Dosa-Dosa Para Muslim Telah TOO BIG TO FALL, Point of NO RETURN, Terjebak dan Terjerumus Kian Dalam Kedalam Jurang Dosa

Jebakan Mental dalam Islam, Semakin Memakan dan Termakan Ideologi KORUP Bernama PENGHAPUSAN DOSA, Semakin Terjerumus Kian Dalam Kedalam Jurang DOSA

Question: Para muslim ngotot dan bersikukuh bahwa agamanya adalah “agama suci” dan tetap berdelusi sebagai kaum paling superior, meskipun tidak mampu membantah bahwa agama islam sejatinya adalah “agama dosa” yang mempromosikan “penghapusan dosa” alih-alih mengkampanyekan gaya hidup higienis dari dosa, dan sekalipun hanya seorang pendosa yang butuh iming-iming korup semacam “penghapusan atau pengampunan dosa”. Terhadap dosa dan maksiat, para muslim begitu kompromistik. Ada “pengampunan dosa”, kata mereka, dan itu doa mereka setiap harinya dan sepanjang hidup. Namun terhadap kaum yang berbeda keyakinan, mereka begitu intoleran. Babi disebut “haram”. Akan tetapi ideologi korup semacam “penghapusan dosa” atau sejenisnya mereka sebut sebagai “halal” serta dijadikan “halal lifestyle”. Mengapa para muslim ini, begitu keras kepala, masih juga merasa bangga, dan memaksa orang lain untuk menjadi seperti mereka?

Brief Answer: Karena dosa-dosa mereka telah menggunung, akibat memakan dan termakan ideologi KORUP bernama “PENGAMPUNAN / PENGHAPUSAN DOSA” (abolition of sins) sehingga menjelma “KORUPTOR DOSA”. Mereka, para muslim pemeluk agama islam tersebut, dengan demikian dalam kesehariannya lebih sibuk berkelit dari konsekuensi dan tanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruknya sendiri. Alhasil, mereka meremehkan perbuatan-perbuatan buruk, dan berdelusi bahwa tiada konsekuensi yang harus mereka “bayar” sebagai akibatnya. Ini dan itu dilarang Allah, ini dan itu haram, kata mereka. Namun disaat bersamaan, dinegasikan sendiri oleh dogma-dogma ajaran islam yang pada pokoknya memohon “PENGHAPUSAN DOSA-DOSA”, dengan syarat mereka, para pendosa tersebut, menggadaikan jiwanya menjadi “penjilat bokong Allah”.

Berangkat dari jebakan paradigma demikian, para muslim dalam keseharian berlomba-lomba mengoleksi segudang dosa, memproduksi segunung dosa, berkubang dalam samudera dosa, dan bersimbah dosa. Dosa-dosa mereka, karenanya, menjelma “TOO BIG TO FALL”, karenanya menjadi sebentuk “point of no return”, dimana para muslim hidupnya sejak awal telah divonis “hidup sebagai PENDOSA, dan matinya pun sebagai seorang PENDOSA”. Mereka tidak memiliki pilihan lain selain membuta meyakini dan memeluk ideologi KORUP bernama “PENGHAPUSAN DOSA” yang sejatinya “too good to be true” demikian dalam doa-doa kesehariannya, setiap hari raya lebaran, maupun saat meninggal dunia.

PEMBAHASAN:

Tidak ada yang lebih kotor dan lebih dangkal serta lebih hina daripada dogma-dogma “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN DOSA” maupun “PENEBUSAN DOSA”. Terlebih rendah, dangkal, dan lebih kotor ialah mereka yang justru memakan dan termakan dogma-dogma KORUP demikian, sehingga menjelma “KORUPTOR DOSA”. Mereka, bahkan begitu pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri. Sehingga, kita patut bertanya, atas dasar delusi apakah, para pendosa tersebut mengklaim dirinya sebagai kaum paling superior yang merasa berhak untuk dipuji alih-alih dicela dan tercela, dan tidak jarang mengklaim sebagai “polisi moral” yang merasa berhak menghakimi kaum lainnya?

Mereka bukanlah kaum superior, justru sebaliknya, kaum dengan kriteria kasta paling rendah, hina, kotor, buruk, busuk, tercela, dangkal, serta menjijikkan, sebagaimana disinggung lewat khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara, dengan kutipan:

IV. Seorang Petapa

85 (1) Seorang Bhikkhu

“Para bhikkhu, adalah dengan menghancurkan tujuh hal maka seseorang adalah seorang bhikkhu. Apakah tujuh ini? Pandangan eksistensi-diri telah hancur; keragu-raguan telah hancur; genggaman keliru pada perilaku dan upacara telah hancur; nafsu telah hancur; kebencian telah hancur; delusi telah hancur; keangkuhan telah hancur. Adalah dengan menghancurkan ketujuh hal ini maka seseorang adalah seorang bhikkhu.”

~0~

92 (8) Seorang Arahant

“Para bhikkhu, adalah dengan berjauhan [dari tujuh hal] maka seseorang adalah seorang Arahant. Apakah tujuh ini? Pandangan eksistensi-diri telah menjauh; keragu-raguan telah menjauh; genggaman keliru pada perilaku dan upacara telah menjauh; nafsu telah menjauh; kebencian telah menjauh; delusi telah menjauh; keangkuhan telah menjauh. Adalah dengan berjauhan [dari ketujuh hal ini] maka seseorang adalah seorang Arahant.

~0~

67 (5) Belenggu-Belenggu yang Lebih Rendah

“Para bhikkhu, ada lima belenggu yang lebih rendah ini. Apakah lima ini? Pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, genggaman keliru pada perilaku dan upacara, keinginan indria, dan niat buruk. Ini adalah kelima belenggu yang lebih rendah itu … Keempat penegakan perhatian ini harus dikembangkan untuk meninggalkan kelima belenggu yang lebih rendah ini.”

~0~

70 (8) Belenggu-Belenggu yang Lebih Tinggi

“Para bhikkhu, ada lima belenggu yang lebih tinggi ini. Apakah lima ini? Nafsu pada bentuk, nafsu pada tanpa bentuk, keangkuhan, kegelisahan, dan ketidak-tahuan. Ini adalah kelima belenggu yang lebih tinggi itu … Keempat penegakan perhatian ini harus dikembangkan untuk meninggalkan kelima jenis belenggu yang lebih tinggi ini.”

~0~

73 (1) Latihan

“Para bhikkhu, ada lima halangan dalam latihan ini. Apakah lima ini? (1) Membunuh, (2) mengambil apa yang tidak diberikan, (3) hubungan seksual yang salah, (4) berbohong, dan (5) [menikmati] minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Ini adalah kelima halangan dalam latihan itu.

Empat usaha benar harus dikembangkan untuk meninggalkan kelima halangan ini. Apakah empat ini? Di sini, (6) seorang bhikkhu membangkitkan keinginan untuk tidak memunculkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya.

(7) Ia membangkitkan keinginan untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang telah muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya.

(8) Ia membangkitkan keinginan untuk memunculkan kualitas-kualitas yang bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya.

(9) Ia membangkitkan keinginan untuk mempertahankan kualitas-kualitas yang bermanfaat yang telah muncul, untuk ketidak-mundurannya, meningkatkannya, memperluasnya, dan memenuhinya melalui pengembangan; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya.

Keempat usaha benar ini harus dikembangkan untuk meninggalkan kelima halangan ini.”

Setiap harinya, para muslim mabuk serta kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA”, setiap hari raya lebaran, saat umroh, bahkan saat muslim meninggal dunia. Alhasil, kian hari para muslim kian terjebak dan kian terjerumus kian dalam ke dalam jurang lembah nista dosa. Semua orang sanggup menjadi seorang PENDOSA PENJILAT PECANDU PENGHAPUSAN DOSA, lalu semudah melakukan ritual-ritual “menjilat bokong Allah”, namun tidak semua orang berani dan mau bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruknya sendiri—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:

- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.

- No. 4857 : “Barang siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.

- No. 4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”

- Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]

Kian dalam dan kian terjerumus terjebak masuk ke dalam jurang nista penuh dosa, ibarat menggali lubang kubur sendiri, kian dalam menuju alam neraka, kian kecanduan dan mabuk “PENGHAPUSAN DOSA”—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:

- No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.’”

- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku,  serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku,”

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]