LEGAL OPINION
Question: Jika mau mengajukan perpanjangan izin terkait
penggunaan tanah, sebaiknya diajukan jauh-jauh hari sebelum masa berlaku
perizinan benar-benar berakhir, atau bisa setelah izin habis masa berlakunya
baru diajukan?
Brief Answer: Permohonan perpanjangan izin yang dikabulkan
oleh otoritas yang berwenang memberikan izin, merupakan suatu perikatan “bertempo
waktu” secara hukum administrasi negara sehingga terhadap hak izin yang telah
dikantungi oleh pemohon, akan berlaku mengikat terhadap seluruh pihak (termasuk
juga mengikat pihak pemberi izin) sebagai bentuk kepastian hukum maupun
kepastian bagi berusaha kalangan pengusaha.
Mengulur-ngulur waktu mengajukan permohonan
perpanjangan perizinan, bahkan diajukan menjelang masa akhir perizinan atau
bahkan setelah perizinan efektif berakhir, resiko besar dikemudian hari dapat
sangat merugikan—sehingga langkah mitigasi idealnya tetap lebih perlu
dikedepankan daripada upaya kuratif yang bisa jadi kontra-produktif.
PEMBAHASAN:
Terdapat cerminan konkret yang
cukup representatif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah
Agung RI sengketa tata usaha negara register Nomor 116 PK/TUN/2011 tanggal 28
November 2011, perkara antara:
- PT. DUTA SUMBER NABATI, sebagai
Pemohon Peninjauan Kembali, semula sebagai Penggugat; melawan
I. BUPATI KETAPANG; II. PT.
ARRTU PLANTATION, selaku Para Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat
dan Tergugat II Intervensi.
Bermula, Penggugat telah mendapat Surat keputusan Gubernur Propinsi Kalimantan
Barat Tahun 1990, tentang Penetapan Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit Terpadu dengan
Pengolahannya Menjadi Minyak Sawit (CPO), seluas ± 19.000 Ha dalam rangka
Penanaman Modal dalam Negeri.
Selanjutnya ditindak-lanjuti dengan terbitnya Keputusan Menteri Negara
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional tahun 1998, atas sebagian lokasi perkebunan
kelapa sawit Penggugat, telah diberikan Hak Guna Usaha (HGU) selama 35 Tahun.
Setelah sebagai pemegang HGU, Penggugat kemudian membuka lahan dan
melakukan penanaman atas lahan yang dibuka, yang mana hingga saat kini telah berhasil
membuka sebagian lahan dan produktif, sehingga Penggugat kemudian juga
membangun pabrik di area grup perusahaan perkebunan milik Penggugat.
Tanpa sepengetahuan Penggugat, Tergugat dinilai telah secara melawan
hukum Tergugat menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara berupa : Keputusan
Bupati Ketapang tanggal 17 Mei 2007 tentang Pengurangan Areal Izin Lokasi Atas
Nama PT. Bangun Maya lndah dan PT. Duta Sumber Nabati.
Penggugat merasa berkeberatan atas tindakan Tergugat yang dinilai sewenang-wenang
dalam menerbitkan obyek perkara tersebut, oleh sebab ternyata Keputusan Tata Usaha
Negara tersebut diterbitkan dalam waktu yang hampir bersamaan dengan pendirian
PT. Arrtu Plantation Jakarta yang kemudian diberikan hak Izin Lokasi atas
bidang tanah yang semula diberikan kepada Penggugat.
Penggugat mengklaim baru mengetahui adanya Surat keputusan yang
dikeluarkan oleh Tergugat, adalah sejak tanggal 19 November 2007, dari Petugas
Badan Pertanahan Kabupaten Ketapang, setelah mengetahui eksistensi dan
aktivitas PT. Arrtu Plantation, sehingga masih memenuhi tenggang waktu
pengajuan gugatan 90 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Keputusan pengurangan bidang tanah operasional Penggugat, dinilai secara
nyata akan menimbulkan kerugian yang semakin besar di pihak Penggugat apabila Penetapan
Tata Usaha Negara tersebut dilaksanakan, dimana terdapat kepentingan mendesak
Penggugat berupa terganggunya kegiatan operasional kebun baik dalam produksi
maupun perawatan dan pengembangan lahan dan penyediaan infrastruktur yang
berjalan selama ini, serta tidak terdapat kepentingan umum diatas objek tanah,
maka Penggugat dalam gugatan ini sekaligus memohon Pengadilan Tata Usaha Negara
agar membuat Penetapan Penundaan (Schorsing)
Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara dimaksud.
Sementara dalam sanggahannya pihak perusahaan pesaing yang turut
menyertakan dirinya sebagai Tergugat II Intervensi, mendalilkan bahwa dalam
Diktum Keempat dan Kelima Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Tahun 1990 tentang
Penetapan Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit Terpadu Dengan Pengolahannya Menjadi
Minyak Sawit (CPO) dan Intl Sawit yang dikantungi pihak Penggugat, ternyata terdapat
ketentuan ditentukan sebagai berikut:
Keempat : Dalam tenggang waktu selama 6 (enam) bulan sesudah mendapat Izin Pelepasan
Hak Pengusahaan Hutan dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dari Menteri Kehutanan,
perusahaan harus sudah melakukan pelepasan / pembebasan hak dengan masyarakat
setempat seperti termasuk pada diktum Kedua Keputusan ini;
Kelima : Dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sesudah
mendapat Izin Pelepasan Hak Penggunaan Hutan (HPH) dan Hutan Produksi Terbatas
dan Menteri Kehutanan, perusahaan wajib mengajukan permohonan Hak Guna Usaha
(HGU) untuk jangka waktu 35 tahun untuk kebun inti seluas ± 4.000 Ha kepada
Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jakarta melalui Badan
Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Propinsi Tingkat I Kalimantan Barat.
Selain ketentuan sebagaimana disebutkan dalam diktum Keempat dan Kelima
Keputusan Gubernur Tahun 1990 tersebut, dalam ketentuan lainnya juga diatur mengenai
“Jangka Waktu Izin Lokasi” sebagaimana dimaksud berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Peraturan
Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang
Izin Lokasi, yakni dengan norma: Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha : 3
(tiga) tahun. Perihal hak mengajukan perpanjangan izin, diatur dalam Pasal
5 Ayat (3) peraturan yang sama:
“Apabila
dalam jangka waktu izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perolehan
tanah belum selesai, maka izin lokasi dapat diperpanjang jangka waktunya selama
1 (satu) tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai 50 % dari luas tanah
yang ditunjuk dalam izin lokasi.”
Terhadap izin lokasi yang perolehan pembebasan tanahnya dari warga
setempat tidak dapat diselesaikan, Pasal 5 Ayat (4) Peraturan Menteri Negara
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin
Lokasi, mengatur:
“Apabila perolehan tanah tidak
dapat diselesaikan dalam jangka waktu izin lokasi termasuk perpanjangannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka perolehan tanah tidak
dapat lagi dilakukan oleh Pemegang Izin Lokasi, dan terhadap bidang-bidang
tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal dengan penyesuaian
mengenai luas pembangunan, dengan ketentuan bahwa apabila diperlukan masih
dapat dilaksanakan perolehan tanah sehingga diperoleh bidang tanah yang
merupakan satu kesatuan bidang;
b. dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain yang memenuhi syarat.”
Sejak tahun 1990, dengan demikian selama kurun waktu 17 tahun pihak Penggugat
(PT. Duta Sumber Nabati) tidak melaksanakan kewajibannya untuk memperoleh tanah
sebagaimana dipersyaratkan berdasarkan Keputusan Gubernur Tahun 1990, maka
berlaku ketentuan Pasal 5 ayat (4) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999, sehingga perolehan tanah tidak
dapat lagi dilakukan oleh Pemegang Izin Lokasi, yaitu Penggugat, dan oleh
karena itu izin lokasi yang dimiliki oleh Penggugat berdasarkan Keputusan Gubernur
Tahun 1990, sepanjang areal tanah yang belum diterbitkan Sertifikat Hak Guna
Usaha (HGU), harus dinyatakan sudah tidak berlaku lagi atau gugur demi hukum.
Oleh karena izin lokasi yang dimiliki oleh Penggugat berdasarkan
Keputusan Gubernur Tahun 1990 tersebut sepanjang areal tanah yang belum diterbitkan
Sertifikat HGU, sudah tidak berlaku lagi atau gugur demi hukum, maka dengan
demikian Penggugat tidak lagi mempunyai hubungan hukum dengan areal tanah, yang
Karenanya juga dengan demikian Penggugat sudah tidak lagi mempunyai kapasitas untuk
mengajukan gugatan sehubungan dengan Keputusan Bupati Ketapang Tahun 2007
tentang Pengurangan Areal Izin Lokasi Atas Nama PT. Bangun Maya Indah dan PT.
Duta Sumber Nabati.
Terhadap gugatan demikian, yang menjadi putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Pontianak Nomor 40/G/2007.PTUN.PTK, tanggal 14 Juli 2008, dengan amar sebagai
berikut:
“MENGADILI :
Dalam Penundaan:
- Menyatakan Penetapan Nomor 40/G/2007.PEN/PTUN.PTK, tanggal 23 Januari
2008, tentang perintah kepada Tergugat untuk menangguhkan pelaksanaan dan
tindak lanjut Surat Keputusan Tata Usaha Negara Obyek Sengketa, tetap berlaku
sampai adanya Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap kecuali
terdapat penetapan atau putusan yang menentukan lain;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara Nomor : 185.a
Tahun 2007, tanggal 17 Mei 2007 tentang Pengurangan Areal Izin Lokasi atas nama
PT. Bangun Maya Indah dan PT. Duta Sumber Nabati;
3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Bupati Ketapang
Nomor ... Tahun 2007, tanggal 17 Mei 2007 tentang Pengurangan Areal Izin Lokasi
atas nama PT. Bangun Maya Indah dan PT. Duta Sumber Nabati.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara Jakarta Nomor 220/B/2008/PT.TUN.JKT, tanggal 05 Februari 2009, dengan
pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dengan bukti
P-3 = Tll.lnt-1A sekalipun tidak disebutkan secara lugas tentang kapan
berakhirnya izin lokasi yang diberikan kepada Penggugat / Terbanding, namun
disertai dengan syarat antara lain disebutkan dalam butir ketiga, keempat
dan kelima yang ternyata belum dipenuhi secara keseluruhan oleh Penggugat
/ Terbanding, hal mana pada prinsipnya sejalan dengan Peraturan Menteri Negara
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara
Memperoleh lzin Lokasi Dan Hak Atas Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka
Penanaman Modal, pada Pasal 5 disebutkan masa berlaku penetapan lokasi Izin
lokasi hanya 1 tahun dan bisa diperpanjang 12 bulan, sehingga dengan
demikian karena terbukti Penggugat / Terbanding tidak memperpanjang izin
lokasinya maka hal itu berarti Penggugat / Terbanding kehilangan haknya atas
izin lokasi yang dimiliknya;
“MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Tergugat / Pembanding II dan Tergugat
II Intervensi / Pembanding I;
- Membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak Nomor 40/G/2007/PTUN.PTK
tanggal 14 Juli 2008 yang dimohonkan banding;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam Penundaan:
- Menyatakan Penetapan Nomor : 40/G/2007.PEN./PTUN.PTK tanggal 23 Januari
2008, tentang perintah kepada Tergugat / Pembanding II untuk menangguhkan pelaksanaan
dan tidak lanjut Surat Keputusan Tata Usaha Negara Obyek Sengketa batal dan
tidak mempunyai kekuatan hukum;
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat /
Terbanding untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat kasasi, yang menjadi putusan Mahkamah Agung RI Nomor 22 K/TUN/2010,
tanggal 19 Juli 2010, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Bahwa alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan,
karena berdasarkan ketentuan Pasal 45 A ayat (2) huruf c Undang-Undang Mahkamah
Agung RI, maka Surat Keputusan yang jadi obyek sengketa bersifat regional,
oleh karena itu tidak terkena permasalahan kasasi, dengan demikian Pemohon
Kasasi / Penggugat tidak dapat diterima;
“Bahwa Surat Keputusan objek gugatan tentang
Pengurangan Areal Ijin Lokasi (Perkebunan Kelapa Sawit) diterbitkan karena
Penggugat tidak memperpanjang ijin lokasi, dan syarat-syarat pemberian ijin lokasi
terdahulu belum dipenuhi;
“Bahwa penerbitan objek gugatan telah sesuai
dengan prosedur hukum, dan tidak bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan
yang Baik (AAUPB); dan alasan-alasan kasasi lainnya adalah mengenai penilaian
hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana
tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di
atas, lagi pula ternyata bahwa putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta
dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka
permohonan kasasi yang diajukar oleh Pemohon Kasasi : PT. DUTA SUMBER NABATI
tersebut harus ditolak;
“MENGADILI :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. DUTA SUMBER
NABATI tersebut.”
Merasa belum cukup, pihak pengusaha mengajukan upaya hukum Peninjauan
Kembali, dengan pokok keberatan bahwa penggunaan Peraturan Menteri Negara
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993 dan Peraturan
Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999
tentang Izin Lokasi, menunjukkan bahwa ketentuan tersebut telah diterapkan
secara retroaktif (diberlakukan secara “surut ke belakang”),
mengingat Keputusan Gubemur diterbitkan tertanggal 25 September 1990 tentang
Penetapan Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit, telah terbit terlebih dahulu sebelum
Peraturan BPN dimaksud.
Penggunaan dasar hukum secara retroaktif demikian, menunjukkan bahwa Keputusan
Bupati Ketapang tertanggal 17 Mei 2007 tentang Pengurangan Areal lzin Lokasi
atas nama PT. DUTA SUMBER NABATI (obyek perkara), mengandung cacat yuridis
formil.
Meskipun sudah nyata-nyata babwa Keputusan Bupati Ketapang tertanggal 17
Mei 2007 tentang Pengurangan Areal Izin Lokasi demikian mengandung cacat formil,
namun Pengadilan Tingkat Banding tetap membenarkan Keputusan tersebut, bahkan juga
justru turut memberlakukan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan
Hak Atas Tanah Bagi Perusahaan dalam Rangka Penanaman Modal, secara
teroaktif.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut
tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa putusan Judex Juris sudah tepat dan benar, karena tidak terdapat kekhilafan
Hakim atau kekeliruan yang nyata sebagaimana dimaksud Pasal 67 huruf (f)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009;
- Bahwa alasan-alasan Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan karena
hanya merupakan pendapat atau penafsiran dari Pemohon Peninjauan Kembali;
- Bahwa Pengadilan menolak gugatan Penggugat / Pemohon Peninjauan Kembali
sudah benar, karena Penggugat / Pemohon Peninjauan Kembali tidak
mengajukan permohonan perpanjangan ijin lokasi, dan syarat-syarat ijin
lokasi terdahulu tidak dipenuhi oleh Penggugat / Pemohon Peninjauan
Kembali;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan
oleh : PT. DUTA SUMBER NABATI tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali : PT. DUTA SUMBER NABATI tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.