LEGAL OPINION
Penjualan yang Mengandung Unsur Penipuan, adalah
Tindak Pidana bila Timbul Kerugian bagi Pihak Pembeli
Question: Penipuan dalam suatu transaksi atau kesepakatan jual-beli
barang, apa harus selalu bentuknya sama sekali tidak menyerahkan barang itu ke
pembeli, barulah pelakunya dapat disebut telah menipu sekalipun uang telah
diserahkan pembeli? Bila memang niatnya menipu pembeli, apa hanya bisa digugat
perdata saja? Bagaimana jika barangnya memang dikirim dan diserahkan oleh pihak
penjual, namun ternyata berbeda dari apa yang semula ditawarkan oleh si
penjual.
Mengakunya “ready stok” saat promosi produk ke kami,
namun mengapa barang yang kemudian diserahkan berbeda dari apa yang semula
mereka tawarkan? Bukankah itu artinya sejak semua mereka punya itikad buruk
untuk mengecoh calon pembelinya? Mengaku dari bahan “best quality”, ternyata barang yang tiba hanya berjenis kualitas
rendah, jauh dibawah harga yang telah kami bayarkan, sehingga jelas menimbulkan
kerugian bagi kami selaku pembeli.
Brief Answer: Tindak pidana penipuan bukanlah perihal
pelakunya memberikan ataukah tidak sama sekali menyerahkan objek jual-beli,
namun lebih kepada apa yang terjadi pada latar-belakang peristiwa dan
spesifikasi dari objeknya, semisal pihak penjual dengan sengaja melakukan
mis-informasi yang menyesatkan persepsi calon pembeli, rangkaian tipu-muslihat
atau kata-kata bohong yang tujuan utamanya menggerakkan niat batin calon korban
untuk membeli dan menyerahkan sejumlah uang jual-beli, atau semisal membuat
“syarat dan ketentuan” yang cukup meyakinkan pihak pembeli yang mana kemudian
ternyata sejak awal memang akan dilanggar sendiri oleh pihak penjual.
Esensi kedua, yakni bilamana dapat dibuktikan
oleh pihak korban, bahwa timbul kerugian bagi pihak pembeli atas transasksi
yang dilandasi oleh suatu kebohongan oleh pihak penjual. Penipuan yang dikemas
dalam konstruksi hubungan hukum jual-beli, bukan dimaknai akan selalu berbuntut
pada gugatan perdata semata, namun juga dapat bermuara pada tuntutan pidana
bila niat batin pelakunya memang mengandung “corak warna batin” penipuan.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
SHIETRA & PARTNERS akan mengilustrasikan kasus jual-beli perusahaan yang mengandung
muatan penipuan, dan memang akan berujung sebagai delik pidana, sebagaimana
tercermin lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 1576
K/Pid/2012 tanggal 06 Desember 2012, dimana Terdakwa didakwa karena telah dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat ataupun rangkaian
kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang suatu kepadanya
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang
penipuan.
Bermula pada bulan November
2007, Terdakwa berkenalan dengan Ong Andi
Wiryanto (korban) pada sebuah Hotel di Jakarta untuk membicarakan adanya
kerjasama dibidang Pertambangan Batubara. Dalam pertemuan tersebut, Terdakwa
mengatakan kepada korban bahwa dirinya memiliki lahan tambang Batubara atas nama
PT. Cipta Buana Seraya (PT. CBS) seluas 2600 Ha dengan jumlah kandungan deposit
Batubara sekitar 2.000.000 ton sudah siap ditambang, kandungan kalori
tambang Batubara di atas 6000 kalori.
Terdakwa juga menyebutkan kepada
korban tentang Perijinan yang telah dimiliki oleh PT. CBS termasuk hasil
survey Geologi dan mengajak korban, untuk melihat Lokasi Tambang Batubara PT.
CBS di Lubuk Onen Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu. Selanjutnya
Terdakwa mengatakan telah melakukan investasi di PT. CBS sebesar
Rp14.000.000.000,00 dan saat itu Terdakwa menawarkan saham PT. CBS kepada korban
sebesar 50% dari nilai investasi yaitu sebesar Rp7.000.000.000,00 dimana
Terdakwa yang akan menjalankan operasional PT. CBS.
Setelah pertemuan tersebut, dilakukan
pertemuan lagi pada sebuah di Jakarta dan di kantor korban di Surabaya. Kedatangan
Terdakwa ke kantor korban, disertai dengan membawa Dokumen Perijinan yang dimiliki
PT. CBS guna meyakinkan korban, antara lain Akta Pendirian PT. CBS, Akte RUPS
PT. CBS tanggal 21 Mei 2005, Keputusan Bupati Bengkulu Utara Tahun 2004 tentang
Pemberian Kuasa Tambang Eksploitasi atas nama Irwansyah, ST tanggal 20 Februari
2004, Keputusan Bupati Bengkulu Utara Tahun 2004 tentang Pemberian Kuasa
Pengangkutan dan Penjualan atas nama Irwansyah, ST dengan maksud supaya korban
menjadi percaya dan tertarik menginvestasikan dananya pada PT. CBS.
Guna meyakinkan korban,
Terdakwa mengajak korban dengan alasan untuk meninjau lokasi tambang PT. CBS di
Kabupaten Bengkulu Utara bersama saksi Toni Adia, Wardana (Konsultan dan Ahli
Geologi PT. CBS). Setelah dilakukan peninjauan ke PT. CBS, korban menjadi
percaya, bahwa Terdakwa selaku pemilik PT. CBS, sehingga tergerak hatinya untuk
menginvestasikan dananya pada PT. CBS sebesar Rp7.000.000.000,00.
Setelah korban menyatakan bersedia
menginvestasikan dananya pada PT. CBS, maka untuk lebih meyakinkan korban, agar
percaya, pada tanggal 25 Januari 2008 Terdakwa membuat Akte di Notaris Jakarta
yaitu:
1. Akta No. 82 yang isinya
keputusan para pemegang saham PT. CBS untuk menyetujui Hibah Saham dari
Sony Liyanto dan Imam Liyanto kepada korban, sehingga korban selaku pemegang
saham di PT. CBS sebanyak 250 saham dengan nilai seluruhnya sebesar
Rp125.000.000,00 dan mengangkat korban sebagai Komisaris Utama di PT. CBS;
2. Akta No. 83 isinya tentang Hibah
Saham dari saksi Sony Liyanto, kepada korban sebanyak 150 saham;
3. Akta No. 84 isinya tentang Hibah
Saham dari saksi Imam Liyanto, kepada korban, sebanyak 100 saham;
4. Akta No. 85 isinya tentang Hibah
Saham dari saksi Imam Liyanto kepada saksi Paulina Liyanto.
Dengan adanya akta-akta semacam
itu, masing-masing tanggal 25 Januari 2008 seolah-olah telah terjadi Hibah
Saham kepada pihak korban, dan mengangkat korban menjadi Komisaris Utama di
PT. CBS, sehingga susunan Pemegang Saham, Komisaris, maupun Direksi PT. CBS,
dengan komposisi sebagai berikut:
- Ong Andi Wiryanto (Korban)
250 saham : Komisaris Utama;
- Imam Liyanto 75 saham :
Komisaris;
- Sonny Liyanto 75 saham :
Direktur Utama;
- Tommy Djunaedi 50 saham. :
Direktur;
- Paulina Liyanto 50 saham :
Komisaris.
Oleh karena korban merasa
yakin telah memiliki saham PT. CBS sebanyak 250 saham dan menjadi Komisaris
Utama di PT. CBS, maka korban menjadi tidak ragu lagi untuk menyerahkan dana
sebesar Rp7.000.000.000,00 untuk kepentingan investasi di PT. CBS dengan cara
mentransfer dana tersebut.
Selanjutnya, seakan-akan
untuk operasional PT. CBS Terdakwa meminta korban untuk mentransfer dana
lagi kepada Terdakwa dan permintaan Terdakwa tersebut telah dipenuhi korban, dengan
perincian:
- 20 Oktober 2008 transfer ke
Rekening Terdakwa sebesar Rp3.000.000.000,00;
- 24 Oktober 2008 transfer ke
Rekening Terdakwa Hudiono Liyanto sebesar Rp1.000.000.000,00;
- 07 November 2008 transfer ke
Rekening Terdakwa sebesar Rp 1.000.000.000,00;
- 13 November 2008 transfer ke
Rekening Terdakwa sebesar Rp500.000.000,00;
- 03 Februari 2009 transfer ke
Rekening Terdakwa sebesar Rp300.000.000,00;
- 17 Februari 2009 transfer ke
Rekening Terdakwa sebesar Rp500.000.000,00;
- 13 Maret 2009 transfer ke
Rekening Lodi Djunaedi sebesar Rp300.000.000,00;
- 18 Maret 2009 transfer ke
Rekening Lodi Djunaedi sebesar Rp100.000.000,00;
- 23 Maret 2009 transfer ke
Rekening Terdakwa Hudiono Liyanto sebesar Rp400.000.000,00;
- 15 Mei 2009 transfer ke
Rekening Terdakwa Hudiono Liyanto sebesar Rp100.000.000,00;
- 11 November 2008 pemindahan
dana antar Rekening atas nama Hudiono Liyanto sebesar Rp1.000.000.000,00;
- 24 Desember 2008 pemindahan
dana antar Rekening atas nama Hudiono Liyanto sebesar Rp1.000.000.000,00;
- 12 Februari 2009 pemindahan
dana antar Rekening atas nama Hudiono Liyanto sebesar Rp500.000.000,00;
- 03 Maret 2009 pemindahan dana
antar Rekening atas nama Hudiono Liyanto sebesar Rp250.000.000,00;
- 17 Maret 2009 pemindahan
dana, antar Rekening atas nama Lodi Djunaedi sebesar Rp300.000.000,00;
- 09 Desember 2008 transfer ke
Rekening Hudiono Liyanto sebesar Rp4.000.000.000,00.
Selain mentransfer uang ke
Rekening Terdakwa maupun Lodi Djunaedi, Terdakwa juga membujuk korban supaya bersedia
membeli lahan tambang baru atas nama PT. Injatama dimana untuk pembelian lahan
tersebut Terdakwa minta agar korban mentransfer uang kepada Terdakwa guna pembelian
lahan tambang Batu bara atas nama PT. Injatama yang sedang dalam proses
pembelian dan Terdakwa minta uang tersebut dikirim langsung ke Rekening PT.
Injatama, kemudian permintaan Terdakwa dipenuhi oleh korban dengan cara
mentransfer uang ke Rekening PT. Injatama secara bertahap, yaitu:
- 19 Februari 2009 sebesar
Rp283.798.000,00;
- 20 Februari 2009 sebesar
Rp382.690.000,00;
- 26 Februari 2009 sebesar
Rp250.000.000,00;
- 27 Februari 2009 sebesar
Rp200.000.000,00;
- 02 Maret 2009 sebesar
Rp278.102.650,00;
- 04 Maret 2009 sebesar
Rp100.000.000,00;
- 06 Maret 2009 sebesar
Rp199.222.750,00.
Sehingga jumlah keseluruhan
yang ditransfer oleh korban kepada Terdakwa, sebesar ± Rp33.000.000.000,00. Sekitar
bulan Februari 2009 korban merasa curiga adanya laporan yang tidak sesuai
dengan kenyataan di lapangan, yang mana seharusnya sesuai dengan perkataan
Terdakwa PT. CBS dapat berproduksi 30.000 metrik ton tetapi ternyata hanya
berproduksi maksimal 1500 metrik ton (spesifikasi objek barang dalam penawaran
jual-beli yang ternyata jauh dari realita), sehingga korban memerintahkan Boedi
Moejono untuk melakukan penyelidikan tentang ketidakberesan di PT. CBS.
Setelah dilakukan penyelidikan
oleh Boedi Moejono, baru diketahui bahwa Akta pada tanggal 25 Januari 2008 yang
dibuat Terdakwa pada Notaris di Jakarta yang isinya seolah-olah korban sebagai
Pemegang Saham dan Komisaris Utama di PT. CBS tersebut hanyalah kebohongan
belaka / tipu muslihat dari Terdakwa, karena fakta yang sebenarnya pada
saat pembuatan Akta pada tanggal 25 Januari 2008, Pemilik Saham di PT.
CBS adalah Hj. Dafyu, Firmansyah, SH., CN, Irwansyah, ST dan Isbandi, ST—karena
PT. CBS baru beralih kepada Terdakwa berdasarkan Akta tertanggal 3 Desember
2008 pada Notaris di Bengkulu yang isinya tentang Perubahan Pengurus PT. CBS
dan Hibah Saham dari Hj Dafyu, Firmansyah, SH., CN, Irwansyah terdaftar sebagai
Pemegang Saham dan Komisaris Utama di PT. CBS, sehingga Akta tanggal 3 Desember
2008 hanyalah digunakan Terdakwa sebagai sarana supaya korban percaya dan
tergerak hatinya untuk menginvestasikan dananya serta membiayai operasional di
PT. CBS, padahal saat itu PT. CBS sebenarnya (saat itu) belum menjadi
milik Terdakwa dan PT. CBS tidak layak tambang.
Dari hasil audit yang dilakukan
terhadap PT. CBS, ditemukan adanya dana-dana milik korban yang seharusnya
digunakan untuk membiayai operasional PT. CBS, ternyata oleh Terdakwa digunakan
untuk mengambil alih Tambang Batubara yang baru yaitu PT. Injatama, PT.
Bara Mas Utama, PT. Alain Kencana, PT. Tiga Sejahtera, PT. Sumber Alain Utama,
PT Mitra Bangun Cemerlang dan kegiatan lainnya tanpa sepengetahuan korban
sehingga korban merasa dirugikan sebesar Rp33.000.000.000,00 atau
setidak-tidaknya lebih dari Rp250,00.
Sementara dalam Dakwaan
Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa karena telah Negeri Surabaya dengan sengaja
dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan,
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP tentang
“Penggelapan”.
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut, yang kemudian menjadi putusan
Pengadilan Negeri Surabaya No.535/Pid.B/2012/PN.Sby. tanggal 10 Mei 2012,
dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa HUDIONO LIYANTO alias YUNG HO telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan perbuatan pidana “PENIPUAN”;
2. Memidana/menghukum HUDIONO LIYANTO alias YUNG HO dengan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun;
3. Menetapkan lamanya Terdakwa dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan.”
Dalam tingkat Banding, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Tinggi
Surabaya No. 407/Pid/2012/PT.SBY. tanggal 30 Juli 2012, dengan pertimbangan
hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, ... saksi korban
mulai tergerak hatinya untuk menyerahkan sejumlah uang kepada Pemohon Kasasi / Terdakwa
pada saat berada di Surabaya seteIah terjadi serangkaian pertemuan di Jakarta
dan Bengkulu;
“Terdakwa pada saat menjual
saham PT. CBS kepada saksi korban PT. CBS kepemilikannya belum beralih kepada
Terdakwa, sedangkan Lahan Tambang pada PT. CBS hanya menghasilkan 1.500 ton
sehingga kondisi tambang tidak layak tambang;
“MENGADILI :
- Menerima permintaan banding
dari Penuntut Umum / Pembanding;
- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 10 Mei 2012 Nomor
: 535/Pid.B/2012/PN.Sby., sekedar lamanya pidana yang dijatuhkan sehingga amar
selengkapnya sebagai berikut:
1 Menyatakan Terdakwa HUDIONO LIYANTO alias YUNG HO telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan perbuatan pidana “PENIPUAN”;
2 Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa HUDIONO LIYANTO alias YUNG HO dengan
pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan;
3 Menetapkan lamanya Terdakwa dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan;
4 Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan.”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan yang
sangat “akrobatik”, bahwa Akta berisi tentang “Hibah Saham” akan tetapi dalam pertimbangan
Majelis Hakim menyatakan “jual beli saham”, dimana antara “jual beli” dan “hibah”
terdapat perbedaan yang sangat jauh. Dalam hal hibah adalah pemberian secara
cuma-cuma sehingga dengan demikian tidak ada kerugian bagi pihak penerima
“hibah”, sedangkan dalam jual beli ada harga yang harus dibayar Pembeli kepada
Penjual.
Pengadilan Tinggi telah keliru dan salah menerapkan hukum, karena dalam
putusannya sama sekali tidak mempertimbangkan mengenai perdamaian sebelum
Laporan Polisi, sedangkan antara korban dengan Terdakwa sudah ada perdamaian sebelum
ada Laporan Polisi di Polda Jawa Timur. Bahwa sebagaimana tindak lanjut
kesepakatan perdamaian kedua belah pihak, maka selain penyerahan tunai dan
asset-asset milik keluarga Terdakwa, bahwa pada tanggal 4 Juni 2009 dibuatkan
penyerahan PT. CBS kepada pihak saksi korban sebagaimana Akta Notaris tanggal 4
Juni 2009, yaitu Akta RUPS tentang penjualan seluruh saham yang mana di dalam
Akta tercantum klausula “Acquit et de
charge” alias “pelunasan hutang piutang”.
Sebagai bukti adanya kesepakatan perdamaian kedua belah pihak, maka di
dalam Akta RUPS tentang Penjualan seluruh saham yang dimaksud, tercantum
klausula “Acquit et de charqe”, atau
yang dalam istilah Inggrisnya juga dikenal dengan istilah “release and discharge”. Pertanggung-jawaban pengurus perusahaan yang
disetujui RUPS ditandai dengan pemberian pernyataan “acquit et de charge” atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
istilah “pelunasan dan pembebasan tanggung jawab”.
Dalam praktik, pemberian pernyataan “acquit
et de charge” banyak digunakan oleh hampir semua Perseroan setelah Laporan
Pertanggung-jawaban Direksi diterima oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dalam Black's law Dictionary, “acquit”
dimaknai sebagai “to clear (a person) of
a criminal charge”. Sedangkan “acquit
et de charge” sebenarnya merupakan kependekan dari “has fully acquitted and discharged”. Frasa “acquitted” berarti bahwa “Judicialy
discharge from an accusation”.
Pemberian “acquit et de charge” dalam RUPS berarti bahwa para pemegang saham
atau kuasanya secara musyawarah untuk mufakat telah memutuskan menyetujui
pembebasan tanggung-jawab sepenuhnya kepada pengurus atas tindakan
pengurusannya yang telah dilakukan. Ini berarti bahwa apabila dikemudian hari
timbul kerugian pada Perseroan atas kebijakan-kebijakan Direksi dan atau
Komisaris pada masa kepengurusannya pada Tahun Buku tersebut, Direksi dan atau
Komisaris tidak lagi dapat dituntut untuk bertanggung-jawab secara pidana (discharge from an accusation). Karena pembebasan
dalam arti “acquitted” ini yang
penting adalah pembebasan tanggung jawab dari sisi pidananya. (Wuri Adriyani, “Kedudukan Persero dalam hubungan dengan
Hukum Publik dan Hukum Privat”, Cuplikan dari ringkasan disertasi Dr. Wuri Adriyani,
SH M.Hum dalam ujian terbuka Doctor Ilmu Hukum di Universitas Airlangga 29
Januari 2009 Bab VIII).
Terdakwa mengklaim telah membayar bunga pinjaman atas dana yang
disetorkan korban pelapor, sebesar Rp420.000.000,00 sebagai bukti bahwa
hubungan hukum adalah keperdataan yaitu pinjam-meminjam / hutang-piutang, bukan
jual-beli. Terdakwa dalam hubungan kerjasama dengan korban, membayar bunga atas
dana-dana yang sudah disetorkan sebagaimana korban juga mengakui hal tersebut,
dimana hal tersebut terbukti bahwa antara Terdakwa dan korban hubungan hukumnya
adalah keperdataan belaka.
Penuntut Umum menjadikan keterangan palsu dalam Akte menjadi acuan
dalam tindak pidana yang dilakukan Terdakwa, sementara disisi lain
mengesampingkan isi Akta tentang “Hibah Saham”, akan tetapi disatu sisi korban mengklaim
bahwa yang terjadi “jual beli saham” bukan “Hibah Saham”. Maka dari hal
tersebut sesungguhnya mengenai kebenaran atau keterangan palsu yang dimasukkan
dalam Akte yang dimaksud antara Terdakwa dan korban patut dianggap secara
“diam-diam” sudah saling mengetahui dari sejak semula kerjasama terjadi,
ditambah dengan keterangan korban yang menyatakan ketertarikannya atau yang
menggerakkannya melakukan kerjasama ialah adanya izin-izin dan survei geology akan
tambang disamping penegasan Terdakwa.
Dana-dana yang ditransfer oleh korban, benar dipergunakan oleh Terdakwa
untuk membiayai Opersional PT. CBS, yang sekarang telah menjadi milik
sepenuhnya saksi korban, sehingga dana-dana tersebut sejatinya hanya berubah
wujud menjadi aset kepemilikan PT. CBS yang merupakan milik korban pelapor. Karenanya, menjadi tidak
benar bila korban telah dirugikan.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak
dapat dibenarkan, oleh karena judex facti (Pengadilan Tinggi) tidak salah
menerapkan hukum yaitu Terdakwa mengajak saksi korban Ong Andy Wiryanto untuk
bekerja sama bidang pertambangan Batubara kemudian berkembang membujuk saksi
korban Ong Andy Wiryanto untuk membeli tambang baru yang dimiliki oleh PT.
Injatama dengan meyakinkan korban akan mendapat keuntungan besar, saksi
korban menyerahkan uangnya sebesar Rp33.000.000.000,00 dan Terdakwa terbukti melakukan
penipuan terhadap saksi korban Ong Andy Wiryanto pada saat pengalihan saham
PT. Cipta Buana Seraya (PT. CBS) dari Terdakwa kepada saksi korban yang
ternyata tidak benar, demikian pula kemampuan produksi PT. Cipta Buana
Seraya (PT. CBS) dalam penambangan batubara tidak sesuai dengan informasi yang
disampaikan Terdakwa kepada saksi korban Ong Andy Wiryanto;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan judex facti (Pengadilan
Tinggi Surabaya) dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau
undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa : HUDIONO
LIYANTO alias YUNG HO tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.