Debt Collector Menarik Paksa Kendaraan karena Debitor Menunggak, Dipidana Penjara Pencurian

LEGAL OPINION
Question: Praktik para debt collector terhadap objek jaminan fidusia maupun kendaraan leasing selama ini, main tarik begitu saja seperti tukang todong, jambret, maupun pencuri. Bukankah parktik semacam itu bisa menjadi moral hazard, dimana nanti bisa ada pencuri ataupun perampok yang ngaku-ngaku sebagai debt collector? Pertanyaan sederhananya, apa boleh seorang debt collector sekalipun, katakanlah benar dirinya diutus oleh perusahaan leasing, untuk begitu saja melakukan aksi semacam pencuri ataupun perampok, terhadap kendaraan yang dipakai debitor?
Brief Answer: Secara yuridis maupun sosiologis, debitor tidaklah mungkin dapat selamanya menguasai objek kendaraan bermotor dalam status menunggak biaya cicilan kredit maupun “sewa guna usaha” (leasing)—mengingat untuk perpanjangan masa berlaku pajak kendaraan bermotor wajib disertai surat keterangan dari pihak Kreditor ataupun Lessor. Ketika pajak kendaraan bermotor tahunan tidak dapat dibayar oleh debitor, maka kendaraan bermotor dapat sewaktu-waktu terkena tilang polisi lalu-lintas yang melakukan razia maupun operasi penertiban administrasi berkendara.
Namun, bila kita sepakati bersama bahwasannya sikap seorang Debt Collector yang menarik objek kendaraan bak seorang preman ataupun aksi perampokan dan pencurian yang menodong di tengah jalan, kemudian mengambil-alih kendaraan disertai dengan ancaman maupun penggunaan kekerasan fisik, adalah sebagai suatu tindak pidana “pencurian” ataupun “perampokan”, maka sejatinya pihak debitor itu sendiri yang tetap menguasai objek kendaraan kredit maupun leasing secara tidak berhak, adalah juga suatu tindak pidana “penggelapan”—dengan kata lain, juga terdapat moral hazard bilamana debitor dibenarkan oleh hukum untuk tetap menguasai objek kendaraan secara melawan hukum karena jelas merugikan kreditornya, sementara hak Kreditor ataupun Lessor untuk menarik objek kendaraan ternyata menghadapi ancaman pidana dikategorikan sebagai pelaku “pencurian”.
Mungkin yang menjadi pertimbangan utama kebijakan kriminalisasi bagi aksi debt collector demikian, ialah suatu perbuatan “main hakim sendiri”, dimana eksekusi jaminan fidusia haruslah lewat mekanisme lelang umum—dimana ironisnya, syarat mutlak lelang eksekusi jamianan fidusia ialah pihak kreditor wajib menguasai fisik objek fidusia sebelum dan ketika melakukan lelang eksekusi.
Dilematika kedua, dalam konteks leasing, objek kendaraan masih atas nama pihak Lessor, sehingga tidaklah mungkin dipidana karena “merampas” terlebih “mencuri” barang benda milik sendiri. Ironi ketiga, seringkali Debt Collector melakukan aksinya berdasarkan tugas tugas, yang dapat disamakan dengan pemberian kuasa dari pihak kreditor, sehingga yang dapat dipidana ialah sang Debt Collector ataukah pihak yang memberi perintah, ataukah wajib menjerat keduanya?
PEMBAHASAN:
Dilematika tarik-menarik kepentingan antara debitor dan sang kreditor, tampak jelas sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan dalam putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 766 K/PID/2017 tanggal 26 September 2017, dimana Terdakwa didakwakan karena telah melakukan pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri, jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 Ayat (2) ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bermula pada siang hari saat Terdakwa berada di warung depan kantor sebuah perusahaan leasing, dan pada saat itu melihat Korban sedang melintas dengan mengendarai sepeda motor dan saat itu membonceng seorang perempuan, selanjutnya Terdakwa dan ketiga rekannya langsung melakukan pengejaran.
Para Terdakwa memepetkan sepeda motor yang dikendarai mereka kepada sepeda motor Korban, lalu Terdakwa mengatakan “izin pak, kami dari WOM Finance menanyakan masalah angsurannya bagaimana?” Pihak Korban menanggapi dengan mengatakan : “Tidak mau membayar karena STNK-nya tidak diberikan kepada saya”.
Selanjutnya para Terdakwa tersebut mengatakan : “Ayolah kita ke kantor leasing dulu Pak menyelesaikan masalah ini”, lalu Korban mengatakan “Besoklah”, “Kenapa besok, sekarang sajalah”, “Gak bisa, saya mau ngantarkan ibu ini pulang dulu, lagian kantor kan tutup”, “Bukanya, setengah hari”. Lalu datanglah sekitar 5 orang, dimana orang tersebut dengan mengendarai 2 unit mobil, lalu para Terdakwa mengerumuni Korban.
Saat Korban hendak mencabut kunci kontak dari sepeda motor, salah seorang dari para Terdakwa yang berada di sebelah kiri, menepis tangan Korban, kemudian para Terdakwa langsung mengambil-alih kunci kontak sepeda motor yang dikendarai Korban. Korban merespons : “Pulangkan kuncinya, pulangkan kuncinya”. Para Terdakwa tidak bersedia mengembalikan kunci kontak sepeda motor, namun para Terdakwa yang lainnya mengatakan, “Sini dulu bang, biar kita selesaikan masalah ini”, akan tetapi Korban tidak mau turun dari sepeda motor.
Namun singkatnya kemudian, para Terdakwa berhasil mengecoh Korban lalu membawa lari sepeda motor dan kabur. Korban kemudian mengejar hingga ke kantor Leasing, tetapi setelah sampai di kantor tersebut ternyata kantor tutup. Atas kejadian tersebut Korban merasa keberatan atas perlakuan yang dialami, dan melaporkannya ke Kantor Polres setempat untuk diproses secara pidana.
Dalam Dakwaan Subsidair, Terdakwa didakwa dengan dakwaan pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP. Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan peristiwa atau turut serta melakukan perbuatan itu, dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan Alternatif Ketiga mendakwa Terdakwa karena telah melakukan yang menyuruh melakukan peristiwa atau turut serta melakukan perbuatan itu, dengan sengaja untuk seluruhnya atau sebagian menarik sesuatu barang milik sendiri atau kalau bukan demikian untuk pemiliknya dari ikatan kredit atasnya dengan merugikan pemegang ikatan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 404 Ke-4 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. [Note SHIETRA & PARTNERS : Itulah pasal yang menjadi potensi kriminalisasi bagi kalangan kreditor, karena objek kredit tidak dapat sewaktu-waktu ditarik sekalipun debitor ingkar janji mencicil ataupun melunasi hutangnya.]
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Binjai Nomor 346/Pid.B/2016/PN.Bnj tanggal 6 Oktober 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa I. Robert Sembiring, Terdakwa II. Mhd. Faisal Damanik, IR., Terdakwa III. Muhammad Syahdani alias Dani dan Terdakwa IV. Sihar Parulian Nainggolan tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Pencurian dalam keadaan memberatkan’ sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu subsidair;
2. Menjatuhkan pidana kepada para Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 3 (tiga) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani para Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan para Terdakwa tetap ditahan.”
Sekalipun nilai objek tidaklah seberapa dan statusnya ialah objek “sewa dengan hak opsi” (leasing), dalam tingkat Banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 714/PID/2016/PT.MDN tanggal 9 Januari 2017, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding para Terdakwa dan Penuntut Umum;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Binjai Nomor 346/Pid.B/2016/PN.Bnj tanggal 6 Oktober 2016;
MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan para Terdakwa: I. Robert Sembiring, II. Mhd. Faisal Damanik, IR., III. Muhammad Syahdani alias Dani dan IV. Sihar Parulian Nainggolan tersebut di atas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu primair;
2. Membebaskan para Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan alternatif kesatu primair tersebut;
3. Menyatakan para Terdakwa: I. Robert Sembiring, II. Mhd. Faisal Damanik, IR., III. Muhammad Syahdani alias Dani dan IV. Sihar Parulian Nainggolan tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pencurian dalam keadaan memberatkan sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu subsidair;
4. Menjatuhkan pidana kepada para Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun;
5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani para Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan karena dianggap telah melakukan pencurian “dengan maksud untuk dimiliki”. Terdakwa tidak pernah memiliki niat atau maksud untuk memiliki benda yang merupakan obyek jaminan fidusia, karena benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut nyata-nyata diserahkan kepada Kreditur Pemegang Jaminan Fidusia. Sehingga, obyek kendaraan tidak untuk dikuasai sendiri terlebih untuk dimiliki secara pribadi oleh Terdakwa.
Terdakwa hanya menjanlan tugas yang diberikan oleh Kreditur, yaitu untuk menarik objek jaminan fidusia terhadap Debitur yang menunggak, agar dapat dilakukan lelang eksekusi jaminan fidusia. Dalam proses persidangan, telah terbukti dan terungkap bahwasanya Debitur (pihak Pelapor) telah cidera janji alias tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian pembiayaan yang disepakati, yaitu untuk melakukan pembayaran cicilan pembiayaan, namun Debitur tidak melaksanakan kewajiban tersebut selama 6 bulan, sehingga wajar bila objek pembiayaan ditarik. Bila seluruh praktik penarikan objek pembiayaan berujung kriminalisasi oleh para debitor nakal mereka, maka seluruh lembaga pembiayaan terancam “gulung tikar”.
Pemberi Jamianan Fidusia wajib menyerahkan Benda obyek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Sehingga seharusnya Debitur secara suka-rela dan berdasarkan kesadaran pribadinya menyerahkan obyek jaminan fidusia karena telah wanprestasi. Adalah hak dari kreditor maupun pihak suruhannya untuk menarik objek kendaraan dari tangan debitor “nakal” guna dilakukan “parate eksekusi”.
Menjadikan Terdakwa sebagai terpidana, adalah tidak pada tempatnya, karena Terdakwa hanya melaksanakan tugas (berdasarkan Surat Kuasa Penarikan dan Job Description masing-masing) dari Kreditur Penerima Jaminan Fidusia, dalam melakukan tugas penarikan dan pendampingan penarikan unit sepeda motor yang merupakan obyek jaminan fidusia terhadap Debitur yang tidak beritikad baik karena telah ingkar janji (wanprestasi) dengan tidak melaksanakan kewajiban pembayaran cicilan selama 6 bulan. Mengapa justru hukum pidana memberikan perlindungan hukum bagi debitor yang tidak beritikad baik?
Menurut ketentuan Pasal 51 KUHP mengenai pertanggung-jawaban pidana (doktrin vicarious liability), apabila suatu perbuatan dilakukan di luar kewenangan penerima tugas dan bukan dalam jabatannya dan dilakukan tanpa perintah pemberi tugas, maka penerima tugas tersebut dapat dituntut secara pribadi baik secara perdata maupun pidana. Namun, sepanjang perbuatan dilakukan berdasarkan tugas / perintah pemberi tugas, maka pihak perusahaanlah (Kreditur) yang bertanggung jawab.
Terdakwa menambahkan, dengan terbitnya putusan demikian, nantinya akan banyak masyarakat yang akan melakukan transaksi pembiayaan dengan menggunakan fasilitas hutang / kredit, dan kemudian para Debitur tersebut dapat sengaja cidera-janji (wanprestasi), justru akan berada “di atas angin” dengan sewaktu-waktu melaporkan pihak Kreditur yang akan melakukan penarikan atau berusaha mengambil apa yang memang sudah merupakan haknya untuk mengeksekusi. Apakah Debitor dibenarkan untuk menunggak seumur hidupnya, tanpa membolehkan Kreditor menarik objek pembiayaan? Bila mengandalkan itikad baik debitor semata, sama artinya pengadilan menafikan fakta banyaknya kalangan debitor “nakal” dengan merugikan pihak kreditornya.
Putusan demikian, bila kemudian menjadi preseden, dapat mengakibatkan dampak buruk yang nyata dan mengancam iklim usaha pembiayaan, dimana seorang Debitur yang cidera janji (wanprestasi) dapat semudah melakukan pengancaman terhadap pihak Kreditur, dengan menakut-nakuti akan melaporkan Krediturnya sendiri seperti kasus yang dialami Terdakwa. Pada titik itulah, moral hazard justru akan timbul dan merusak kondusifitas dunia usaha pembiayaan.
Putusan demikian tidak memberikan manfaat positif dalam masyarakat, karena putusan demikian justru dijadikan alat untuk mengancam akan mengkriminalisasi pihak Kreditur yang berusaha meminta dan mengambil apa yang menjadi haknya bila Debitor tidak kooperatif dan justru beritikad buruk. Sejatinya Debitur sebenarnya hanyalah pihak yang tidak bertanggung-jawab, yang tidak memiliki itikad baik, sehingga tidaklah dapat dibenarkan mengambil keuntungan dengan merugikan kreditornya.
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, telah mengatur secara tegas: “Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang obyek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.” Namun bila pihak debitor tidak beritikad baik, dan tetap ingin “menggelapkan” objek jaminan fidusia, maka bagaimana cara untuk paling efisien untuk menarik objek jaminan untuk dapat dilelang eksekusi oleh kreditornya, sementara kewajibannya justru terletak pada pundak pihak debitor itu sendiri?
Pengadilan dalam pertimbangan hukumnya mendalilkan, “...apabila Debitur cidera janji, semestinya Kreditur menempuh langkah-langkah atau tindakan-tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 jo. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, bukan melakukan penarikan secara paksa”. Namun Majelis Hakim seolah menutup mata dari SOP Kantor Lelang Negara yang mensyaratkan objek kendaraan dikuasai oleh pihak Kreditor pemohon lelang eksekusi jaminan fidusia.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung secara antiklimaks sekaligus kontraproduktif, membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi / para Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi / para Terdakwa tidak dapat dibenarkan karena putusan Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili perkara para Terdakwa dan telah menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya, telah mempertimbangkan fakta hukum yang relevan secara yuridis dengan tepat dan benar sesuai fakta hukum yang terungkap di muka sidang;
“Bahwa putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Medan Nomor 714/PID/2016/PT.MDN tanggal 9 Januari 2017 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Binjai Nomor 346/Pid.B/2016/PN.Bnj tanggal 6 Oktober 2016 yang menyatakan Terdakwa I. Robert Sembiring, Terdakwa II. Mhd. Faisal Damanik, IR., Terdakwa III. Muhammad Syahdani alias Dani dan Terdakwa IV. Sihar Parulian Nainggolan tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Pencurian dalam keadaan memberatkan’, dan oleh karena itu para Terdakwa dijatuhi pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun, dibuat berdasar pertimbangan hukum yang benar;
“Bahwa namun demikian putusan Judex Facti perlu diperbaiki mengenai pasal yang terbukti karena pengambil-alihan sepeda motor ... dari korban ke tangan para Terdakwa bukan untuk dikuasai / dimiliki oleh para Terdakwa, melainkan diserahkan kepada perusahaan leasing / PT. WOM Finance, karena korban telah menunggak bayar hingga 6 (enam) bulan yang cicilan perbulan Rp1.020.000,00 (satu juta dua puluh ribu rupiah);
“Menimbang, bahwa dengan demikian putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 714/PID/2016/PT.MDN tanggal 9 Januari 2017 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Binjai Nomor 346/Pid.B/2016/PN.Bnj tanggal 6 Oktober 2016 harus diperbaiki mengenai pasal yang terbukti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak dengan memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi tersebut di atas;
M E N G A D I L I :
− Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi: Terdakwa I. ROBERT SEMBIRING, Terdakwa II. MUHAMMAD FAISAL DAMANIK, IR., Terdakwa III. MUHAMMAD SYAHDANI alias DANI, dan Terdakwa IV. SIHAR PARULIAN NAINGGOLAN tersebut;
− Memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 714/PID/2016/PT.MDN tanggal 9 Januari 2017 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Binjai Nomor 346/Pid.B/2016/PN.Bnj tanggal 6 Oktober 2016 mengenai pasal yang terbukti sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa I. ROBERT SEMBIRING, Terdakwa II. MUHAMMAD FAISAL DAMANIK, IR., Terdakwa III. MUHAMMAD SYAHDANI alias DANI, dan Terdakwa IV. SIHAR PARULIAN NAINGGOLAN terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘sengaja menarik sesuatu barang untuk pemiliknya yang masih dalam ikatan kredit yang merugikan pemegang ikatan kredit’;
2. Menjatuhkan pidana kepada para Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani para Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.