LEGAL OPINION
TIDAK
SEYOGIANYA HAKIM MENUNTUT HAL YANG TIDAK MUNGKIN DAPAT DIPENUHI OLEH PIHAK
PENGGUGAT YANG BERPOSISI LEBIH LEMAH
Question: Sejauh apa kemungkinan berhasilnya pasien menggugat
kelalaian rumah sakit sehingga pasien alih-alih membaik justru mengalami sakit
yang lain? Sebaiknya langsung gugat, atau lapor ke lembaga penegak etik
kedokteran terlebih dahulu?
Brief Answer: Tampaknya untuk kasus kelalaian yang selain
hingga mengakibatkan kematian pasien, sangat jarang dikabulkan oleh lembaga
peradilan perdata, dikarenakan sulitnya membuktikan sebagaimana menjadi beban
pembuktian pihak Penggugat. Idealnya beban pembuktian perkara-perkara terkait
hal medik, dibebankan secara “beban pembuktian terbalik”, bahwa pihak penyedia
jasa medis tidak bertindak secara gegabah dan tidak bertindak lalai dalam
menangani pasien.
Terdapat dilematika, ketika seorang pasien hendak
mengadukan dugaan mal-praktik medik kepada majelis kehormatan etik profesi
dokter, mengingat sidang etik dilakukan secara tertutup dan cenderung kurang
transparan oleh sesama rekan kolega dokter, sementara Kode Etik Kedokteran
secara conflict of interest
mensyaratkan agar sesama dokter saling melindungi koprs kedokteran, alhasil
jarang sekali kalangan kedokteran yang dicabut izin praktiknya.
Ketika majelis etik menyatakan tidak terjadi
pelanggaran etik, maka resiko terbesar membentang untuk kedepannya, mengingat
hal tersebut dapat menjadi alibi sempurna bagi kalangan penyedia jasa medis
untuk berkilah dari tanggung-jawab, dan hakim yang sama sekali tidak memiliki latar
belakang pengetahuan terkait medis akan lebih cenderung untuk berpegang pada
hasil laporan dan kesimpulan majelis etik profesi kedokteran demikian.
Sementara bila pasien memilih untuk langsung
mengajukan gugatan ke hadapan pengadilan, dapat dipastikan tidak mengantungi
alat bukti pelanggaran apapun selain kondisi kesehatan yang justru kian
menurun—mengingat semua alat bukti dimiliki oleh pihak penyedia jasa medis
sebagai pihak yang lebih kuat posisinya.
Alhasil, sepanjang praktik peradilan belum
memberikan beban pembuktian pada pihak yang lebih kuat posisi politisnya (alias
beban pembuktian “terbalik”), maka dapat dipastikan sukar bagi kalangan pasien
manapun untuk menuntut ataupun menggugat institusi semacam rumah sakit maupun
pihak kedokteran di Tanah Air.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret yang sangat relevan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan
lewat putusan Pengadilan Negeri Surakarta sengketa malpraktik register Nomor 137/Pdt.G/2014/PN.Skt.
tanggal 27 Januari 2015, perkara antara:
- BROTO SOECHIMAN, sebagai Penggugat;
melawan
1. RS. PKU MUHAMMADIYAH
SURAKARTA, selaku Tergugat I; dan
2. Dr. WIBISONO, SpU., selaku Tergugat
II.
Mulanya, pihak Penggugat merupakan pasien dari Rumah Sakit yang dikelola
oleh pihak Tergugat I dan pihak Tergugat II sebagai dokter yang menangani
secara langsung. Penggugat kira-kira pada akhir tahun 2013 memeriksakan “sakit
ginjal“ di RS. PKU Muhammadiyah Surakarta (Tergugat I), setelah dilakukan pemeriksaan
melalui USG. Ternyata positif ditemukan batu ginjal dengan ukuran lebih kurang
1,6 cm.
Selanjutnya dokter yang bertugas pada Instalasi Gawat Darurat (IGD) menyarankan
untuk dilakukan operasi. Penggugat untuk itu mempertimbangkan dan menyiapkan
diri, memutuskan bersedia dioperasi pada malam harinya. Saat itulah Tergugat II
mendatangi Penggugat dan melakukan pemeriksaan dengan mengatakan, “Sebelum menjalani operasi batu ginjal,
sebaiknya dilakukan operasi prostat terlebih dahulu.”
Keesokan harinya dilaksanakan operasi prostat sampai selesai, dan beberapa
waktu kemudian atas perintah Tergugat II, Penggugat disuruh pulang yang
sebenarnya pada waktu itu kondisi kesehatan Penggugat belum sembuh dan tidak
layak untuk pulang. Tanpa pengawasan dan perawatan dokter yang ada di tempat
Tergugat I, maka dengan terpaksa mengikuti perintah Tergugat II meninggalkan
RS. PKU. Muhammadiyah Surakarta.
Setibanya Penggugat di rumah, ternyata tubuh Penggugat tidak mampu dan
tidak bisa turun dari mobil karena “merasakan sakit yang luar biasa” sehingga
dengan terpaksa tidur di dalam mobil selama 114 jam lamanya. Pada saat
Penggugat kembali untuk melakukan kontrol di poliklinik Tergugat II, Penggugat
merasakan sakit yang luar biasa “bahkan terasa mengancam keselamatan jiwa”.
Tergugat II memerintahkan kepada perawat untuk melepas selang cateter
Penggugat dengan rasa sakit yang luar biasa. Ketika Penggugat masih menahan
rasa sakit yang luar biasa, justru Tergugat II menjelaskan untuk dilakukan “operasi
batu ginjal“ dengan cara ditembak memakai sinar laser di RS. Kustati Surakarta
atau dengan cara dibedah.
Tidak lama kemudian, Penggugat mengalami kesulitan buang air kecil, dimana
saat kencing yang keluar adalah “darah dengan warna hitam pekat disertai rasa
sakit dan berkali-kali keluar darah segar”. Sore harinya, Penggugat mengalami
pingsan lebih dari satu kali, sehingga dimasukkan ke Unit Gawat Darurat RS. PKU.
Muhammadiyah, dimana atas perintah Tergugat II oleh perawat Penggugat dipasang
selang cateter kembali, sebelum kemudian disuruh pulang, Oleh sebab Penggugat
tidak kuat menahan rasa sakit yang luar biasa, akhirnya harus kembali ke RS. PKU.
Muhammadiyah Surakarta dan ditempatkan di kamar rawat inap.
Pada malam harinya, setelah Penggugat diperiksa oleh dr. Suharto, Sp.U.
kemudian memerintahkan kepada perawat untuk mengganti selang cateter dengan
yang lebih besar agar darah bisa keluar dan menurut keterangan dr. Suharto, Sp.U.
ada genangan darah di perut Penggugat dan pada pagi harinya kembali dioperasi.
Tergugat I selaku pengelola menejemen rumah sakit dan Tergugat II sebagai
dokter Spesialis Penyakit Urologi, karena kekurang-hati-hatian dalam melakukan
tindakan operasi terhadap tubuh Penggugat, sehingga menimbulkan kerugian bagi Penggugat
berupa menderita dan merasakan kesakitan yang luar biasa, bahkan mengancam keselamatan
jiwa serta menimbulkan kerugian materiil dan moril.
Akibat kelalaian atau kurang hati-hati pihak Tergugat I dan Tergugat II, mengakibatkan
Penggugat tidak sembuh dari penyakitnya, bahkan harus keluar masuk ruang medis,
berobat dan opname pada rumah sakit lain sebanyak 7 kali agar dapat pulih,
dengan menghabiskan biaya mencapai Rp.450.000.000,00 yang menimbulkan kerugian
konkret berupa kehilangan penghasilan sebagai seorang pengusaha, selama
menghadapi problematik layanan medis yang tidak tepat oleh Tergugat.
Dimana terhadapnya, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan
sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah
membaca dan mengkaji Gugatan Penggugat dan jawaban Tergugat I maupun Tergugat
II, maka diketemukan fakta-fakta yang tidak terbantahkan yaitu:
- Bahwa benar Penggugat pernah berobat dan opname di RS. PKU. Muhammadiyah
Surakarta, yang semula ditangani oleh Tergugat II kemudian ditangani oleh Dr. dr.
SUHARTO WIJANARKO, Sp.U.
- Bahwa Tergugat II adalah benar dokter spesialis Urologi yang memiliki ijin
praktek di RS. PKU. Muhammadiyah Surakarta, yang memiliki kompetensi dalam
penanganan medis terhadap kelainan saluran kemih dan genital pada laki-laki dan
saluran kemih wanita;
- Bahwa benar Penggugat pernah menjadi pasien Tergugat II di RS. Tergugat
I, yang berawal tanggal 10 Nopember 2013, dengan keluhan nyeri pada pinggang
kanan dan sulit buang air kecil yang kemudian dilakukan tindakan operasi
prostat oleh Tergugat II;
“Menimbang, bahwa karena dalil
gugatan Penggugat yang selebihnya dibantah oleh para Tergugat, maka menjadi
kewajiban Penggugat untuk membuktikannya:
“Menimbang, bahwa berdasarkan
bukti-bukti tulisan yang diajukan oleh Penggugat yaitu yang diberi tanda P-1
sampai dengan P-40 maupun keterangan saksi Penggugat yaitu 1. Saksi FAJAR dan
saksi Drs. SUPRAPTO, yang pada pokoknya menerangkan bahwa saksi-saksi tersebut
pernah melihat Penggugat dirawat di Rumah Sakit PKU. MUHAMMADIYAH Surakarta dan
di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta serta di Rumah Sakit dr. SARJITO Yogyakarta,
dan pernah melihat juga Penggugat tidur di mobil selama kurang lebih 4 (empat)
hari dan saat ini Penggugat kalau berjalan menggunakan kursi roda;
“Menimbang, bahwa bukti tulisan
P-1 sampai dengan P-4 dan P-7, menunjukkan hasil pemeriksaan USG dan foto hasil
USG Penggugat dari Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU. MUHAMMADIYAH Surakarta
dengan kesimpulan bahwa Penggugat menderita batu ginjal kanan dengan
hedronefrosis kanan serta mengalami pembesaran kelenjar prostrat non kanker Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH) retensio urine;
“Menimbang, bahwa dengan
demikian Penggugat telah dapat membuktikan jika pernah berobat dan dirawat di
Rumah Sakit PKU. MUHAMMADIYAH Surakarta karena sakit prostat dan kencing batu
atau batu ginjal serta pasca dioperasi tidur beberapa hari di dalam mobil dan
sekarang masih memakai kursi roda;
Menimbang, bahwa bukti yang
selebihnya yaitu P-5, P-6, dan P-8 sampai dengan P-39 menunjukkan perincian
biaya–biaya pengobatan dan perawatan yang dikeluarkan oleh Penggugat, sedangkan
bukti P-40 menerangkan bahwa Penggugat pernah bekerja sebagai pengelola agen
bus PO. PUTRA REMAJA di Surakarta yang terhitung sejak awal Nopember 2013 tidak
masuk bekerja karena sakit setelah operasi prostat dan batu ginjal dengan
penghasilan berkisar 25 juta sampai 30 juta rupiah setiap bulannya;
“Menimbang, bahwa sebagai dasar
gugatan Penggugat yaitu Pasal 1366 dan 1367 KUHPerdata. Pasal 1366 KUHPerdata
berbunyi : ‘Setiap orang bertanggung jawab bukan hanya atas kerugian yang
disebabkan perbuatannya, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian
atau kurang hati-hatinya’; sedangkan Pasal 1367 KUHPerdata berbunyi : ‘Seseorang
tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya
sendiri, melainkankan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan
orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada
dibawah pengawasannya’.
“Menimbang, bahwa Penggugat
telah dapat membuktikan adanya perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat I yaitu
telah melakukan tindakan operasi prostat yang diderita oleh Penggugat, akan
tetapi Penggugat belum dapat membuktikan tentang kelalaian atau kurang
hati-hatinya yang dilakukan oleh Tergugat I; [Note SHIETRA & PARTNERS :
Majelis Hakim telah meminta hal yang mustahil oleh dipenuhi oleh pihak
Penggugat selaku pasien maupun oleh pasien manapun.]
“Menimbang, bahwa sebaliknya
Tergugat I maupun Tergugat II telah dapat membuktikan sangkalannya berdasarkan
bukti tulisan T.I-3 yaitu berupa Foto copy Laporan Medik Tuan B No. RM: ... ,
tanggal 05 Juni 2014 dari Ketua Komite Medik Direktur RS. PKU Muhamadiyah
Surakarta, yang hasil audit medik oleh Sub Komite Etika dan
Disiplin Profesi Komite Medik RS PKU Muhammadiyah Surakarta telah disimpulkan
hasilnya yaitu tidak ada kesalahan prosedur pada tindakan operasi TURP maupun
evakuasi Blood Cloth dan bukti T.-4 berupa Fotocopy Laporan Hasil presentasi
kasus No. ... , tanggal 05 Desember 2013, dengan kesimpulan tidak ada kesalahan
prosedur pada tindakan TURP maupun evakuasi Blood Cloth, serta bukti T.I-6
berupa Foto copy Surat Keterangan Rekomendasi IDI Cabang
Surakarta No. ... , tanggal 10 Juni 2014, memberikan rekomendasi bahwa pada
kasus ini sudah menjalankan praktek kedokteran sesuai dengan prosedur medis
yang berlaku dan tidak terbukti melakukan pelanggaran etik, disiplin
maupun hukum kedokteran;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
bukti Tergugat II yaitu T.II-3 dan T.II-4 serta T.II-5 Tergugat II telah dapat
membuktikan sangkalannya bahwa Tergugat II telah memberikan penjelasan secara
lengkap mengenai rencana tindakan operasi prostat (TURP), indikasi tindakan, tata
cara tindakan, tujuan, resiko, komplikasi, prognosis secara langsung kepada
Penggugat yang didampingi oleh keluarga dan Penggugat menyetujui tindakan
operasi prostat tanggal 10 Nopember 2013, dan Penggugat menolak tindakan
pemasangan kateter meskipun tujuan dan resiko komplikasi perdarahan yang
mungkin terjadi pemasangan kateter tersebut telah dijelaskan oleh Tergugat II;
“Menimbang bahwa bukti Tergugat
II tersebut juga telah dikuatkan oleh keterangan Saksi Tergugat II yaitu dr.
AHMAD BI UTOMO, bahwa apabila ada penyakit batu ginjal dan prostat maka yang
harus ditangani lebih dahulu adalah penyakit prostatnya dan semua tindakan yang
dilakukan oleh Tergugat II sudah sesuai dengan prosedur;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
atas pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut diatas, maka Penggugat
tidak dapat membuktikan dalil gugatannya dan sebaliknya paraTergugat telah
dapat membuktikan sangkalannya, yaitu Tergugat I dan Tergugat II telah
bertindak sesuai dengan prosedur medis yang berlaku dan tidak ada kelalaian
atau ketidak hati-hatian yang dilakukan oleh para Tergugat, sebagai unsur yang
esensial yang menjadi dasar tuntutan Penggugat, karenanya gugatan yang demikian
adalah tidak beralasan dan tidak berdasarkan atas hukum oleh karena itu harus
ditolak;
“Menimbang, bahwa karena yang
menjadi pokok substansi gugatan Penggugat ditolak, maka mengenai
tuntutan-tuntutan yang menyertainya tidak perlu dipertimbangkan dan harus
ditolak pula, dengan demikian gugatan Penggugat ditolak untuk seluruhnya;
“M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.