Mereka yang berpikir “tidak punya waktu”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “paling punya banyak waktu”.
Karena mereka akan
menghargai waktu,
Dan menyadari bahwa
waktunya sangat terbatas.
Sehingga tidak ada
waktu untuk dibuang sia-sia,
Tidak perlu membuang-buang waktu untuk orang-orang yang tidak layak menyita waktunya maupun untuk hal yang tidak berfaedah.
Mereka yang
berpikir “tidak ada Tuhan ataupun dewa”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “paling mungkin untuk bertahan hidup”.
Karena mereka akan
menjaga diri mereka sendiri dengan baik-baik,
Mengandalkan faktor
internal dirinya sendiri.
Percaya kepada
dirinya sendiri.
Menguatkan dan
mengokohkan dirinya sendiri.
Berpikir dan
melangkah dengan kepalanya sendiri.
Berdiri di atas
kaki dan kepalanya sendiri.
Mereka yang
berpikir “tidak punya kawan”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “berkawan baik dengan dirinya sendiri”.
Karena mereka akan
menaruh waspada terhadap siapapun,
Tanpa membiarkan
dirinya dimanipulasi pengelabuan topeng yang dikenakan orang lain.
Punya keyakinan
terhadap dirinya sendiri.
Membangun daya
pikir kritis yang handal.
Tidak “memakan”,
Namun juga tidak
mau “dimakan”.
Mereka yang
berpikir “tidak punya uang”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “paling memiliki banyak uang”.
Karena tidak ada
uang yang diboroskan untuk hal yang tidak produktif.
Manajemen keuangan
yang terencana dan ketat.
Terlatih dalam
selektif memilih apa yang ia nilai patut untuk dibeli dan diinvestasikan.
Mereka yang
berpikir “tidak ada orang baik”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “paling tidak mudah tertipu”.
Karena mereka bersikap
rasional,
Memahami betul watak
dan isi pikiran setiap orang yang ia hadapi.
Dengan tidak
tertipu ataupun ditipu,
Dengan demikian aparatur
penegak hukum tidak akan direpotkan.
Mencegah selalu
lebih baik,
Daripada mengobati.
Mereka yang
berpikir “tidak ada surga ataupun neraka”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “agamais”.
Karena mereka tidak
termakan oleh ideologi korup semacam “penghapusan dosa”.
Hanya seorang
pendosa,
Yang butuh iming-iming
“penghapusan dosa”.
Cukup percaya pada
hukum alam,
Yang bernama “hukum
sebab dan akibat”.
Cukup meyakini tradisi
gaya hidup higienis dari perbuatan buruk yang tercela oleh para bijaksanawan.
Mereka yang
berpikir “tidak ada polisi”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “paling terampil dalam menjaga dirinya baik-baik”.
Karena mereka percya
bahwa “polisi terbaik adalah dirinya sendiri”,
“Pengacara terbaik
adalah dirinya sendiri”,
“Dokter terbaik adalah
dirinya sendiri”.
Mereka yang
berpikir “hidupnya tidak akan lama lagi”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “paling lama hidupnya”.
Karena mereka mampu
menghargai usia hidupnya,
Dengan mulai menjaga
pola makan dan pola hidup sehat,
Selektif dalam
mengisi waktu,
Menghindari aktivitas
yang konyol,
Menghindari perbuatan
buruk,
Memulai banyak perbuatan
bajik.
Mereka yang
berpikir “saya belum suci”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “paling suci”.
Karena mereka akan
mulai berlatih mawas diri,
Terlatih dalam
pengendalian diri,
Keseharian penuh
introspeksi diri,
Waspada terhadap
perbuatan dan niat isi pikirannya sendiri.
Mereka yang
berpikir “hidup ini adalah duka”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “paling berbahagia”.
Karena mereka tidak
akan merasa iri hati ketika menyaksikan orang lain tertawa dan bergembira.
Menyadari bahwa
semua orang mengalami duka.
Mulai mengembangkan
sifat welas asih kepada dirinya sendiri,
Mengembangkan empati
kepada semua makhluk,
Menyadari bahwa
semua orang ingin hidup bahagia.
Tidak merugikan
orang lain,
Juga tidak merugikan
dirinya sendiri.
Mereka yang
berpikir “tidak ada keadilan”,
Bisa jadi merupakan
individu yang “paling adil”.
Karena mereka
menyadari bahwa semua orang sanggup untuk bersikap tidak adil,
Namun tidak semua
orang sanggup bersikap adil.
Justru karena
itulah,
Seorang individu menjadi
istimewa karena mampu untuk berani memilih dan membuat pilihan yang sulit,
Yakni karakter yang
berani untuk bertanggung-jawab dan menegakkan keadilan.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
