Seni HIdup dalam Paradoks Kehidupan

HERY SHIETRA, Seni HIdup dalam Paradoks Kehidupan

Mereka yang berpikir “tidak punya waktu”,

Bisa jadi merupakan individu yang “paling punya banyak waktu”.

Karena mereka akan menghargai waktu,

Dan menyadari bahwa waktunya sangat terbatas.

Sehingga tidak ada waktu untuk dibuang sia-sia,

Tidak perlu membuang-buang waktu untuk orang-orang yang tidak layak menyita waktunya maupun untuk hal yang tidak berfaedah.

Mereka yang berpikir “tidak ada Tuhan ataupun dewa”,

Bisa jadi merupakan individu yang “paling mungkin untuk bertahan hidup”.

Karena mereka akan menjaga diri mereka sendiri dengan baik-baik,

Mengandalkan faktor internal dirinya sendiri.

Percaya kepada dirinya sendiri.

Menguatkan dan mengokohkan dirinya sendiri.

Berpikir dan melangkah dengan kepalanya sendiri.

Berdiri di atas kaki dan kepalanya sendiri.

Mereka yang berpikir “tidak punya kawan”,

Bisa jadi merupakan individu yang “berkawan baik dengan dirinya sendiri”.

Karena mereka akan menaruh waspada terhadap siapapun,

Tanpa membiarkan dirinya dimanipulasi pengelabuan topeng yang dikenakan orang lain.

Punya keyakinan terhadap dirinya sendiri.

Membangun daya pikir kritis yang handal.

Tidak “memakan”,

Namun juga tidak mau “dimakan”.

Mereka yang berpikir “tidak punya uang”,

Bisa jadi merupakan individu yang “paling memiliki banyak uang”.

Karena tidak ada uang yang diboroskan untuk hal yang tidak produktif.

Manajemen keuangan yang terencana dan ketat.

Terlatih dalam selektif memilih apa yang ia nilai patut untuk dibeli dan diinvestasikan.

Mereka yang berpikir “tidak ada orang baik”,

Bisa jadi merupakan individu yang “paling tidak mudah tertipu”.

Karena mereka bersikap rasional,

Memahami betul watak dan isi pikiran setiap orang yang ia hadapi.

Dengan tidak tertipu ataupun ditipu,

Dengan demikian aparatur penegak hukum tidak akan direpotkan.

Mencegah selalu lebih baik,

Daripada mengobati.

Mereka yang berpikir “tidak ada surga ataupun neraka”,

Bisa jadi merupakan individu yang “agamais”.

Karena mereka tidak termakan oleh ideologi korup semacam “penghapusan dosa”.

Hanya seorang pendosa,

Yang butuh iming-iming “penghapusan dosa”.

Cukup percaya pada hukum alam,

Yang bernama “hukum sebab dan akibat”.

Cukup meyakini tradisi gaya hidup higienis dari perbuatan buruk yang tercela oleh para bijaksanawan.

Mereka yang berpikir “tidak ada polisi”,

Bisa jadi merupakan individu yang “paling terampil dalam menjaga dirinya baik-baik”.

Karena mereka percya bahwa “polisi terbaik adalah dirinya sendiri”,

“Pengacara terbaik adalah dirinya sendiri”,

“Dokter terbaik adalah dirinya sendiri”.

Mereka yang berpikir “hidupnya tidak akan lama lagi”,

Bisa jadi merupakan individu yang “paling lama hidupnya”.

Karena mereka mampu menghargai usia hidupnya,

Dengan mulai menjaga pola makan dan pola hidup sehat,

Selektif dalam mengisi waktu,

Menghindari aktivitas yang konyol,

Menghindari perbuatan buruk,

Memulai banyak perbuatan bajik.

Mereka yang berpikir “saya belum suci”,

Bisa jadi merupakan individu yang “paling suci”.

Karena mereka akan mulai berlatih mawas diri,

Terlatih dalam pengendalian diri,

Keseharian penuh introspeksi diri,

Waspada terhadap perbuatan dan niat isi pikirannya sendiri.

Mereka yang berpikir “hidup ini adalah duka”,

Bisa jadi merupakan individu yang “paling berbahagia”.

Karena mereka tidak akan merasa iri hati ketika menyaksikan orang lain tertawa dan bergembira.

Menyadari bahwa semua orang mengalami duka.

Mulai mengembangkan sifat welas asih kepada dirinya sendiri,

Mengembangkan empati kepada semua makhluk,

Menyadari bahwa semua orang ingin hidup bahagia.

Tidak merugikan orang lain,

Juga tidak merugikan dirinya sendiri.

Mereka yang berpikir “tidak ada keadilan”,

Bisa jadi merupakan individu yang “paling adil”.

Karena mereka menyadari bahwa semua orang sanggup untuk bersikap tidak adil,

Namun tidak semua orang sanggup bersikap adil.

Justru karena itulah,

Seorang individu menjadi istimewa karena mampu untuk berani memilih dan membuat pilihan yang sulit,

Yakni karakter yang berani untuk bertanggung-jawab dan menegakkan keadilan.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.