Orang Indonesia Tidak Pernah Cukup Berbuat Satu buah
Kejahatan / Keburukan
Hidup Berdampingan dengan Orang yang Tidak Malu dan
Tidak Takut Berbuat Jahat & Buruk (Dosa) akibat Memakan dan Termakan
Ideologi Korup Bernama PENGHAPUSAN DOSA (abolition
of sins)
Hanya seorang Pendosa, yang Butuh Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa. Pendosa, hendak Berceramah Perihal Keadilan maupun Hidup Suci?
Question: Mengapa ya, masyarakat kita di Indonesia suka sekali melakukan hal yang buruk terhadap kita, sesama warga, namun ketika kita protes, berkeberatan, melawan, atau membalas perbuatannya, mereka justru kian menjadi-jadi dengan kembali berbuat buruk dan jahat terhadap kita secara lebih jahat lagi sifatnya, seolah-olah melakukan satu buah hal buruk belum terlampau buruk dan belum terlampau jahat bagi mereka? Padahal, negara ini tidak pernah kekurangan orang-orang yang “agamais”, rajin beribadah, dan mengaku ber-Tuhan, serta membungkus tubuhnya dengan busana keagamaan. Singkatnya, mengapa di Indonesia, selalu saja lebih galak yang ditegur daripada korban yang menegur mereka?
Brief Answer: Karena memang seperti itulah mereka selama ini diajarkan
dan diberikan teladan, tidak takut dan tidak malu berbuat jahat semata akibat
memeluk dan memakan ideologi korup penuh iming-iming “too good to be true” yang tidak sensitif terhadap perspektif korban—bahkan
meremehkan dan menyepelekan perasaan ataupun kerugian / derita korban-korbannya—bernama
“penghapusan / pengampunan dosa” maupun “penebusan dosa”. Hanya seorang
pendosa, yang membutuhkan iming-iming korup demikian, seolah Tuhan lebih PRO
terhadap pendosa ketimbang terhadap korban-korban dari para “pendosa penjilat
penuh dosa” tersebut.
PEMBAHASAN:
Di mata orang baik, berbuat
satu buah kejahatan sudah terlampau banyak. Sebaliknya, di mata orang jahat,
berbuat satu buah keburukan / kejahatan belum cukup banyak bagi mereka yang
tidak kenal puas menimbun diri dengan dosa, berkubang dosa, mengubur diri dengan
dosa, mengoleksi dosa, serta mereproduksi dosa dengan begitu produktifnya. Bahkan,
para penjahat (pendosa) tersebut berdelusi-ria bahwa melakukan kejahatan sebagaimana
dikampanyekan berikut di bawah ini adalah ajaran “cinta damai”—pertanyaannya,
lantas yang disebut sebagai “ajaran sesat” adalah seperti apakah bentuknya?
“Saya diperintahkan untuk memerangi
manusia hingga mereka mengucapkan 'TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH DAN BAHWA
MUHAMMAD RASUL ALLAH', menghadap kiblat kami, memakan sembelihan kami, dan melakukan
shalat dengan kami. Apabila mereka melakukan hal tersebut, niscaya kami
diharamkan MENUMPAHKAN DARAH dan MERAMPAS HARTA mereka.” [Hadist Tirmidzi Nomor 2533]
Kaum NON memilih untuk
melakukan perlawanan agar tidak “mati konyol”—terlagipula manusia bukanlah “karung
samsak” yang hanya boleh diam dan menjadi “mangsa empuk” ketika akan disakiti
ataupun diancam keselamatan jiwanya—namun perlawanan kaum NON dimaknai
sebagai “menzolimi” oleh para “haus darah” tersebut, alias “zolim teriak zolim”,
dimana sikap reaktif mereka untuk selanjutnya ialah alih-alih melakukan introspeksi
diri bahwa “jika tidak mau disakiti / dirugikan, maka jangan menyakiti /
merugikan orang lain”, justru membuat kejahatan-kejahatan dan perbuatan-perbuatan
buruk baru lainnya, seolah-olah perbuatan buruk mereka sebelumnya belum cukup
banyak, sebagaimana tampak pada fakta-fakta berikut:
- QS 9:29. Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada
hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah),
(yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka
membayar jizyah (upeti) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
- QS 9:14. Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan)
tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap
mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.
- QS 66:9. Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik
dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka
Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.
- QS 2:191. Dan bunuhlah mereka di mana
saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah
mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan,
dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka
memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka
bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. [Balas dizolimi
dengan pembunuhan, itukah keadilan dan kedamaian dalam islam?]
- QS 5:33. Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh
atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal
balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh
siksaan yang besar.
- QS 8:12. Ingatlah, ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya
Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang telah beriman”.
Kelak aku akan jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka PENGGALLAH
KEPALA MEREKA dan PANCUNGLAH TIAP-TIAP UJUNG JARI MEREKA.
- QS 9:5. Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah
orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah
mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian.
[Sebagai bukti, selama ini kaum mana dan siapa yang lebih suka menyerang,
alih-alih yang dizolimi. Bagaimana mungkin, yang diserang justru yang
sembunyi-sembunyi mengintai dan mengepung, sebelum kemudian menangkapi
orang-orang untuk dibunuh?]
Ajaran-ajaran “selesaikan
setiap masalah dengan berbuat buruk / jahat”, “selesaikan setiap masalah dengan
kekerasan fisik”, serta “selesaikan setiap masalah dengan membunuh” demikian di
atas, menjadi budaya atau kultur maupun watak yang mendarah-daging bangsa Indonesia,
terinternalisasi dan dipraktikkan oleh masyarakat kita secara berjemaah yang kini
dapat kita saksikan sendiri telah menjelma bermental “premanis”, “hewanis”, “predatoris”,
serta “aroganis” ala barbarik—alih-alih menjadi “humanis” ataupun terlebih
disebut sebagai “Tuhanis”.