika ia adalah seorang yang noda-nodanya telah dihancurkan, yang telah meninggalkan noda-noda dan tetap terasing darinya, maka ia disebut seorang bhikkhu yang telah mencapai yang terunggul, mencapai inti, seorang yang murni dan kokoh dalam inti.

“Misalkan, para bhikkhu, ada seorang petani yang lahan padinya telah matang. Petani itu akan dengan cepat memotong tanamannya. Kemudian ia akan dengan cepat mengumpulkan tanaman-tanaman itu. Kemudian ia akan dengan cepat [242] membawanya [ke tempat penggilingan]. Kemudian ia akan dengan cepat menumpuknya, menggilingnya, memisahkan jeraminya, memisahkan tangkainya, dan menampinya. Kemudian ia akan dengan cepat membawanya, menumbuknya, dan memisahkan sekamnya. Dengan cara ini, butir-butiran beras si petani akan menjadi yang terbaik, mencapai inti, murni, dan kokoh dalam inti.

“Demikian pula, para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu bermoral … seorang yang berpandangan benar … seorang yang telah meninggalkan noda-noda dan tetap terasing darinya, maka ia disebut seorang yang terunggul, yang mencapai inti, murni, dan kokoh dalam inti.”

~0~

IV. Para Petapa

81 (1) Para Petapa

“Para bhikkhu, ada tiga tugas pertapaan ini yang harus dipraktikkan oleh seorang petapa. Apakah tiga ini? (1) Menjalankan latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, (2) menjalankan latihan dalam pikiran yang lebih tinggi, dan (3) menjalankan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Ini adalah ketiga tugas pertapaan yang harus dipraktikkan oleh seorang petapa.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami harus memiliki keinginan kuat untuk menjalankan latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi; kami harus memiliki keinginan kuat untuk menjalankan latihan dalam pikiran yang lebih tinggi; kami harus memiliki keinginan kuat untuk menjalankan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”

~0~

82 (2) Keledai 518

“Para bhikkhu, misalkan seekor keledai mengikuti persis di belakang sekelompok sapi, [dengan berpikir]: ‘aku juga seekor sapi, aku juga seekor sapi.’519 (1) Tetapi penampilannya tidak menyerupai sapi-sapi itu, (2) ringkikannya tidak seperti sapi-sapi itu, dan (3) jejak kakinya tidak menyerupai jejak kaki sapi-sapi itu. Namun ia mengikuti persis di belakang sekelompok sapi, [dengan berpikir]: ‘aku juga seekor sapi, aku juga seekor sapi.’

“Demikian pula, seorang bhikkhu mungkin mengikuti persis di belakang Sagha para bhikkhu, [dengan berpikir]: ‘aku juga seorang bhikkhu, aku juga seorang bhikkhu.’ (1) Tetapi keinginannya untuk menjalankan latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi tidak menyerupai bhikkhu-bhikkhu lain tersebut; (2) keinginannya untuk menjalankan latihan dalam pikiran yang lebih tinggi tidak menyerupai bhikkhu-bhikkhu lain tersebut; (3) keinginannya untuk menjalankan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi tidak menyerupai bhikkhu-bhikkhu lain tersebut. Namun ia mengikuti persis di belakang Sagha para bhikkhu, [dengan berpikir]: ‘aku juga seorang bhikkhu, aku juga seorang bhikkhu.’

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami harus memiliki keinginan kuat untuk menjalankan latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi; kami harus memiliki keinginan kuat untuk menjalankan latihan dalam pikiran yang lebih tinggi; kami harus memiliki keinginan kuat untuk menjalankan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”

~0~

83 (3) Lahan

“Para bhikkhu, ada tiga tugas persiapan bagi seorang petani. Apakah tiga ini? (1) Di sini, petani pertama-tama membajak dan menggaruk lahan secara menyeluruh. (2) Selanjutnya, ia menanam benih pada waktu yang tepat. (3) Dan kemudian ia sewaktu-waktu mengairi [230] dan mengeringkan lahan itu. Ini adalah ketiga tugas persiapan bagi seorang petani.

“Demikian pula, ada tiga tugas persiapan bagi seorang bhikkhu. Apakah tiga ini? (1) Menjalankan latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, (2) menjalankan latihan dalam pikiran yang lebih tinggi, dan (3) menjalankan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Ini adalah ketiga tugas persiapan bagi seorang bhikkhu.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami harus memiliki keinginan kuat untuk menjalankan latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi … latihan dalam pikiran yang lebih tinggi … latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”

~0~

84 (4) Vajji Muda

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian seorang bhikkhu Vajji tertentu mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan berkata kepadanya:

“Bhante, setiap setengah bulan lebih dari seratus lima puluh aturan dilafalkan. Aku tidak dapat berlatih di dalamnya.”

Dapatkah engkau berlatih dalam tiga latihan, Bhikkhu: latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, latihan dalam pikiran yang lebih tinggi, dan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi?

Dapat, Bhante.”

“Oleh karena itu, Bhikkhu, berlatihlah dalam tiga latihan: latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, latihan dalam pikiran yang lebih tinggi, dan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Sewaktu engkau berlatih di dalamnya, engkau akan meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Dengan ditinggalkannya nafsu, kebencian, dan delusi, engkau tidak akan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat atau mendatangi apa pun yang buruk.”

Kemudian, beberapa waktu kemudian, bhikkhu itu berlatih dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, pikiran yang lebih tinggi, dan kebijaksanaan yang lebih tinggi. Sewaktu ia [231] berlatih di dalamnya, ia meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Dengan ditinggalkannya nafsu, kebencian, dan delusi, ia tidak melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat atau mendatangi apa pun yang buruk.”

~0~

85 (5) Seorang Yang Masih Berlatih

Seorang bhikkhu tertentu mendatangi Sang Bhagavā … dan berkata kepada Beliau: “Bhante, dikatakan: ‘Seorang yang masih berlatih, seorang yang masih berlatih.’ Dengan cara bagaimanakah seseorang disebut seorang yang masih berlatih?”

“Ia berlatih, Bhikkhu, oleh karena itu ia disebut seorang yang masih berlatih. Dan dalam apakah ia berlatih? Ia berlatih dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi; ia berlatih dalam pikiran yang lebih tinggi; ia berlatih dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Ia berlatih, Bhikkhu, oleh karena itu ia disebut seorang yang masih berlatih.”

Ketika ia yang masih berlatih melakukan latihan di sepanjang jalan yang lurus, pengetahuan hancurnya muncul terlebih dulu yang segera diikuti dengan pengetahuan akhir.

[Kitab Komentar : 520 Mp: Pengetahuan hancurnya muncul pertama kali (khayasmipathama ñāam): pertama-tama pengetahuan sang jalan muncul, disebut pengetahuan hancurnya karena merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan sang jalan, yang disebut hancurnya karena menghancurkan kekotoran. Segera diikuti dengan pengetahuan akhir (tato aññā anantarā): segera setelah pengetahuan jalan ke empat muncul, maka buah Kearahattaan muncul.]

Setelah itu, ketika belenggu-belenggu penjelmaan dihancurkan, bagi seorang yang terbebaskan melalui pengetahuan akhir, pengetahuan muncul:

Kebebasanku tak tergoyahkan.”

~0~

86 (6) Proses Latihan (1)

“Para bhikkhu, setiap setengah bulan lebih dari seratus lima puluh aturan latihan dilafalkan; orang-orang yang menginginkan kebaikan mereka sendiri akan berlatih dalam aturan-aturan ini. Aturan-aturan ini seluruhnya membentuk tiga latihan ini. Apakah tiga ini? Latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, latihan dalam pikiran yang lebih tinggi, dan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Ini adalah ketiga latihan yang terbentuk dari semua aturan tersebut.

“Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu memenuhi perilaku bermoral, tetapi melatih konsentrasi dan kebijaksanaan hanya hingga batas menengah. Ia jatuh dalam pelanggaran sehubungan dengan aturan-aturan latihan minor dan ringan dan merehabilitasi dirinya sendiri. Karena alasan apakah? Karena Aku tidak mengatakan bahwa ia tidak mampu dalam hal ini.

[Kitab Komentar :

Khuddānukhuddakāni sikkhāpadāni. Tidak lama sebelum wafat, Sang Buddha memperbolehkan para bhikkhu, jika mereka menghendaki, untuk menghapuskan aturan-aturan ini. Akan tetapi, dalam kisah konsili Buddhis pertama dalam Vinaya, para bhikkhu tidak memastikan aturan-aturan mana yang minor dan oleh karena itu memutuskan untuk mempertahankan semuanya.

Para guru yang memiliki kekhususan dalam Anguttara Nikāya, mengatakan, “Terlepas dari empat pārājika (pelanggaran yang mengakibatkan pengusiran), semua lainnya adalah kecil dan minor” (ime pana aguttaramahānikāyavaañjanaka-ācariyā ‘cattāri pārājikāni hapetvā sesāni sabbānipi khuddānukhuddakāni’).

Versi terjemahan lain menyebutkan : “Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa adalah tidak mungkin bagi seorang mulia untuk jatuh ke dalam pelanggaran demikian dan direhabilitasi” (bhikkhave na hi mayā ettha evarūpa āpatti āpajjane ca vuṭṭhāne ca ariyapuggalassa abhabbatā kathitā).]

“Tetapi sehubungan dengan aturan-aturan latihan itu yang menjadi dasar bagi kehidupan spiritual, yang selaras dengan kehidupan spiritual, perilakunya adalah konstan dan kokoh. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan kehancuran sepenuhnya tiga belenggu, [232] ia menjadi seorang pemasuk arus, tidak lagi tunduk pada [kelahiran kembali] di alam rendah, pasti dalam tujuannya, dengan pencerahan sebagai tujuannya.

[Kitab Komentar : Aturan-aturan latihan itu yang fundamental bagi kehidupan spiritual : ini adalah empat aturan latihan utama yang fundamental bagi kehidupan spiritual sang jalan. Yang selaras dengan kehidupan spiritual: [aturan-aturan] yang sama ini adalah selaras dengan, sesuai untuk, kehidupan spiritual empat jalan. (ādibrahmacariyikānī ti maggabrahmacariyassa ādibhūtāni cattāri mahāsīlasikkhāpadāni; brahmacariyasāruppānī ti tāni yeva catumaggabrahmacariyassa sāruppāni anucchavikāni).]

“Seorang bhikkhu lainnya memenuhi perilaku bermoral, tetapi melatih konsentrasi dan kebijaksanaan hanya hingga batas menengah. Ia jatuh dalam pelanggaran sehubungan dengan aturan-aturan latihan minor dan ringan dan merehabilitasi dirinya sendiri. Karena alasan apakah? Karena Aku tidak mengatakan bahwa ia tidak mampu dalam hal ini. Tetapi sehubungan dengan aturan-aturan latihan itu yang menjadi dasar bagi kehidupan spiritual, yang selaras dengan kehidupan spiritual, perilakunya adalah konstan dan kokoh. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan kehancuran sepenuhnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian, dan delusi, ia menjadi seorang yang-kembali-sekali yang, setelah kembali ke dunia ini satu kali lagi, ia akan mengakhiri penderitaan.

“Seorang bhikkhu lainnya memenuhi perilaku bermoral dan konsentrasi, tetapi melatih kebijaksanaan hanya hingga batas menengah. Ia jatuh dalam pelanggaran sehubungan dengan aturan-aturan latihan minor dan ringan dan merehabilitasi dirinya sendiri. Karena alasan apakah? Karena Aku tidak mengatakan bahwa ia tidak mampu dalam hal ini. Tetapi sehubungan dengan aturan-aturan latihan itu yang menjadi dasar bagi kehidupan spiritual, yang selaras dengan kehidupan spiritual, perilakunya adalah konstan dan kokoh. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan kehancuran sepenuhnya lima belenggu yang lebih rendah, ia menjadi seorang yang terlahir spontan, akan mencapai nibbāna akhir di sana tanpa kembali dari alam itu.

“Seorang bhikkhu lainnya memenuhi perilaku bermoral, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Ia jatuh dalam pelanggaran sehubungan dengan aturan-aturan latihan minor dan ringan dan merehabilitasi dirinya sendiri. Karena alasan apakah? Karena Aku tidak mengatakan bahwa ia tidak mampu dalam hal ini. Tetapi sehubungan dengan aturan-aturan latihan itu yang menjadi dasar bagi kehidupan spiritual, yang selaras dengan kehidupan spiritual, perilakunya adalah konstan dan kokoh. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan hancurnya noda-noda, ia merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Demikianlah, para bhikkhu, seorang yang berlatih sebagian akan berhasil sebagian; seorang yang berlatih sepenuhnya akan mencapai pemenuhan. Aturan-aturan latihan ini, Aku katakan, adalah tidak mandul.”

~0~

87 (7) Proses Latihan (2)

“Para bhikkhu, setiap setengah bulan lebih dari seratus lima puluh aturan latihan dilafalkan; orang-orang yang menginginkan kebaikan mereka sendiri [233] akan berlatih dalam aturan-aturan ini. Aturan-aturan itu membentuk tiga latihan ini. Apakah tiga ini? Latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, latihan dalam pikiran yang lebih tinggi, dan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Ini adalah ketiga latihan yang dibentuk dari semua aturan tersebut.

“Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu memenuhi perilaku bermoral, tetapi melatih konsentrasi dan kebijaksanaan hanya hingga batas menengah. Ia jatuh dalam pelanggaran sehubungan dengan aturan-aturan latihan minor dan ringan dan merehabilitasi dirinya sendiri. Karena alasan apakah? Karena Aku tidak mengatakan bahwa ia tidak mampu dalam hal ini. Tetapi sehubungan dengan aturan-aturan latihan itu yang menjadi dasar bagi kehidupan spiritual, yang selaras dengan kehidupan spiritual, perilakunya adalah konstan dan kokoh. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan kehancuran sepenuhnya tiga belenggu, ia menjadi seorang pencapai maksimum-tujuh-kali yang, setelah berkelana dan mengembara di antara para deva dan manusia paling banyak tujuh kali, ia akan mengakhiri penderitaan.

[Kitab Komentar : Ini adalah yang pertama, yang paling lambat, dari ketiga tingkat pemasuk-arus. Kedua lainnya disebutkan persis di bawah. Nama Pāli untuk ketiga ini, berturut-turut adalah: sattakkhattuparama, kolakola, dan ekabījī.]

“Dengan kehancuran sepenuhnya tiga belenggu, ia menjadi seorang pencapai dari-keluarga-ke-keluarga yang, setelah berkelana dan mengembara di antara keluarga-keluarga yang baik dua atau tiga kali, ia akan mengakhiri penderitaan. Dengan kehancuran sepenuhnya tiga belenggu, ia menjadi seorang pencapai satu-benih yang, setelah terlahir kembali satu kali lagi dalam kehidupan manusia, ia akan mengakhiri penderitaan. Dengan kehancuran sepenuhnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian, dan delusi, ia menjadi seorang yang-kembali-sekali yang, setelah kembali ke dunia ini satu kali lagi, ia akan mengakhiri penderitaan.

“Seorang bhikkhu lainnya memenuhi perilaku bermoral dan konsentrasi, tetapi melatih kebijaksanaan hanya hingga batas menengah. Ia jatuh dalam pelanggaran sehubungan dengan aturan-aturan latihan minor dan ringan dan merehabilitasi dirinya sendiri. Karena alasan apakah? Karena Aku tidak mengatakan bahwa ia tidak mampu dalam hal ini. Tetapi sehubungan dengan aturan-aturan latihan itu yang menjadi dasar bagi kehidupan spiritual, yang selaras dengan kehidupan spiritual, perilakunya adalah konstan dan kokoh. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan kehancuran sepenuhnya lima belenggu yang lebih rendah, ia melambung ke atas, mengarah menuju alam Akaniṭṭha … seorang pencapai nibbāna melalui usaha … seorang pencapai nibbāna tanpa usaha … seorang pencapai nibbāna ketika mendarat … seorang pencapai nibbāna pada masa interval.

[Kitab Komentar : 526 Ini adalah lima tingkat yang-tidak-kembali, disajikan di sini dari tingkat yang paling lambat hingga yang paling tajam.]

“Seorang bhikkhu lainnya memenuhi perilaku bermoral, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Ia [234] jatuh dalam pelanggaran sehubungan dengan aturan-aturan latihan minor dan ringan dan merehabilitasi dirinya sendiri. Karena alasan apakah? Karena Aku tidak mengatakan bahwa ia tidak mampu dalam hal ini. Tetapi sehubungan dengan aturan-aturan latihan itu yang menjadi dasar bagi kehidupan spiritual, yang selaras dengan kehidupan spiritual, perilakunya adalah konstan dan kokoh. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan hancurnya noda-noda, ia merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Demikianlah, para bhikkhu, seorang yang berlatih sebagian akan berhasil sebagian, seorang yang berlatih sepenuhnya akan mencapai pemenuhan. Aturan-aturan latihan ini, Aku katakan, adalah tidak mandul.”

~0~

88 (8) Proses Latihan (3)

“Para bhikkhu, setiap setengah bulan lebih dari seratus lima puluh aturan latihan dilafalkan; orang-orang yang menginginkan kebaikan mereka sendiri akan berlatih dalam aturan-aturan ini. Aturan-aturan ini membentuk tiga latihan ini. Apakah tiga ini? Latihan dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi, latihan dalam pikiran yang lebih tinggi, dan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Ini adalah ketiga latihan yang dibentuk dari semua aturan tersebut.

“Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu memenuhi perilaku bermoral, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Ia jatuh dalam pelanggaran sehubungan dengan aturan-aturan latihan minor dan ringan dan merehabilitasi dirinya sendiri. Karena alasan apakah? Karena Aku tidak mengatakan bahwa ia tidak mampu dalam hal ini. Tetapi sehubungan dengan aturan-aturan latihan itu yang menjadi dasar bagi kehidupan spiritual, yang selaras dengan kehidupan spiritual, perilakunya adalah konstan dan kokoh. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan hancurnya noda-noda, ia merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Jika ia tidak mencapai dan menembus ini, dengan kehancuran sepenuhnya lima belenggu yang lebih rendah, ia menjadi seorang pencapai nibbāna pada masa interval. Jika ia tidak mencapai dan menembus ini, dengan kehancuran sepenuhnya lima belenggu yang lebih rendah, ia menjadi seorang pencapai nibbāna ketika mendarat … seorang pencapai nibbāna tanpa usaha … seorang pencapai nibbāna melalui usaha … seorang yang melambung ke atas, mengarah menuju alam Akaniṭṭha.

[Kitab Komentar : Yang dimaksud dengan “Jika ia tidak mencapai dan menembus ‘ini’”, ialah “Jika ia tidak mencapai dan menembus ‘Kearahattaan itu’” (ta arahattaapāpuanto appaivijjhanto).]

“Jika ia tidak mencapai dan menembus ini, dengan kehancuran sepenuhnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian, dan delusi, ia menjadi seorang yang-kembali-sekali yang, setelah kembali ke dunia [235] ini satu kali lagi, ia akan mengakhiri penderitaan. Jika ia tidak mencapai dan menembus ini, dengan kehancuran sepenuhnya tiga belenggu, ia menjadi seorang satu-benih yang, setelah terlahir kembali satu kali lagi dalam kehidupan manusia, ia akan mengakhiri penderitaan. Jika ia tidak mencapai dan menembus ini, dengan kehancuran sepenuhnya tiga belenggu, ia menjadi seorang pencapai dari-keluarga-ke-keluarga yang, setelah berkelana dan mengembara di antara keluarga-keluarga yang baik dua atau tiga kali, ia akan mengakhiri penderitaan. Jika ia tidak mencapai dan menembus ini, dengan kehancuran sepenuhnya tiga belenggu, ia menjadi seorang pencapai maksimum-tujuh-kali yang, setelah berkelana dan mengembara di antara para deva dan manusia paling banyak tujuh kali, ia akan mengakhiri penderitaan.

“Demikianlah, para bhikkhu, seorang yang berlatih sebagian akan berhasil sebagian, seorang yang berlatih sepenuhnya akan mencapai pemenuhan. Aturan-aturan latihan ini, Aku katakan, adalah tidak mandul.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.