LEGAL OPINION
Pembeli
Tanah yang Beritikad Baik Dilindungi oleh Hukum, Namun Bukan Pembeli yang
Ceroboh
Brief Answer: Untuk tanah yang telah bersetifikat seperti
Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Bangunan, maupun Sertifikat Hak Guna
Usaha, peralihan hak menjadi kewenangan mutlak dan tunggal seorang Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT). Namun demikian, terdapat sebuah pengecualian dalam hukum,
yakni dalam konteks “tanah hukum adat” (objek tanah belum terdaftar atau bersetifikat
dari Kantor Pertanahan).
Khusus dalam konteks tanah hukum adat alias
girik, berlaku sebuah asas hukum adat
yang bernama “asas terang dan tunai”, dimana makna “asas terang” bukan bermakna
dilakukan di hadapan seorang PPAT, namun lebih menitik-beratkan peran seorang
Kepala Desa ataupun Lurah yang memegang buku register tanah girik di Kantor Desa
/ Kelurahan setempat.
Kecuali, seperti yang pernah beberapa kali
terjadi, yang menjadi pihak saksi dalam Akta Jual-Beli (AJB) yang dibuat PPAT, ialah
sang Kepala Desa itu sendiri yang menjadi salah satu saksi dan turut
menanda-tangani AJB sebagai saksi yang mengetahui dan “merestui” peralihan hak
atas tanah girik demikian.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
terdapat sebuah ilustrasi konkret sangat penting yang cukup representatif
sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan dalam putusan Mahkamah Agung
RI sengketa tanah register Nomor 17 K/Pdt/2016 tanggal 15 Juni 2016, perkara
antara:
1. KOKO PURNOMO SANTOSO
(‘KOKO’); 2. WAHYUNI; 3. BETTY WIDYAHANDAJANI, sebagai Para Pemohon Kasasi semula
Tergugat I, II, dan III; melawan
- PT. INTAN PLAZA ADIKA (PT.
IPA), selaku Termohon Kasasi semula Penggugat; dan
1. SUHANDI; 2. BADAN PERTANAHAN
NASIONAL JAKARTA TIMUR; 3. LURAH DUREN SAWIT, selaku Para Turut Termohon Kasasi
semula Para Tergugat IV, V dan VI.
Penggugat bermula berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB’
yang dibuat di hadapan Notaris, tertanggal 1 Desember 2005, telah membeli 7
bidang tanah dari Tergugat I yang kesemuanya terletak pada satu hamparan dengan
berbagai PPJB atas nama masing-masing pihak Tergugat. Karena Para Tergugat I,
Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV saat kini tidak lagi diketahui domisili
kediamannya secara pasti, maka sesuai norma Pasal 118 Ayat (3) HIR, mengingat gugatan
Penggugat mengenai benda-benda tidak bergerak, maka Penggugat mengajukan gugatan
ini di Pengadilan Negeri dalam wilayah hukum dimana objek sengketa berada.
Penggugat berdasarkan PPJB demikian, telah membeli berbagai bidang tanah
dari Tergugat I dengan harga jual-beli yang mana pembayarannya telah diterima
oleh Tergugat I. Penggugat mengklaim telah membeli objek tanah objek demikian
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu dilakukan di
hadapan Pejabat yang berwenang dalam membuat akta tanah, yakni seorang Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), sehingga jual beli antara Penggugat dan Tergugat I
yang dituangkan dalam PPJB tersebut adalah sah.
Masih menurut pihak Penggugat, sebab Penggugat telah membeli objek tanah
sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia, maka Penggugat sebagai
mengklaim dirinya sebagai pembeli yang beritikad baik karenanya patut mendapat
perlindungan hukum.
Sehubungan Penggugat sebagai pembeli yang beritikad baik, patut
dilindungi oleh hukum, maka sudah seharusnya Para Tergugat dihukum untuk
melaksanakan kesepakatan sebagaimana tertuang dalam PPJB dimaksud, yakni kooperatif
untuk membalik-nama objek tanah (berupa girik) dan membantu dalam rangka
penerbitan sertifikat hak atas tanah diatas objek tanah keatas nama Penggugat.
Yang unik, Penggugat mendalilkan pula bahwa, Tergugat VI selaku Lurah
setempat yang berwenang menerbitkan Surat Keterangan Tanah sebagai salah satu
syarat dalam proses “balik-nama” (peralihan hak atas tanah) tanah girik dan penerbitan
sertifikat hak atas tanah, juga harus dihukum untuk membantu Penggugat
melaksanakan PPJB dimaksud, dengan membalik-nama girik ke atas nama Penggugat
untuk selanjutnya menerbitkan surat keterangan yang dibutuhkan dalam rangka
pengurusan permohonan penerbitan sertifikat hak atas tanah atas nama Penggugat.
Tergugat V yang merupakan Kantor Pertanahan, sebagai lembaga yang berwenang
menerbitkan sertifikat hak atas tanah juga dituntut untuk harus dihukum menerbitkan
sertifikat hak atas tanah atas nama Penggugat.
Terhadap gugatan sang pembeli tanah girik demikian, Pengadilan Negeri
Jakarta Timur kemudian menjatuhkan putusannya sebagaimana Nomor
117/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim., tanggal 28 Oktober 2014, dengan amar sebagai
berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
- Menyatakan Penggugat sebagai pembeli yang beritikad baik harus
dilindungi menurut hukum;
- Menyatakan sah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di hadapan ... ,
Notaris di Jakarta tanggal 1 Desember 2005 antara Penggugat dan Tergugat I atas
7 (tujuh) bidang tanah yang kesemuanya terletak di Jalan ... , sebagai berikut:
...;
- Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan
Tergugat VI untuk membantu Penggugat melaksanakan PPJB Nomor ... dan PPJB Nomor
... tanggal 1 Desember 2005 tersebut, untuk proses membalik-nama dan mengurus penerbitan
sertifikat hak atas tanah objek perkara atas nama Penggugat;
- Menghukum Tergugat V untuk memproses balik-nama dan penerbitan sertifikat
hak atas tanah objek perkara atas nama Penggugat;
- Menghukum Tergugat VI untuk memberikan Surat Keterangan yang diperlukan
oleh Penggugat untuk proses balik nama dan penerbitan sertifikat hak atas nama
Penggugat;
- Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya
hukum verzet, banding, kasasi atau peninjauan kembali.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Para Tergugat, putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Timur di atas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta
lewat putusannya Nomor 117/PDT/2015/PT.DKI.
Para Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah
Agung membuat pertimbangan serta amar putusan yang mengandung kaedah ‘preseden’
penting, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut
dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi dan
tanggapan memori kasasi dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan
Tinggi Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah
salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa berkaitan dengan Akta Pengikatan Jual Beli atas objek sengketa antara
para pihak telah terjadi kesepakatan yang didasarkan atas causa yang tidak
halal, karena Tergugat I telah dijatuhi pidana dengan putusan yang
berkekuatan hukum tetap (BHT) atas perbuatannya berkaitan dengan menjual
tanah milik orang lain dan memberikan keterangan palsu pada akta
otentik tersebut mengenai 7 (tujuh) bidang tanah objek sengketa, sehingga
kesepakatan tersebut harus dinyatakan batal demi hukum;
2. Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan perlindungan hukum kepada Penggugat
/ Termohon Kasasi atas dasar doktrin pembeli beriktikad baik, karena Penggugat
/ Termohon Kasasi dalam perkara a quo tidak memenuhi kualitas atau kriteria
sebagai pembeli tanah beriktikad baik;
3. Bahwa menurut Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2014, tanggal
1 Desember 2014, pembelian tanah yang belum terdaftar dilakukan secara tunai
dan terang. Pengertian terang adalah dilakukan di hadapan Kepala Desa
setempat. Dalam perkara ini, pembeli tidak berusaha mencari informasi
kepada Kepala Desa atau Kelurahan yang wilayahnya meliputi objek sengketa untuk
memastikan siapa sesungguhnya pemilik tanah yang akan dibeli. Perjanjian
jual beli tanah yang belum terdaftar tidak cukup hanya dengan dilakukan di
hadapan PPAT tetapi harus memperoleh keterangan kepemilikan dari Lurah atau
Kepala Desa setempat. Oleh karena pembeli dalam perkara a quo tidak
berusaha mencari informasi dari Lurah atau Kepala Desa setempat, maka pembeli
tidak dapat dikategorikan sebagai pembeli beriktikad baik. Oleh karenanya
Penggugat/Termohon Kasasi tidak berhak memperoleh perlindungan hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan
untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: KOKO PURNOMO
SANTOSO (‘KOKO’) dan kawan-kawan, tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi
Jakarta Nomor 117/PDT/2015/PT.DKI tanggal 8 April 2015 yang menguatkan Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 117/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim., tanggal 28 Oktober
2014 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan
sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
“M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. KOKO PURNOMO
SANTOSO (‘KOKO’), 2. WAHYUNI, dan 3. BETTY WIDYAHANDAJANI, tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 117/PDT/2015/PT. DKI
tanggal 8 April 2015 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Nomor 117/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim., tanggal 28 Oktober 2014;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
- Menghukum Termohon Kasasi / Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam
semua tingkat peradilan.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.