LEGAL OPINION
Dilanggarnya
Asas Resiprokal dalam Relasi Keperdataan, Melahirkan Hak Retributif dalam
Konteks Perikatan Perdata Kontraktual
Question: Apakah pihak saya harus tetap menyelesaikan apa
yang disepakati dalam perjanjian bila pihak seberang dalam perjanjian ini
justru terlebih dahulu ingkar janji terhadap hak-hak saya sebagaimana telah
disepakati dalam perjanjian?
Brief Answer: Pihak-pihak dalam suatu hubungan kontraktual atau
perikatan perdata, itikad baiknya dapat disimpulkan dari apakah dirinya melakukan
prestasi (untuk menyerahkan sesuatu, untuk melakukan sesuatu perbuatan, dan/atau
atau untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan tertentu) sebagaimana diperjanjikan.
Ketika salah satu pihak tidak mengindahkan kesepakatan dalam perjanjian, baik karena
lalai maupun disengaja, adalah bentuk nyata pelanggaran terhadap asas itikad
baik [Pasal 1338 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata].
Ketika salah satu pihak justru terlebih dahulu
melakukan pelanggaran terhadap apa yang telah disepakati sebelumnya dalam perjanjian,
maka pihak yang terlebih dahulu melanggar tersebut tidak dapat menuntut pihak
lain dalam perjanjian bila kemudian turut ingkar janji karena dilandasi adanya kejadian
ingkar janji yang dilakukan oleh pihak pertama, sehingga karenanya tiada kewajiban
moril bagi pihak kedua untuk tetap mengindahkan perjanjian yang diingkari oleh
pihak pertama (“asas resiprositas” dalam hukum perdata).
Karenanya, pemulihan hak bagi pihak kedua atas
ingkar janjinya pihak pertama, ialah pilihan opsional berikut : 1.) menuntut
agar pihak pertama melakukan prestasi sebagaimana diperjanjikan; 2.)
membatalkan perjanjian dengan atau tanpa ganti-rugi demi pemulihan kondisi
seperti semula; atau 3.) turut melakukan wanprestasi serupa (alias membalas
wanprestasi dengan wanprestasi, sehingga sejatinya menjadi sama-sama telah wanprestasi
[“asas retributif” dalam hukum perdata], dimana posisi hukum pihak kedua tetap
lebih kuat secara yuridis-formil mengingat “secara politis” pihak pertama-lah
yang terlebih dahulu beritikad tidak baik dan terlebih bila juga telah
menimbulkan kerugian bagi pihak kedua).
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret sebagaimna dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Pengadilan
Negeri Banjarmasin perkara pidana register Nomor 54 /Pid.B/2013/PN.Bjm tanggal 11
Juni 2013, dimana terhadap tuntutan Jaksa, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta
amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa selanjutnya
atas Nota pembelaan / Pledoi Penasehat Hukum terdakwa tersebut, Majelis Hakim
sependapat sepanjang mengenai bahwa dari awal kedua belah pihak telah membuat
kesepakatan secara lisan menyenai sewa menyewa eksavator, yang mana dalam hal
ini terdakwa selaku penyewa berkewajiban membayar sewa sebagaimana disepakati
yaitu Rp.46.000.000, sedangkan saksi Noorifansyah selaku pemilik eksavator
berkewajiban menyediakan alat dalam keadaan baik dan bisa digunakan sebagaimana
mestinya kalau faktanya kemudian ternyata alat yang disewa tersebut rusak, maka
seharusnya terdakwa selaku penyewa segera mengembalikan alat tersebut kepada
pemilik alat dan minta agar diperbaiki (karena perbaikan alat adalah tanggung
jawab pemilik alat) dan/atau terdakwa selaku penyewa bisa saja langsung
membatalkan sewa menyewa yang telah disepakati dan meminta kembali uang muka
yang telah dibayarkan, namun yang terjadi kemudian kedua belah pihak juga telah
setuju eksavator tersebut diperbaiki oleh YUSUF dan bahwa biaya perbaikan
eskavator tersebut sebesar Rp. 19.500.000 diambil dari kekurangan pembayaran
uang sewa yang belum dibayarkan oleh terdakwa dan kalau setelah diperbaiki
ternyata eksavator tetap rusak dan tidak bisa dipergunakan sebagaimana mestinya
maka hal itu bukanlah tanggung jawab terdakwa lagi selaku penyewa;
“Menimbang, bahwa selanjutnya
ketika eksavator tersebut akan diambil oleh pemiliknya maka sangat beralasan
apabila terdakwa meminta saksi Noorifansyah agar mengembalikan uang muka yang
telah dibayarkan sebesar Rp. 17.000.000 dan mengganti biaya perbaikan eksavator
yang telah dikeluarkan oleh terdakwa sebesar Rp. 19.500.000, karena faktanya
sejak eksavator tersebut sampai di lokasi terdakwa di Jalan Trikora Banjarbaru,
terdakwa selaku penyewa belum pernah bisa menggunakannya karena kondisi
eksavator yang rusak;
“Menimbang, bahwa mengenai alat
berat tersebut tidak pernah diserahkan kepada terdakwa adalah tidak benar
karena faktanya terdakwa sendiri yang menyuruh YUSUF mengambil alat berat
tersebut dari lokasi perkebunan sawit di Barabai untuk dibawa ke lokasi
terdakwa di Jalan trikora Banjarbaru atas biaya terdakwa dan memang seperti
itulah kebiasaan yang dilakukan dalam sewa menyewa alat berat, yang mana
penyewa yang mengambil sendiri alatnya, dalam hal ini memang tidak pernah
dilakukan serah terima secara riil antara saksi Noorifansyah dengan terdakwa, yang
ada adalah saksi Noorifansyah menyerahkan eksavator tersebut kepada YUSUF dan YUSUF
menyerahkannya kepada terdakwa dan faktanya alat berat (eksavator) tersebut
sudah ada di lokasi terdakwa dan dalam kekuasaan terdakwa, bahkan terdakwa
sudah melakukan tes / mencoba alat berat tersebut kalau memang terdakwa
merasa tidak pernah menerima penyerahan alat tersebut tidak mungkin terdakwa
mau mengeluarkan uang untuk biaya perbaikan;
“Menimbang, bahwa mengenai
terdakwa yang tidak pernah mempergunakan eksavator tersebut karena memang
sejak diterima sudah dalam keadaan rusak dan setelah dilakukan perbaikan tetap
tidak bisa dipergunakan sebagaimana mestinya, nemun demikian tidak seharusnya terdakwa
tetap menguasai eksavator tersebut bahkan hingga sekitar 4 (empat) bulan;
“Menimbang, bahwa dari
keseluruhan uraian pertimbangan diatas maka menurut hemat Majelis Hakim Nota
Pembelaan dari Penasehat Hukum terdakwa tersebut adalah kurang tepat dan
haruslah ditolak karena tidak beralasan / berdasar hukum, namun demikian
Majelis perlu mencermati hal hal sebagai berikut:
“Bahwa permasalahan ini berawal
dari adanya kesepakatan lisan antara terdakwa dengan saksi Noorifansyah mengenai
sewa menyewa barang berupa eksavator merk Hitachi warna orange, yang mana saksi
Noorifansyah selaku pemilik eksavator berkewajiban menyediakan barang (eksavator)
yang akan disewakan dalam konsidi baik dan bisa digunakan sebagaimana mestinya
(tidak rusak) dan terdakwa selaku penyewa berkewajiban membayar uang sewa
sebagaimana disepakati yaitu sebesar Rp. 46.000.000,- per bulan dengan sistem
“langsam” dalam arti apabila selama waktu sewa barang rusak dan perlu diperbaiki
maka perhitungkan waktu sewa akan dihentikan sampai barang selesai diperbaiki
oleh pemiliknya dan diserahkan kembali kepada penyewa;
“Bahwa setelah terjadi
kesepakatan tersebut terdakwa selaku penyewa juga telah membayar uang muka (DP)
sebesar Rp 17.000.000 ( tujuh belas juta rupiah) dengan cara transfer ke rekening
saksi Dwi Sunarti (isteri Noorifansyah) dan sesuai kesepakatan kekurangannya
akan dibayarkan esok harinya, namun ketika ditagih terdakwa bilang kekurangan
uang sewa akan dibayar setelah eksavator sampai di lokasi dan ketika eksavator
sampai di lokasi terdakwa bilang masih berada di Jakarta;
“Bahwa faktanya dari sejak
diambil dari lokasi perkebunan sawit di Barabai eksavator tersebut dalam
kondisi kurang baik bahkan ketika dibawa keluar dari lokasi perkebunan sawit sempat
pecah hose sebanyak 2 (dua) kali, namun akhirnya eksavator berhasil dibawa
keluar dan dibawa dengan cara diangkut dengan menggunakan trailer ke lokasi
terdakwa di jalan Trikora Banjarbaru;
“Bahwa setelah eksavator sampai
di lokasi terdakwa di Jalan Trikora Banjarbaru ternyata eksavator tersebut
dalam konsidi rusak dan tidak bisa dipergunakan sebagaimana mestinya, hal ini
telah diberitahukan oleh saksi YUSUF kepada saksi Noorifansyah, bahkan saksi
Noorifansyah sendiri menyuruh saksi YUSUF untuk memperbaiki eksavator tersebut
dan biayanya diambil dari kekurangan uang sewa yang belum dibayarkan oleh
terdakwa dan terdakwa juga menyetujui hal tersebut dan bahkan kemudian terdakwa
telah mengeluarkan uang sebesar Rp.19.500.000,- untuk biaya perbaikan
sebagaimana bukti bukti kwitansi terlampir;
“Bahwa setelah dilakukan
perbaikan ternyata eksavator tersebut tetap tidak dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya (tetap rusak), sehingga ketika saksi Noorifansyah dan
isterinya datang ke rumah terdakwa dengan maksud untuk mengembalikan uang muka
(DP) sebesar Rp. 17.000.000,- dan mengambil kembali eksavator tersebut terdakwa
tidak memberikannya karena saksi Noorifansyah tidak mau mengganti biaya
perbaikan eksavator sebesar Rp. 19.500.000,-;
“Menimbang, bahwa hal hal
tersebut jelas bahwa selain adanya kesepakatan lisan mengenai sewa menyewa alat
berat berupa eksavator antara terdakwa dan saksi Noorifansyah, kemudian juga
dilanjutkan dengan kesepakatan mengenai perbaikan eksavator yang biayanya
diambil dari kekurangan uang sewa yang belum dibayar oleh terdakwa;
“Menimbang, bahwa sebagai pemillik
barang yang disewakan kewajiban saksi Noorifansyah adalah menyediakan barang (
eksavator) dalam keadaan baik dan bisa dipergunakan sebagaimana mestinya,
namun faktanya sejak eksavator tersebut diambil dari lokasi perkebunan sawit di
Barabai dan dibawa keluar sempat mengalami pecah hose 2 (dua) kali atau dengan
kata lain eksavator tersebut tidak benar benar dalam keadaan baik, namun saksi Noorifansyah
tetap menyuruh YUSUF membawa eksavator tersebut ke lokasi terdakwa di Jalan
Trikora Banjarbaru dengan alasan akan diperbaiki setelah sampai di lokasi,
selanjutnya saksi Noorifansyah sendiri yang kemudian menyuruh YUSUF untuk
memperbaiki eksavator tersebut dengan biaya dari kekurangan uang sewa yang
belum dibayar oleh terdakwa, namun setelah diperbaiki eksavator tetap tidak
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya, yang mana menurut Mejelis saksi
Noorifansyah selaku pemilik barang yang disewakan tidak dapat memenuhi
kewajibannya menyediakan barang dalam keadaan baik dan bisa dipergunakan
sebagaimana mestinya, sedangkan disisi lain terdakwa selaku penyewa
meskipun telah melakukan kewajibannya namun tidak sepenuhnya dan hanya
sebagian, yaitu dengan membayar uang muka sebesar Rp.17.000.000,- dan
Rp.19.500.000,- yang diberikan kepada YUSUF untuk biaya perbaikan, padahal
kewajiban terdakwa adalah membayar sewa sebesar Rp. 46.000.000,- atau dengan
kata lain dalam hal ini kedua belah pihak tidak dapat memenuhi
kesepakatan/perjanjian yang telah dibuat tersebut (wanprestasi / ingkar janji)
dan oleh karenanya jelas bahwa sebenarnya permasalahan ini adalah
permasalahan hukum Perdata, yang mana menurut ketentuan Hukum Perdata suatu
Kesepakatan / Perjanjian (baik lisan ataupun tertulis) adalah mengikat dan
berlaku sebagai Undang-undang bagi kedua belah pihak yang membuatnya (vide
Pasal 1338 KUH Perdata), sehingga masing-masing pihak wajib memenuhi
kewajiban / prestasi sesuai kesepakatan yang telah dibuat dan kalau
salah satu pihak atau keduanya tidak dapat memenuhi kesepakatan / perjanjian
tersebut maka yang terjadi adalah wanprestasi / ingkar janji;
“Menimbang, bahwa dalam hal ini
Majelis Hakim tidak sependapat dengan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, karena walaupun
terdakwa telah dinyatakan terbukti melakukan ‘Penggelapan’, namun
perbuatan tersebut bukanlah merupakan perbuatan pidana karena sebenarnya
permasalahan yang terjadi antara terdakwa dengan saksi Noorifansyah adalah
merupakan permasalahan pemenuhan prestasi dalam perikatan (Hukum Perdata) dan
bukan Hukum Pidana;
“Menimbang, bahwa sebagaimana
pasal 191 Ayat (2) KUHAP bahwa jika Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan
yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, akan tetapi perbuatan itu
tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa harus diputus lepas dari
segala tuntutan hukum (onslaag van alle recht vervolging)
“Menimbang bahwa oleh karena
terdakwa dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum maka hak hak terdakwa
dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya haruslah dipulihkan;
“M E N G A D I L I :
- Menyatakan perbuatan Terdakwa H. MATNOR Bin H. MUJI (Alm),
sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Kedua, telah
terbukti, namun perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana;
- Melepaskan terdakwa tersebut dari segala Tuntutan Hukum (Onslaag
van alle recht vervolging);
- Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.