LEGAL OPINION
Wajib
Setor Modal Dasar sebagai Syarat Pendirian PT, Namun PT Belum Resmi Berdiri dan
Belum Punya Rekening ataupun NPWP, Blunder Konsep Badan Hukum Perseroan
Terbatas
Question: Gimana mau setor modal ke rekening kekayaan PT,
jika PT awalnya balum resmi dan belum sah berdiri? Jika mau dirikan PT di
Indonesia, harus setor modal dasar dulu, tapi belum jadi itu PT alias belum berdiri,
gimana setornya? Ini ibarat ayam atau telur duluan.
Tidak mungkin juga seluruh pendiri akan setor
modal berupa inbreng barang, mesin, atau tanah tanpa modal uang tunai. Untuk
buka rekening atas nama PT, pihak bank selalu meminta SIUP-TDP, NPWP, dan akta
pendirian serta pengesahan PT itu dari Kementerian Hukum. Jika rekening atas
nama PT itu saja belum ada, mau setor modal dasar sebagai syarat pendirian PT,
ke mana?
Inbreng pun akan membawa masalah, karena
bagaimana cara balik-nama tanah ke atas nama PT jika PT-nya sendiri belum betul-betul
ada? Bagaimana dapat disebut inbreng bila tidak bisa dibalik-nama atau
dialihkan keatas nama PT?
Brief Answer: Khusus untuk konteks badan hukum Perseroan
Terbatas yang baru akan didirikan (belum betul-betul berdiri dan sah, baru
sebatas “calon / embiro PT”), solusi temporernya dapat memanfaatkan norma Peraturan
Menteri Hukum & HAM RI Nomor 4 Tahun 2014, yang salah satu norma
pengaturannya menyebutkan bahwa slip setoran atau fotokopi surat keterangan
bank atas nama Perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri
atau asli surat pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang
ditanda-tangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta
semua anggota dewan komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang.
Meski demikian, bila salah satu pendiri atau ahli
waris pendiri dikemudian hari hendak mempermasalahkan, blunder tetap tidak
dapat dihindari—sebagai contoh “surat pernyataan” demikian adalah keterangan
palsu karena tetap saja fakta empiriknya adalah mustahil menyetor kepada PT
bila PT itu sendiri belum sah berdiri, terutama bila nominal Modal Dasarnya
mencapai ratusan miliar Rupiah sehingga tidak mungkin para calon pendiri PT menghadap
notaris sembari dengan membawa uang tunai, alias sangat tidak efisien.
Namun demikian bukan berarti tidak terdapat
counter-argument bagi salah satu pendiri atau ahli waris pihak pendiri, ketika
dirinya hendak menggugat eksistensi Perseroan Terbatas dengan alasan adanya
cacat saat proses pendirian, dengan dalil-dalil sebagai berikut:
1) Semua Perseroan Terbatas di
Indonesia pada dasarnya bermasalah dengan masalah yang serupa, sehingga sudah
menjadi hukum kebiasaan atau yang oleh pemerintah secara diam-diam dibolehkan;
2) Perseroan Terbatas telah
berdiri selama belasan atau bahkan puluhan tahun, sehingga menjadi moral hazard ketika ingin dibubarkan dan
dilikuidasi oleh alasan yang cenderung sepele dan tidak substansial, terutama
ketika Perseroan Terbatas memekerjakan banyak pegawai / karyawan;
3) Pendiri atau ahli warisnya
yang hendak menggugat dan membubarkan Perseroan Terbatas, sejatinya selama ini telah
turut menikmati hasil usaha Perseroan Terbatas, sehingga diam-diam dimaknai
memutihkan dan menyetujui segala cacat prosedur saat proses pendirian;
4) Terutama ketika pihak
pendiri atau ahli warisnya yang hendak membubarkan Perseroan Terbatas ternyata
juga berkontribusi dengan tidak menyetorkan modal dasar apapun saat
proses pertama kali pendirian Perseroan Terbatas, maka kontribusi kekeliruan
dirinya sendiri tidak menjadi alasan pembenar ataupun justifikasi untuk
menggugat pihak lainnya;
5) Jika ternyata aktiva atau
equity Perseroan Terbatas saat kini
tercatat memiliki aset kekayaan senilai ratusan atau bahkan miliaran Rupiah,
maka menjadi pertanyaan besar: Dana untuk modal kegiatan dan operasional tersebut,
bersumber dari manakah bila bukan real fakta realita bukti tak terbantahkan
telah terjadi setoran modal dasar perseroan meski baru dilakukan beberapa waktu
setelah perseroan sah berdiri?
PEMBAHASAN:
Pernah benar-benar terjadi seorang ahli waris salah satu pihak pendiri,
mengancam akan membubarkan perseroan yang salah satunya ialah klien dari
SHIETRA & PARTNERS, dengan alasan tiada bukti dokumen ataupun catatan dalam
pembukuan bahwa saat perseroan didirikan belasan tahun lampau, pernah ada
setoran modal dasar oleh para pendiri, sekalipun fakta empiriknya saat kini
Perseroan Terbatas telah memiliki aset aktiva mencapai miliaran Rupiah.
Isu hukum demikian adalah isu hukum laten yang selalu “seksi” untuk
dijadikan dalil untuk melancarkan ancaman dan serangan. Praktis, seluruh
Perseroan Terbatas yang ada dan eksis saat kini di Indonesia, mengandung cacat
prosedural-formil saat proses pendiriannya—yakni, bagaimana mungkin menyetor
modal bila belum ada PT yang benar-benar eksis untuk disetorkan? Kita perlu
mulai memahami, secara konseptual Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum (rechtspersoon) yang memiliki salah satu
ciri utama : memiliki harta kekayaan tersendiri terpisah dari para pendirinya.
Terdapat celah hukum bagi pemegang saham / salah satu pihak pendiri yang
dapat sewaktu-waktu mempermasalahkan eksistensi dari berdirinya suatu
perseroan. Akta pendirian saat Perseroan Terbatas sah berdiri, akan menjelma
Anggaran Dasar sebagai Akta Perdana, yang menurut ketentuan Pasal 15 Ayat (1) Butir
(d) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT),
disebutkan bahwa “Anggaran dasar memuat
sekurang-kurangnya: besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal
disetor.” Sementara kita tahu, saat Akta Pendirian dibentuk, tiada
/ belum ada Perseroan Terbatas yang eksis (not
yet establish).
Perihal “modal (paling) dasar (saat bermaksud mendirikan PT)”, diatur
dalam norma Pasal 32
1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
2) Undang-Undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan
jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3) Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”
Kemelut perihal “modal disetor (atas modal dasar)”, akan kita jumpai
blunder laten dalam ketentuan Pasal 33 UU PT:
1) Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.
2) Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.
3) Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk
menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh.”
Penjelasan Resmi Pasal 33 UU PT:
Ayat (2) : Yang dimaksud dengan ‘bukti penyetoran yang sah’, antara lain bukti
setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data
dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan
yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris.
Ayat (3) : Ketentuan ini menegaskan bahwa tidak dimungkinkan penyetoran
atas saham dengan cara mengangsur.” [Note SHIETRA & PARTNERS : Dengan kata
lain, Undang-Undang Perseroan Terbatas sendiri telah menutup kemungkinan /
kebolehan untuk menyetor “modal disetorkan” sebagaimana nominal dalam Akta
Pendirian setelah PT sah berdiri.”
Diperkeruh oleh keberadaan norma Pasal 146 UU PT:
1) Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar
kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan
perundang-undangan;
b. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat
hukum dalam akta pendirian;
c. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan
alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
2) Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.”
BERITA NEGARA REPUBLIK Indonesia
No. 392, 2014.
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2014
TENTANG
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM
DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
SERTA PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN DATA PERSEROAN TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk meningkatkan
pemberian pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat proses pengesahan badan
hukum, persetujuan perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan perubahan
anggaran dasar, dan perubahan data perseroan terbatas perlu diatur mengenai
tata cara pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan anggaran dasar,
penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar, dan perubahan data perseroan
terbatas yang dilakukan melalui media elektronik;
b. bahwa dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pengesahan badan hukum perseroan
terbatas harus didahului dengan persetujuan pemakaian nama yang belum diatur secara
komprehensif dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
M.HH-01.AH.01.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan
Badan Hukum dan Pesetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian
Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas,
sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Tata Cara Pengajuan
Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar
serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data
Perseroan Terbatas;
Mengingat :
1.Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5244);
4. Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 676) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 740);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN
BADAN HUKUM DAN PESETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR SERTA PENYAMPAIAN
PEMBERITAHUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN DATA PERSEROAN TERBATAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini
yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang adalah
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2. Perseroan Terbatas
yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.
3. Sistem Administrasi Badan
Hukum yang selanjutnya disingkat SABH adalah pelayanan jasa
teknologi informasi Perseroan secara elektronik yang diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
4. Pemohon adalah
pendiri bersama-sama atau direksi Perseroan yang telah memperoleh status badan
hukum atau Likuidator Perseroan bubar atau Kurator Perseroan pailit yang
memberikan kuasa kepada Notaris untuk mengajukan permohonan melalui SABH.
5. Format Isian adalah
bentuk pengisian data yang dilakukan secara elektronik untuk permohonan pengajuan
pemakaian nama Perseroan, pengesahan badan hukum dan pemberian persetujuan
perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar
dan perubahan data Perseroan.
6. Format Isian Pengajuan
Pemakaian Nama Perseroan yang selanjutnya disebut Format Pengajuan Nama
adalah format isian untuk pengajuan nama Perseroan yang akan dipakai dalam
pendirian Perseroan ataupun perubahan nama Perseroan.
7. Format Isian Pendirian
yang selanjutnya disebut Format Pendirian adalah format isian untuk permohonan
pengesahan badan hukum Perseroan.
8. Format Isian Perubahan
Anggaran Dasar dan/atau Data Perseroan yang selanjutnya disebut Format
Perubahan adalah format isian untuk permohonan persetujuan perubahan
anggaran dasar, pemberitahuan anggaran dasar, dan/atau data Perseroan.
9. Rapat Umum Pemegang Saham
yang selanjutnya disingkat RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas
yang ditentukan dalam Undang-Undang dan/atau anggaran dasar.
BAB II
PENGESAHAN BADAN HUKUM
PERSEROAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
(1) Permohonan pengesahan badan
hukum Perseroan diajukan oleh Pemohon kepada Menteri.
(2) Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan melalui SABH.
Pasal 3
Permohonan Pengesahan Badan
Hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus didahului dengan
pengajuan nama Perseroan.
Bagian Kedua
Permohonan Pengajuan Nama
Perseroan
Pasal 4
(1) Pemohon mengajukan
permohonan pemakaian nama Perseroan kepada Menteri melalui SABH.
(2) Pengajuan nama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi Format Pengajuan Nama
Perseroan.
(3) Format Pengajuan Nama
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. nomor pembayaran persetujuan
pemakaian nama Perseroan dari bank persepsi; dan
b. nama Perseroan yang dipesan.
Pasal 5
(1) Pemohon wajib membayar
terlebih dahulu biaya persetujuan pemakaian nama Perseroan melalui bank
persepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk 1 (satu)
nama Perseroan yang akan disetujui.
(2) Besarnya biaya persetujuan
pemakaian nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(3) Biaya yang telah dibayarkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu paling lama 60
(enam puluh) hari terhitung sejak tanggal dibayarkan.
(4) Biaya yang telah dibayarkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditarik kembali.
Pasal 6
(1) Nama Perseroan yang dipesan
harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan.
(2) Pemohon wajib mengisi
formulir pernyataan yang berisi bahwa nama Perseroan yang dipesan telah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Pemohon bertanggung jawab
penuh terhadap nama Perseroan yang dipesan.
Pasal 7
(1) Nama Perseroan yang telah
disetujui oleh Menteri diberikan persetujuan pemakaian nama secara elektronik.
(2) Persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nomor pemesanan nama
Perseroan;
b. nama Perseroan yang dapat
dipakai;
c. tanggal pemesanan;
d. tanggal daluarsa; dan
e. kode pembayaran.
(3) Persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) hanya untuk 1 (satu) nama Perseroan.
Pasal 8
Dalam hal nama tidak memenuhi
persyaratan pengajuan dan pemakaian nama Perseroan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, Menteri dapat menolak nama Perseroan tersebut
secara elektronik.
Pasal 9
Pemakaian nama Perseroan yang
telah mendapat persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku
untuk jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari.
Pasal 10
Format Pengajuan Nama Perseroan
dan tata cara pengisiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 serta surat
pernyataan dan tata cara pengisiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Bagian Ketiga
Permohonan Pengesahan Perseroan
Terbatas
Pasal 11
(1) Untuk memperoleh Keputusan
Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, Pemohon harus mengajukan
permohonan secara elektronik kepada Menteri.
(2) Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari terhitung sejak tanggal Akta pendirian telah ditandatangani.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Badan hukum PT belum benar-benar berdiri ketika
belum dinyatakan sah lewat Surat Keputusan Kementerian Hukum. Artinya, tiada
dapat dibuka rekening atas nama PT, sekalipun Akta Pendirian telah dibuat oleh
para pendiri.]
(3) Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengisi Format Pendirian
Perseroan.
Pasal 12
(1) Pemohon wajib membayar
biaya permohonan pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11.
(2) Biaya pengesahan badan
hukum Perseroan dibayarkan melalui bank persepsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Besarnya biaya pengesahan
badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku
pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 13
(1) Pengisian Format Pendirian
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) juga harus dilengkapi
dengan dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik.
(2) Dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa surat pernyataan secara elektronik
dari pemohon tentang dokumen untuk pendirian Perseroan yang telah lengkap.
(3) Dokumen untuk pendirian
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan Notaris, yang
meliputi:
a. minuta akta pendirian
Perseroan atau minuta akta perubahan pendirian Perseroan;
b. minuta akta peleburan dalam
hal pendirian Perseroan dilakukan dalam rangka peleburan;
c. bukti setor modal Perseroan,
berupa:
1. fotokopi slip setoran atau
fotokopi surat keterangan bank atas nama Perseroan atau
rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat
pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang ditanda-tangani oleh semua
anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris
Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang;
2. asli surat keterangan
penilaian dari ahli yang tidak terafiliasi atau bukti pembelian barang jika
setoran modal dalam bentuk lain selain uang yang disertai bukti pengumuman
dalam surat kabar jika setoran dalam bentuk benda tidak bergerak;
3. fotokopi Peraturan
Pemerintah dan/atau Keputusan Menteri Keuangan bagi Perseroan Persero atau
Peraturan Daerah dalam hal pendiri adalah Perusahaan Daerah atau Pemerintah
Daerah Provinsi / Kabupaten / Kota; atau
4. fotokopi neraca dari
Perseroan yang meleburkan diri atau neraca dari perusahaan bukan badan hukum
yang dimasukkan sebagai setoran modal. [Note SHIETRA & PARTNERS :
Terkecuali merger (penggabungan), konsolidasi juga dibelenggu dilematika
serupa, yakni dua atau lebih perseroan saling meleburkan diri dengan mendirikan
satu badan hukum Perseroan Terbatas baru, namun Perseroan Terbatas yang baru
belum “benar-benar berdiri dan sah”.]
d. surat pernyataan kesanggupan
dari pendiri untuk memperoleh keputusan, persetujuan, atau rekomendasi dari
instansi teknis untuk Perseroan bidang usaha tertentu atau fotokopi keputusan, persetujuan,
dan rekomendasi dari instansi teknis terkait untuk Perseroan bidang usaha
tertentu; dan
e. fotokopi surat keterangan
mengenai alamat lengkap Perseroan dari pengelola gedung atau instansi yang
berwenang atau asli surat pernyataan mengenai alamat lengkap Perseroan yang ditanda-tangani
oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan
komisaris perseroan.
Pasal 14
(1) Pemohon wajib mengisi surat
pernyataan secara elektronik yang menyatakan Format Pendirian Perseroan dan
keterangan mengenai dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
serta Pemohon bertanggung jawab penuh terhadap Format Pendirian Perseroan dan
keterangan tersebut.
(2) Dalam hal Format Pendirian
Perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri
langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan pengesahan badan hukum
Perseroan secara elektronik.
Pasal 15
(1) Menteri menerbitkan
Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak
berkeberatan dari Menteri.
(2) Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemohon secara
elektronik.
(3) Notaris dapat langsung
melakukan pencetakan sendiri Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan, menggunakan kertas berwarna putih ukuran F4/folio dengan berat 80 (delapan
puluh) gram.
(4) Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditandatangani dan dibubuhi cap
jabatan oleh Notaris serta memuat frasa yang menyatakan “Keputusan Menteri ini
dicetak dari SABH”.
Pasal 16
Dalam hal Format Pendirian Perseroan yang dilengkapi
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, Keputusan Menteri tersebut dicabut. [Note SHIETRA & PARTNERS :
Sebagaimana telah kita bahas sebelumnya, salah satu cacat prosedural proses
pendirian perseroan, ialah perihal “modal disetor” atas “modal dasar” yang
selalu fiktif sifatnya, mengingat badan hukum PT belum benar-benar eksis dan
berdiri.]
Pasal 17
Format Pendirian Perseroan dan
tata cara pengisiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 serta pernyataan dan
tata cara pengisiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
BAB III
PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN
DASAR PERSEROAN
Pasal 18
(1) Perubahan anggaran dasar
tertentu harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Perubahan anggaran dasar
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nama Perseroan dan/atau
tempat kedudukan Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya
Perseroan;
d. besarnya modal dasar;
e. pengurangan modal
ditempatkan dan disetor; dan/atau
f. status Perseroan yang
tertutup menjadi Perseroan terbuka atau sebaliknya.
(3) Perubahan anggaran dasar
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat atau dinyatakan dalam akta
Notaris dalam Bahasa Indonesia.
(4) Perubahan anggaran dasar
yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat Notaris harus
dinyatakan dalam akta Notaris dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
(5) Perubahan anggaran dasar
tidak boleh dinyatakan dalam akta Notaris setelah lewat jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Permohonan persetujuan
perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan
kepada Menteri, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal akta Notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.
(7) Apabila jangka waktu 30
(tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah lewat, permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar tidak dapat diajukan kepada Menteri.
Pasal 19
Perubahan anggaran dasar yang diputuskan di luar RUPS
harus dinyatakan dalam akta Notaris dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal persetujuan seluruh pemegang saham.
Pasal 20
Permohonan persetujuan
perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)
dan ayat (2) diajukan oleh Pemohon melalui SABH dengan cara mengisi Format
Perubahan dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.
Pasal 21
Jika dalam permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
terdapat perubahan nama Perseroan, permohonan persetujuan perubahan anggaran
dasar diajukan setelah pemakaian nama memperoleh persetujuan dari Menteri.
Pasal 22
Ketentuan mengenai tata cara
permohonan pengesahan badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal
14 sampai dengan Pasal 16, berlaku secara mutatis mutandis untuk tata cara
permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar.
Pasal 23
(1) Pengisian Format Perubahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 juga harus dilengkapi dengan dokumen
pendukung yang disampaikan secara elektronik.
(2) Dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pernyataan secara elektronik dari
Pemohon mengenai dokumen perubahan anggaran dasar yang telah lengkap.
(3) Dokumen perubahan anggaran
dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan oleh Notaris, yang
meliputi:
a. akta tentang perubahan
anggaran dasar yang dibuat Notaris;
b. notula RUPS perubahan
anggaran dasar atau keputusan pemegang saham di luar RUPS;
c. akta tentang penggabungan,
peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan yang dibuat Notaris jika perubahan
anggaran dasar dalam rangka penggabungan, dengan melampirkan:
1. akta tentang persetujuan
penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan rancangan
penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan dari Perseroan;
2. fotokopi laporan keuangan
yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan
melakukan penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan; dan
3. bukti pengumuman dalam 1
(satu) surat kabar mengenai ringkasan rancangan penggabungan, peleburan, pengambilalihan,
dan pemisahan Perseroan.
d. fotokopi Nomor Pokok Wajib
Pajak yang diketahui Notaris sesuai dengan aslinya;
e. bukti pembayaran untuk:
1. biaya persetujuan perubahan
anggaran dasar;
2. biaya pengumuman dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; dan
3. biaya persetujuan pemakaian
nama Perseroan, jika perubahan anggaran dasar mengenai perubahan nama
Perseroan.
f. bukti setor modal
Perseroan dari bank atas nama Perseroan, neraca Perseroan tahun buku
berjalan, atau bukti setor dalam bentuk lain, jika perubahan anggaran dasar
mengenai peningkatan modal setor Perseroan; [Note SHIETRA & PARTNERS : Hal
tersebut di atas barulah mungkin terjadi, mengingat PT sebelumnya telah sah
berdiri, dan dalam hal ini hanya melakukan perubahan terhadap Anggaran Dasar
seperti peningkatan Modal Dasar.]
g. bukti pengumuman dalam surat
kabar, jika perubahan anggaran dasar mengenai pengurangan modal;
h. fotokopi surat keterangan
mengenai alamat lengkap Perseroan dari pengelola gedung atau instansi yang
berwenang atau asli surat pernyataan mengenai alamat lengkap Perseroan yang ditandatangani
oleh direksi Perseroan; dan
i. fotokopi dokumen pendukung
dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
diketahui Notaris sesuai dengan aslinya.
BAB IV
PEMBERITAHUAN PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR PERSEROAN
DAN PERUBAHAN DATA PERSEROAN
Bagian Kesatu
Pemberitahuan Perubahan
Anggaran Dasar Perseroan
Pasal 24
(1) Perubahan anggaran dasar
Perseroan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 cukup
diberitahukan oleh Pemohon kepada Menteri.
(2) Permohonan pemberitahuan
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan oleh
Pemohon melalui SABH dengan cara mengisi Format Perubahan dilengkapi dengan
dokumen pendukung.
Pasal 25
(1) Pengisian Format Perubahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) juga harus dilengkapi dengan
dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik.
(2) Dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pernyataan secara elektronik dari
Pemohon mengenai dokumen perubahan anggaran dasar yang telah lengkap.
(3) Dokumen perubahan anggaran
dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan Notaris, yang meliputi:
a. akta tentang perubahan
anggaran dasar yang dibuat Notaris;
b. notula RUPS perubahan
anggaran dasar atau keputusan pemegang saham di luar RUPS;
c. akta tentang penggabungan,
peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan yang dibuat Notaris jika perubahan
anggaran dasar dalam rangka penggabungan, dengan melampirkan: [Note SHIETRA
& PARTNERS : Ketentuan ini mustahil dan overlaping,
mengingat merger atau penggabungan badan hukum perseroan akan mengakibatkan perubahan
komposisi Modal Dasar perseroan yang membutuhkan pengesahan dari otoritas,
bukan sekadar notifikasi kepada otoritas.]
1. akta tentang persetujuan
penggabungan, peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan rancangan
penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan dari Perseroan;
2. fotokopi laporan keuangan
yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan
melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan; dan
3. bukti pengumuman dalam 1
(satu) surat kabar mengenai ringkasan rancangan penggabungan, peleburan, pengambil-alihan,
dan pemisahan Perseroan.
d. fotokopi Nomor Pokok Wajib
Pajak yang diketahui Notaris sesuai dengan aslinya;
e. bukti pembayaran pengumuman
dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia;
f. bukti setor modal Perseroan
dari bank atas nama Perseroan, neraca Perseroan tahun buku berjalan, atau bukti
setor dalam bentuk lain, jika perubahan anggaran dasar mengenai peningkatan modal
setor Perseroan; dan
g. fotokopi dokumen pendukung
dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
diketahui Notaris sesuai dengan aslinya.
Pasal 26
Ketentuan mengenai tata cara
permohonan pengesahan badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal
14 sampai dengan Pasal 16, berlaku secara mutatis mutandis untuk tata cara
permohonan pemberitahuan perubahan anggaran dasar.
Bagian Kedua
Pemberitahuan Perubahan Data
Perseroan
Pasal 27
(1) Perubahan data Perseroan cukup
diberitahukan oleh Pemohon kepada Menteri.
(2) Perubahan data Perseroan
dengan mengisi Format Perubahan pada SABH.
(3) Perubahan data Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perubahan susunan pemegang
saham karena pengalihan saham dan/atau perubahan jumlah kepemilikan saham yang
dimilikinya;
b. perubahan nama pemegang
saham karena pemegang saham ganti nama;
c. perubahan susunan nama dan
jabatan anggota direksi dan/atau dewan komisaris;
d. perubahan alamat
lengkap Perseroan; [Note SHIETRA & PARTNERS : Terminologi hukum Perseroan
Terbatas membedakan antara “kedudukan” dan “alamat”. Bila kedudukan bersifat
wilayah administrasi kabupaten / kota, maka perubahan “alamat” bisa berupa perubahan
pada tempat kecamatan maupun kelurahan yang masih dalam lingkup “kedudukan” kabupaten
/ kota yang sama.]
e. pembubaran Perseroan atau
berakhirnya Perseroan karena jangka waktu berakhir;
f. berakhirnya status badan
hukum Perseroan setelah pertanggung-jawaban likuidator atau Kurator telah
diterima oleh RUPS, Pengadilan, atau Hakim Pengawas; dan
g. penggabungan, peleburan,
pengambil-alihan, dan pemisahan yang tidak disertai perubahan anggaran dasar.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Pertanyaannya, mungkinkan terjadi penggabungan,
peleburan, pengambil-alihan, dan pemisahan yang tidak disertai perubahan
anggaran dasar, terutama Modal Dasar? Penggabungan selalu disertai bertambahnya
modal dari dua entitas hukum menjadi satu-kesatuan, sehingga dapat dipastikan
terjadi penambahan besar Modal Dasar.]
Pasal 28
(1) Pengisian Format Perubahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) juga harus dilengkapi dengan
dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik.
(2) Dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pernyataan secara elektronik dari
Pemohon mengenai dokumen perubahan data Perseroan yang telah lengkap.
(3) Dokumen perubahan data
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan Notaris, untuk:
a. perubahan susunan pemegang
saham karena pengalihan saham dan/atau perubahan jumlah kepemilikan saham yang
dimiliki, berupa:
1. akta tentang perubahan
susunan pemegang saham yang meliputi nama dan jumlah saham yang dimiliki;
dan/atau
2. akta pemindahan hak atas
saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. perubahan nama pemegang
saham karena pemegang saham ganti nama, berupa:
1. akta tentang RUPS, akta
keputusan pemegang saham di luar RUPS atau dokumen lainnya tentang ganti nama
pemegang saham; dan
2. keputusan instansi terkait
mengenai perubahan nama pemegang saham badan hukum atau orang perseorangan.
c. perubahan susunan nama dan
jabatan anggota direksi dan/atau dewan komisaris berupa akta tentang RUPS atau
akta keputusan pemegang saham di luar RUPS tentang perubahan susunan direksi dan/atau
dewan komisaris;
d. fotokopi surat keterangan
mengenai alamat lengkap Perseroan dari pengelola gedung, instansi yang
berwenang, atau asli surat pernyataan mengenai alamat lengkap Perseroan yang ditanda-tangani
oleh direksi Perseroan;
e. penggabungan
yang tidak disertai perubahan anggaran dasar berupa:
1. salinan akta penggabungan
Perseroan;
2. akta RUPS atau keputusan
pemegang saham di luar RUPS tentang persetujuan rancangan penggabungan dari
Perseroan yang akan menggabungkan diri maupun yang menerima penggabungan
Perseroan;
3. fotokopi laporan keuangan
yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan
melakukan penggabungan; dan
4. pengumuman dalam 1 (satu)
surat kabar mengenai ringkasan rancangan penggabungan Perseroan.
f. pembubaran Perseroan berupa:
1. akta tentang RUPS, akta
keputusan pemegang saham di luar RUPS atau dokumen lainnya yang menyetujui
pembubaran Perseroan dan bukti pengumuman pembubaran dalam surat kabar, jika
pembubaran Perseroan berdasarkan keputusan RUPS atau jangka waktu berdirinya
Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir; [Note SHIETRA
& PARTNERS : Dengan demikian, dimungkinkan membuat keputusan RUPS berupa “circulair resolution” dengan agenda
acara “membubarkan perseroan”.]
2. akta mengenai pernyataan
likuidator tentang pembubaran Perseroan berdasarkan penetapan pengadilan,
dilampiri fotokopi penetapan pengadilan, jika Perseroan bubar berdasarkan
penetapan pengadilan, dilampiri fotokopi putusan pengadilan yang sesuai dengan
aslinya yang dibuat oleh pengadilan;
3. akta mengenai pernyataan
likuidator tentang pembubaran perseroan berdasarkan putusan pengadilan niaga
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena harta pailit Perseroan tidak
cukup untuk membayar biaya kepailitan dilampiri fotokopi putusan pengadilan
niaga yang sesuai dengan aslinya yang dibuat oleh pengadilan niaga;
4. akta mengenai pernyataan
Kurator tentang pembubaran Perseroan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena harta pailit dalam keadaan
insolvensi, dilampiri fotokopi putusan pengadilan niaga yang sesuai dengan
aslinya yang dibuat oleh pengadilan niaga; atau
5. akta mengenai pernyataan
direksi tentang pembubaran Perseroan berdasarkan surat pencabutan izin usaha
perbankan dan perasuransian dari instansi pemberi izin usaha, dilampiri fotokopi
surat pencabutan izin tersebut yang diketahui oleh Notaris sesuai dengan
aslinya.
g. telah berakhirnya Perseroan
berupa:
1. surat pemberitahuan dari
likuidator atau kurator mengenai pertanggung-jawaban hasil akhir proses
likuidasi dan pengumuman dalam surat kabar mengenai pelunasan dan pembebasan
kepada likuidator atau kurator dan akta mengenai pertanggung-jawaban hasil
akhir proses likuidasi yang diketahui oleh Notaris sesuai dengan aslinya; dan
2. pengumuman dalam surat kabar
mengenai hasil penggabungan, peleburan atau pemisahan.
(4) Dokumen perubahan data
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dan huruf g selain disimpan pada
Notaris juga harus disampaikan secara langsung kepada Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
Ketentuan mengenai tata cara
permohonan pengesahan badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal
14 sampai dengan Pasal 16, berlaku secara mutatis mutandis untuk tata cara
permohonan pemberitahuan perubahan data Perseroan.
Pasal 30
Pengisian Format Perubahan
mengenai perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal
23 ayat (2) dapat dilakukan juga secara bersama dengan pengisian Format
Perubahan mengenai data Perseroan.
BAB V
PERMOHONAN SECARA NONELEKTRONIK
Pasal 31
(1) Dalam hal permohonan
pengesahan badan hukum, permohonan perubahan anggaran dasar, atau permohonan
perubahan data perseroan terbatas tidak dapat diajukan secara elektronik karena
disebabkan oleh:
a. Notaris yang tempat
kedudukannya belum tersedia jaringan internet; atau
b. SABH tidak berfungsi
sebagaimana mestinya berdasarkan pengumuman resmi oleh Menteri, Pemohon dapat
mengajukan permohonan secara manual.
(2) Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan melampirkan:
a. dokumen pendukung; dan/atau
b. surat keterangan dari Kepala
Kantor Telekomunikasi setempat yang menyatakan bahwa tempat kedudukan Notaris
yang bersangkutan belum terjangkau oleh fasilitas internet.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri ini
mulai berlaku:
a. Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan yang
telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini; dan
b. surat pemberitahuan Menteri
mengenai perubahan anggaran dasar dan pemberitahuan perubahan data Perseroan, dinyatakan
tetap berlaku sepanjang belum dilakukan perubahan dan pencabutan oleh Menteri
atau pembatalan oleh pengadilan.
Pasal 33
Permohonan pengesahan pendirian
yang telah diajukan dan sedang diproses sebelum berlakunya Peraturan Menteri
ini, diproses berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dengan
melampirkan pernyataan secara tertulis sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini
mulai berlaku, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
M.HH-01.AH.01.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan
Badan Hukum dan Pesetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian
Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas (Berita
Negara Republik Indonesia Nomor 187 Tahun 2011), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 35
Peraturan Menteri ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Maret 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.