LEGAL OPINION
Question: Jika mau beli tanah secara kolektif dari masyarakat
adat, cukup disebut luas total bidang tanah yang dibeli dari mereka, atau
setiap penjual musti juga dirinci luas dan batas-batas bidang tanahnya satu per
satu yang agak merepotkan karena jual-beli bersifat kolektif dengan banyak
warga masyarakat adat setempat?
Brief Answer: Khusus untuk hubungan hukum keperdataan terkait
tanah, semakin detail dan semakin rinci semakin baik, untuk menutup setiap
celah potensi resiko dikemudian hari. Hukum pertanahan sangat sensitif detail
terkait fakta empirik maupun data lapangan. Satu atau dua “cacat” keterangan
fakta empirik, mengakibatkan seluruh dalil menjadi tampak rancu sekaligus
membuat mubazir upaya hukum yang diajukan—bagai “nila setitik, rusak susu sebelangan”.
Perlu dihindari pula kebiasaan untuk membuat
klaim secara berlebihan, karena bila klaim demikian gagal dibuktikan kebenaran
empiriknya secara mutlak, dapat menjadi suatu “bumerang” bagi pihak Penggugat
itu sendiri. Oleh karenanya gugatan yang jujur dan mengandung muatan rasional
yang taat asas empirik, selalu lebih diunggulkan berdasarkan praktik peradilan yang
ada. “Cacat substansi” selalu akan dimaknai juga sebagai “cacat formil”, dalam
suatu sengketa pertanahan.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret yang cukup representatif, sebagaiaman dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk
putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 1469 K/Pdt/2017 tanggal
27 Juli 2017, perkara antara:
1. PARIS MANAO; 2. NESTOR MANAO;
3. ANIZETU MANAO; 4. DALIZISOKHI MANAO als. AMA FERDINAND; 5. SUNOZISOKHI MANAO;
6. SAMSON MANAO); 7. NIASMAN Y. MANAO, sebagai Para Pemohon Kasasi, semula
selaku Tergugat II, III, IV, V dan Turut Tergugat I, II, III; melawan
- FIRMAN ADIL DAKHI als. AMA
FIREN; sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat; dan
- ARISTON MANAO als. AMA ROCKY,
selaku Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat I.
Penggugat mendaku sebagai pemilik berbagai bidang tanah yang Penggugat
peroleh berdasarkan ratusan Surat Jual-Beli antara Penggugat dengan ratusan masyarakat
Desa Hilizihono dan masyarakat Desa Hiliofonaluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten
Nias Selatan, Propinsi Sumatera Utara.
Sebagian besar dari ratusan jual-beli tersebut, antara lain berupa Surat
Jual Beli tertanggal 10 Agustus 2012 antara warga setempat dengan pihak Firman
Adil Dachi (Penggugat), dilandasi adanya Surat Pernyataan Kepemilikan dan Penguasaan
Fisik Bidang Tanah, atas nama masing-masing warga yang menjual tertanggal 7
Agustus 2012, atau tanggal-tanggal lainnya yang terbit lebih dahulu sebelum
terbitnya Surat Jual-Beli.
Adalah wajar bila alas hak melahirkan hak untuk menjual dan “causa yang
sahih” untuk dibeli oleh pihak ketiga, sepanjang alas hak tersebut atau
keterangan yang menyatakan adanya alas hak milik pihak penjual demikian terbit
terlebih dahulu sebelum tanggal efektif jual-beli dilaksanakan.
Namun yang unik, ada segelintir Akta Jual-Beli yang berisi keterangan
bahwa Surat Jual-Beli terjadi tanggal 27 April 2012 antara seorang
warga dengan pihak Firman Adil Dachi (Penggugat), dilandasi Surat Pernyataan
Kepemilikan dan Penguasaan Fisik Bidang Tanah atas nama sang warga penjual
tertanggal 31 April 2012—artinya terbit setelah terjadinya
Jual-Beli.
Terhadap gugatan demikian, Pengadilan Negeri Gunungsitoli kemudian
menjatuhkan putusan Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Gst. tanggal 6 April 2016 dengan
amar, sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Eksepsi:
- Mengabulkan Eksepsi dari Kuasa Tergugat II, Tergugat III,
Tergugat IV, Tergugat V,dan Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat
III;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Kuasa Penggugat tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke verklaard).”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan Pengadilan Negeri
tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Medan Nomor 249/PDT/2016/PT.MDN.
tanggal 31 April 2016, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Gunung Sitoli Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Gst.,
tanggal 6 April 2016 yang dimohonkan banding tersebut;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam eksepsi:
- Menolak eksepsi Para Terbanding semula Para Tergugat;
Dalam Pokok Perkara;
1. Mengabulkan gugatan Pembanding semula Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Jual Beli antara Penggugat dengan masyarakat Desa Hilizihono
dan Desa Hiliofonaluo berdasarkan: ... Adalah sah menurut hukum;
3. Menyatakan tanah objek sengketa tersebut yang terletak di ..., dan
berdasarkan Surat Pengukuran dan Peta Bidang Tanah dari Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Nias Selatan, yang setempat dikenal sebagai ... dan
sekitarnya, yang batas-batasnya sebagai berikut: ... Dengan luas keseluruhan ±
1. 253.306 meter persegi atau ± 125,3 hektar, adalah sah sebagai hak milik
Penggugat;
4. Menyatakan bahwa tindakan Para Tergugat menguasai objek sengketa tanpa
hak dan tanpa sepengetahuan serta tanpa persetujuan Penggugat adalah perbuatan
melawan hukum (onrecht matige daad);
5. Menyatakan bahwa segala surat-surat yang timbul antara
Tergugat-Tergugat dengan pihak lain sepanjang mengenai objek sengketa adalah
tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
6. Menghukum Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, dan Turut Tergugat III
untuk mematuhi putusan hukum dalam perkara ini;
7. Menghukum Tergugat-Tergugat dan siapa saja yang memperoleh hak dari padanya
untuk mengosongkan dan menyerahkan objek sengketa kepada Penggugat dalam
keadaan baik dan kosong dan bila perlu dengan bantuan aparat keamanan;
8. Menolak gugatan selebihnya.”
Pihak Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya meski
pihak Tergugat tidak menyinggung perihal terdapat satu atau dua kejadian jual-beli
terjadi sebelum adanya Surat Keterangan Alas Hak warga yang menjual, dan
sekalipun hanya segelintir Surat Jual-Beli yang janggal demikian diantara lebih
dari dua ratus Surat Jual-Beli yang tidak mengandung cacat, Mahkamah Agung membuat
pertimbangan serta amar putusan korektif yang tidak mentolerir sedikit pun “cacat
dalam detail fakta hukum”, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut dapat
dibenarkan, oleh karena Judex Facti / Pengadilan Tinggi Medan telah salah
menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa putusan Judex Facti
(Pengadilan Tinggi Medan) yang membatalkan putusan Judex Facti (Pengadilan
Negeri Gunungsitoli) dengan mengabulkan gugatan Penggugat tidak dapat
dibenarkan, karena berdasarkan fakta-fakta dalam perkara a quo Judex Facti
(Pengadilan Tinggi Medan) telah keliru dalam menyimpulkan sehingga salah
dalam menerapkan hukum dalam perkara a quo, karena gugatan Penggugat tidak
jelas dan kabur disebabkan posita gugatan Penggugat tidak mendukung petitum
gugatan Penggugat yaitu:
- Bahwa jual-beli objek sengketa antara Penggugat dengan 231 (dua
ratus tiga puluh satu) orang Masyarakat Desa selaku penjual tidak jelas berapa luas
serta batas masing-masing objek jual beli tersebut sehingga diperoleh luas
keseluruhan objek sengketa ± 1.253.306 m² atau ± 125.3 ha dan pula ada
beberapa bagian pelaksanaan proses jual beli objek sengketa antara Penggugat
dengan penjual terjadi lebih dahulu (pada tanggal 27 Juli 2012) akan
tetapi alas hak beberapa surat pernyataan milik dan penguasaan fisik objek
sengketa terbit kemudian yaitu setelah terjadi jual beli (pada tanggal 31
Juli 2012) antara lain posita angka 2.128, 2.147 dan 2.154;
- Bahwa berapa sesungguhnya luas objek sengketa yang digugat oleh Penggugat
kabur, dimana dalam posita gugatan Penggugat angka 2 dan 3 mendalilkan luas
objek sengketa adalah ± 1.253.306 m² atau ± 125.3 ha yang sebagian
berapa luas yang telah Penggugat hibahkan kepada Pemda Kabupaten Nias
Selatan untuk dijadikan jalan menuju objek sengketa, akan tetapi dalam petitum
angka 4 Penggugat mohon dinyatakan objek sengketa seluas / luas keseluruhan ± 125.3
Ha adalah hak milik Penggugat; [Note SHIETRA & PARTNERS: Klaim yang berlebihan
mengakibatkan gugatan menjadi rancu, membuat hakim enggan untuk mengabulkan
gugatan demikian.]
- Bahwa dari urauian di atas, gugatan Penggugat tidak jelas dan kabur sehingga
gugatan cacat formil;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan kasasi
lainnya, Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk
mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: PARIS MANAO, dan
kawan-kawan ,dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor
249/PDT/2016/PT.MDN. tanggal 31 Oktober 2016 yang membatalkan Putusan
Pengadilan Negeri Gunungsitoli Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Gst. tanggal 6 April 2016
serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan
sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
“M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. PARIS MANAO,
2. NESTOR MANAO, 3. ANIZETU MANAO, 4. MANAO als. AMA FERDINAND, 5. SUNOZISOKHI
MANA O, 6. SAMSON MANAO, 7. NIASMAN Y. MANAO, tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 249/PDT/2016/ PT.MDN.
tanggal 31 Oktober 2016 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli
Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Gst. tanggal 6 April 2016;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam Eksepsi:
- Mengabulkan eksepsi Tergugat II, III, IV, V dan Turut Tergugat I, II,
III;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke verklaard).”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.