LEGAL OPINION
Question: Apakah mungkin terjadi atau pernah terjadi,
Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum yang tumpang-tindih atau
bertolak-belakang dengan amar putusannya sendiri? Kita tahu bahwa pertimbangan
hukum dibentuk sebelum membuat amar putusan, dan pertimbangan hukum itu juga
yang menjadi dasar dibentuknya amar putusan. Ketika sampai terjadi tumpang-tindih
demikian, manakah yang berlaku, karena ini ada kasus saya yang seperti itu
putusannya, jadi tidak ada kepastian hukum? Sebuah putusan semestinya jelas,
bukan justru membuat blunder baru.
Brief Answer: Bukan tidak mungkin terjadi, bahkan berdasarkan
bukti-bukti konkret berbagai putusan kasasi yang telah SHIETRA & PARTNERS
telaah maupun dari berbagai komplain klien pengguna jasa konsultasi SHIETRA
& PARTNERS terkait perkara yang dihadapi oleh mereka, perkara-perkara
kasasi yang mengandung pertimbangan hukum yang “menyetujui” alasan-alasan
pemohon kasasi namun kemudian justru menjatuhkan amar putusan yang “menolak”
permohonan kasasi maupun gugatan.
Ketika pertimbangan hukum memiliki / mengandung
muatan hukum yang berkebalikan dengan substansi amar putusan, maka yang berlaku
dan yang paling memiliki legitimasi ialah substansi pertimbangan hukum, bukan
amar putusan—mengingat kerapkali terjadi kesalahan pengetikan yang bersifat
redaksional (typo) atas format baku (template) amar putusan yang disusun oleh
panitera minutasi putusan. Namun yang menjadi masalah kemudian, eksekusi
putusan hanya dimungkinkan berdasarkan amar putusan yang mengandung amar
penghukuman (condemnatoir), bukan
pertimbangan hukum hakim dalam suatu putusan, sekalipun pertimbangan hukum
hakim ada menyebutkan perihal patut dihukumnya pihak tergugat atas suatu jumlah
nominal tertentu—di situlah letak dilematika dan problematiknya.
Yang juga perlu SHIETRA & PARTNERS
garis-bawahi, produk hukum lembaga kehakiman bukan hanya “amar putusan”, namun
juga ialah “pertimbangan hukum” yang menjadi dasar pembentukan kaedah hukum
yurisprudensi alias sumber hukum preseden itu sendiri. Terdapat dua kemungkinan
yang patut kita sinyalir, ketika kejadian demikian dapat terjadi, antara lain
kemungkinan:
1.) Mahkamah Agung RI membuat
kebijakan “kejar target setoran putusan”, akibatnya hanya mengejar kuantitas
putusan, bukan kualitas putusan—akibatnya upaya hukum menjadi menjelma
“spekulasi siapa tahu menang” alias “untung-untungan”; dan/atau
2.) Adanya kolusi antara
panitera dan salah satu pihak yang berperkara, dimana pertimbangan hukum hakim
kemudian “dipelintir” oleh panitera yang membuat minutasi putusan menjadi yang
semsestinya “dikabulkan” (sesuai isi pertimbangan hukum hakim dalam putusan)
menjelma “ditolak” secara sumir dalam amar putusannya.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah cerminan
konkret, sebagaimana untuk memudahkan pemahaman dapat SHIETRA & PARTNERS
ilustrasikan lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa “nasabah Vs. perbankan”
register Nomor 2205 K/Pdt/2016 tanggal 31 Oktober 2016, perkara antara:
- TOTONG KARIM, sebagai Pemohon
Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- PT. Bank NUSANTARA
PARAHYANGAN Tbk cq. PT. Bank NUSANTARA
PARAHYANGAN Tbk. CABANG PEMBANTU BUAH BATU (BNP), selaku Termohon Kasasi dahulu
Tergugat; dan
- NATHANIA EDGINA, selaku Turut
Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat.
Penggugat merupakan “nasabah penyimpan” pada Tergugat (Bank BNP) Adapun yang
membuat Penggugat sampai tertarik menjadi nasabah Tergugat baik dalam bentuk
deposito maupun tabungan, ialah setelah mendapatkan ajakan dan penjelasan dari Turut
Tergugat yang bekerja selaku karyawan bagian Marketing Funding pada Tergugat, yang mengatakan bahwa menyimpan
uang pada Tergugat adalah lebih aman dibandingkan dengan Bank lain, suku bunga
lebih tinggi per tahunnya, sehingga Penggugat kemudian menjadi nasabah sejak
tahun 2012.
Adapun buku tabungan yang baru sedianya akan diberikan oleh Tergugat melalui
Turut Tergugat kepada Penggugat, namun setelah ditunggu-tunggu Turut Tergugat
tidak menghubungi Penggugat, Penggugat kemudian mencoba menghubungi Turut
Tergugat dengan maksud mempertanyakan buku tabungan yang baru dan
mempertanyakan uang yang ada dalam rekening tabungan yang rencananya akan
dicairkan namun Turut Tergugat sudah tidak dapat dihubungi lagi.
Adapun uang yang disimpan oleh Penggugat dalam rekening tabungan maupun
dalam bentuk deposito pada Tergugat semuanya disetor melalui transfer dari rekening
milik Penggugat pada Bank lain, tidak ada yang disetor melalui orang lain atau
yang dititip melalui karyawan Tergugat, melainkan semuanya disetor melalui
transfer langsung ke rekening tabungan Penggugat di Bank BNP.
Kemudian berdasarkan kebijakan pihak Tergugat (Bank BNP), Penggugat
selaku nasabah memperoleh perlakuan khusus dari Tergugat dan diklasifikasikan
sebagai nasabah prioritas (Prime Customer),
dimana Penggugat dalam melakukan hal-hal tertentu mendapatkan pelayanan khusus
seperti halnya dalam pembukaan rekening tabungan, penutupan rekening tabungan,
pembukaan deposito baru, dimana untuk penandatangan slip-slip berkaitan dengan
hal dimaksud Penggugat selaku nasabah tidak harus dilakukan di kantor Tergugat,
akan tetapi bisa dilakukan di kantor Penggugat, yaitu dengan cara karyawan (petugas
marketing) Tergugat yang mendatangi ke tempat Penggugat selaku.
Walaupun Penggugat digolongkan sebagai salah satu nasabah prioritas yang
pelayanannya dilakukan secara khusus, namun untuk transaksi tertentu seperti
melakukan transaksi, mengambil uang tunai, transfer uang melalui LLG/RTGS,
pemindah-bukuan, menyetor dengan uang tunai, dan lain sebagainya, Penggugat
selaku pemilik rekening harus tetap hadir dan datang ke kantor Tergugat dengan
Penggugat selaku nasabah wajib memperlihatkan bukti identitas seperti buku
tabungan, kartu ATM, maupun kartu identitas diri kepada Teller untuk memastikan
bahwa yang melakukan transaksi penarikan, pemindah-bukuan dan transfer tersebut
adalah benar-benar dilakukan oleh pemilik rekening sebagai bagian dari prinsip “prudent” perbankan.
Pada sekitar pertengahan tahun 2013, terkait keperluan usaha, Penggugat mendatangi
kantor Tergugat dengan maksud untuk mencairkan uangnya yang ada dalam rekening
tabungan. Alangkah terkejut Penggugat, pada saat hendak mencairkan uangnya, ternyata
berdasarkan keterangan dari karyawan Tergugat dan dari hasil print out rekening Koran Penggugat, uang
Penggugat dalam dua nomor rekening tabungan hingga sejumlah Rp2.309.200.000,00 ternyata
telah habis dicairkan tanpa seizin, tanpa sepengetahuan, tanpa surat kuasa
pencairan, tanpa kartu ATM/KTP, serta tanpa hadirnya Penggugat pada Kantor Tergugat,
dan tanpa ada konfirmasi setiap akan dilakukan transaksi dari pihak Tergugat.
Yang menjadi keberatan utama pihak Penggugat, yakni tiadanya konfirmasi
kepada nasabah pada saat terjadinya transaksi berupa pencairan (transfer / pemindah-bukuan),
sementara transaksi tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan nominal
cukup besar hingga mencapai total transaksi sebesar Rp2.789.200.000,00.
Pengguagt telah mencoba menghubungi Tergugat untuk membicarakan
penyelesaian dan pengembalian uang milik Penggugat yang telah digelapkan demikian,
namun pihak Tergugat tidak pemah mengakui kesalahannya, justru menyalahkan pihak
Penggugat dengan dalih bahwa Bank BNP tidak ada kewajiban untuk konfirmasi
setiap ada transaksi / pencairan uang kepada nasabah sekalipun transaksinya
sangat mencurigakan.
Penggugat mencurigai Turut Tergugat selaku karyawan Tergugat, memiliki
keterlibatan dalam modus kejahatan perbankan ini. Penggugat pun selaku nasabah
yang dirugikan telah mencoba melaporkan kejadian yang menimpanya dalam jasa
keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tetapi sampai dengan gugatan ini
didaftarkan di Pengadilan belum ada tindak-lanjutnya.
Perbuatan Tergugat yang tidak memberikan perlindungan yang semestinya
yang berlaku sebagai standar baku pada seluruh lembaga perbankan khususnya terhadap
keamanan dan keselamatan uang nasabah, maka perbuatan Tergugat dikategorikan
sebagai suatu “perbuatan melawan hukum” yang menimbulkan kerugian bagi
Penggugat sebagai nasabah penyimpan, sebagaimana norma Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur: “Tiap
perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
mengganti kerugian tersebut.”
Terkait pula norma Pasal 1367 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang juga mengatur : “Seseorang tidak
saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah
pengawasannya.”
Sehingga menurut hukum, Tergugat selaku Bank wajib bertanggung-jawab atas
kerugian yang diderita oleh nasabahnya akibat penyalahgunaan wewenangnya dalam modus
pencairan uang dari rekening Penggugat yang dilakukan oleh pihak Bank,
sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, yang mengatur:
“Anggota Dewan Komisaris,
Direksi atau Pegawai bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap
ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi Bank, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,000,00
(seratus miliar rupiah).”
Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan
Konsumen Jasa Sistem Pembayaran, telah mengatur pula:
“Penyelenggara wajib
bertanggung jawab kepada Konsumen atas kerugian yang timbul akibat kesalahan
pengurus dan pegawai Penyelenggara.”
Pasal 25 Peraturan Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, dengan norma senada:
“Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib
menjaga keamanan simpanan, dana, atau asset Konsumen yang berada dalam
tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan.”
Pasal 29 Peraturan Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, telah mengatur pula:
“Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib
bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan
dan/atau kelalaian pengurus, pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan,
dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa
Keuangan.”
Pencairan uang milik Penggugat dari rekening Penggugat secara tanpa hak secara
berulang-ulang dengan nominal yang cukup besar, sudah merupakan bukti adanya kelalaian
atau setidaknya kurangnya kehati-hatian alias kecerobohan penegakan SOP dalam
lingkungan kerja Tergugat, dimana hal demikian jelas-jelas menyimpang dari standar
operasional prosedur kehati-hatian perbankan yang berlaku universal pada
lembaga keuangan manapun.
Singkatnya, Tergugat selaku lembaga perbankan telah bersikap lalai dengan
tidak menjalankan prinsip kehati-hatian yang dianut oleh Perbankan dalam setiap
melakukan transaksi pencairan uang milik nasabah yang dengan kepercayaan
menyimpan dananya pada pihak perbankan dimaksud. Sementara adapun perbuatan
Turut Tergugat yang turut melakukan Perbuatan Melawan Hukum dalam hal pencairan
uang milik nasabah, sepenuhnya menjadi tanggung-jawab Tergugat selaku majikan (tanggung
jawab majiakan, vicarious liability),
karena bagaimana pun dana milik nasabah penabung berada dan ditempatkan dalam Bank
BNP milik Tergugat, sehingga secara hukum Tergugat juga bertanggung-jawab untuk
kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi karyawan dibawah
pengawasannya.
Terhadap gugatan sang nasabah, Pengadilan Negeri Bandung kemudian
menjatuhkan putusannya sebagaimana tertuang dalam register Nomor
574/Pdt/G/2014/PN Bdg tanggal 17 Juni 2015, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian;
- Menyatakan Penggugat adalah Penggugat yang beritikad baik;
- Menyatakan Tergugat selaku Bank telah melakukan perbuatan melawan hukum
yang menimbulkan kerugian kepada nasabahnya (Penggugat);
- Menyatakan bahwa perbuatan pencairan uang milik Penggugat oleh Tergugat
dan atau oleh Turut Tergugat atas rekening tabungan Nomor ... dan rekening
tabungan Nomor ... , dengan cara melakukan transaksi pemindah-bukuan, transfer
LLG / RTGS adalah sebagai perbuatan melawan hukum;
- Menyatakan perbuatan pencairan uang milik Penggugat yang dilakukan oleh
Turut Tergugat dan atau Karyawan lain dari Tergugat adalah sepenuhnya
menjadi tanggung jawab dari Tergugat (Bank BNP);
- Menyatakan kerugian yang diderita oleh Penggugat selaku nasabah atas perbuatan
pencairan uang milik Penggugat yang dilakukan oleh Tergugat dan atau Turut
Tergugat sepenuhnya adalah menjadi tanggung-jawab dari Tergugat (Bank
BNP);
- Menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk membayar / mengganti dan
atau mengembalikan seluruh uang milik Penggugat yang dicairkan oleh Tergugat
dengan cara melawan hukum dari ke 2 (dua) rekening tabungan Nomor ... dan
rekening tabungan Nomor ... sejumlah Rp2.309.200.000,00 kepada Penggugat secara
tunai dan sekaligus; [Note SHIETRA & PARTNERS : Butir amar inilah yang disebut sebagai
amar berjenis Condemnatoir yang dapat
dimohon eksekusi secara paksa oleh pihak Penggugat.]
- Menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk membayar bunga tabungan
(bunga Bank) kepada Penggugat secara tunai dan sekaligus yang dihitung dengan
perhitungan Rp2.309.200.000,00 x 6,5 %/tahun x 24 bulan = Rp300.196.008,00;
- Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh atas putusan dalam perkara
ini;
3. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Namun dalam tingkat banding atas permohonan pihak perbankan, putusan
Pengadilan Negeri di atas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung
dengan Putusan Nomor 504/Pdt/2015/PT.BDG tanggal 20 Januari 2016, dengan pertimbangan
hukum serta amar sebagai berikut:
“Bahwa Turut Tergugat / Nathania
Edgina adalah Relationship Manager (RM) BNP. Bahwa oleh karena Penggugat adalah
nasabah prioritas dan sudah mempercayakan keuangannya, baik deposito maupun
tabungannya pada Relationship Manager (RM) yaitu Nathania Edgina dan untuk itu
Penggugat telah menitipkan dan menyerahkan asli buku-buku tabungan dan depositonya
kepada Relationship Manager (RM) yaitu Nathania Edgina, maka segala
resikonya menjadi tanggung jawab dan beban nasabah / Totong Karim sendiri;
“Bahwa oleh karena buku
tabungan / depositonya serta slip tanda tangan permohonan transfer oleh
Penggugat telah diberikan kepada Relationship Manager (RM) yaitu Nathania
Edgina, berarti Penggugat telah mempercayakan secara pribadi kepada Nathania
Edgina / Relationship Manager dan karenanya jika dikemudian hari terjadi
sesuatu dan ada resiko, maka pihak Bank BNP / Tergugat tidak bertanggung jawab;
“Bahwa terlebih lagi sesuai
dengan bukti T29 berupa laporan handwriting Forensic tanggal 18 Agustus 2015,
telah disimpulkan bahwa spesimen tanda tangan atas nama Totong Karim
(Penggugat) pada dokumen slip permohonan transfer (Quetioned Document-QD)
adalah sama / identik dengan tanda tangan Totong Karim pada berbagai dokumen
pembanding;
“Bahwa oleh karena itu
Pengadilan Tinggi berpendapat bukti-bukti slip permohonan transfer dan/atau
pemindah-bukuan dari Penggugat / Totong Karim kepada pihak lain antara lain
Vincentius Daniel, Nando Tobing dan lain-lain adalah legal atau sah menurut
hukum, dan benar dilakukan atas permohonan, seijin dan sepengetahuan Penggugat.
Karenanya pula uang simpanan (tabungan dan/atau deposito) Penggugat / Totong
Karim pada Bank BNP (Tergugat) bukanlah raib atau hilang, akan tetapi habis
karena adanya transaksi transfer dan/atau pemindahbukuan alas sepengetahuan,
seijin dan permohonan Penggugat;
“MENGADILI :
- Menerima pemohonan banding dari Pembanding: PT. Bank Nusantara
Parahyangan, Tbk. cq. PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk. Cabang Pembantu Buah
Batu (BNP), semula Tergugat;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 17 Juni 2015,
Nomor 574/Pdt/G/2014/PN.Bdg., yang dimohonkan banding tersebut;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.”
Pihak nasabah mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa
prinsip kehati-hatian seharusnya dijalankan oleh setiap lembaga perbankan
melalui Standar Operasional Prosector (SOP) yang sudah berlaku umum dan
universal pada seluruh lembaga keuangan.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan yang saling bertolak-belakang sehingga menjadi tampak ambigu disamping
rancu, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak
dapat dibenarkan, oleh karena Penggugat dapat membuktikan bahwa Tergugat selaku
bank telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian
Penggugat (nasabahnya). Oleh karena itu kerugian yang diderita oleh
Penggugat selaku nasabah atas perbuatan pencairan uang milik Penggugat yang
dilakukan oleh Tergugat dan atau Turut Tergugat sepenuhnya menjadi tanggung-jawab
dari Tergugat (selaku Bank BNP);
“Bahwa sehubungan dengan hal
tersebut di atas, maka Tergugat harus mengembalikan / membayar / mengganti
seluruh uang Penggugat yang dicairkan oleh Tergugat dengan cara melawan
hukum dari kedua rekening tabungan Nomor ... dan rekening tabungan Nomor ...
sejumlah Rp2.309.200.000,00 sekaligus bunga 6,5% pertahun;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Bandung
dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Tn. TOTONG KARIM tersebut harus
ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Tn. TOTONG KARIM tersebut.”
CATATAN PENUTUP SHIETRA
& PARTNERS:
Sekalipun terdapat sebuah kekeliruan fatal dalam
putusan kasasi di atas, nyata dimana antara pertimbangan hukum dan amar
putusan, tidak sinkron—sebagaimana kerap terjadi yang penulis tengarai sebagai
“modus” panitera minutasi berkas putusan perkara kasasi, namun penting untuk
SHIETRA & PARTNERS garis-bawahi pertimbangan Mahkamah Agung perihal
tanggung-jawab pelaku usaha jasa perbankan dan hak-hak perlindungan hukum bagi
setiap nasabah penyimpan dana berdasarkan asas kepercayaan serta asas
kehati-hatian yang harus saling dapat dijaga secara konservatif.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.