Menggugat Blokir oleh Kantor Pertanahan ke Pengadilan Negeri, Bukan Monopoli Yurisdiksi PTUN

LEGAL OPINION
Question: Sertifikat tanah keluarga kami digugat orang, lalu BPN blokir tanah milik kami itu. Jika tidak ada penetapan sita jaminan dari pengadilan, berarti semestinya dalam tempo 1 bulan maka blokir tanah sudah harus dicabut oleh BPN. Masalahnya hingga saat kini BPN masih juga memblokir, tak izinkan kami untuk jual tanah milik kami ke orang lain. Jika mau gugat BPN ke PTUN, kejadian ini sudah tahunan, PTUN sudah tidak lagi berwenang memeriksa dan memutus perkara ini. Apa masih terbuka kemungkinan menggugat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh BPN ke PN (Pengadilan Negeri)?
Brief Answer: Untuk menggugat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan, bila masih dalam tempo waktu 90 hari maka menjadi kewenangan yurisdiksi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sementara itu kompetensi absolut demikian demi rasa keadilan, diperhalus keberlakuannya dengan masih mengizinkan warga pemilik tanah, demi asas kepastian hukum kekuatan pembuktian sertifikat hak atas tanah, dimungkinkan menggugat perbuatan melanggar hukum Kantor Pertanahan ke hadapan Pengadilan Negeri setempat.
Namun demikian kekakuan hukum formil prosedural untuk dapat menggugat ke hadapan PTUN, bukan berarti tidak dapat disikapi dengan tips-tips tertentu dengan diberi sentuhan cerdas. Sebagai contoh, bila permohonan peralihan hak atas tanah sebelumnya yang dinyatakan “ditolak” Kantor Pertanahan telah melampaui 90 hari, maka dapat saja kini diajukan permohonan kembali, yang bila kemudian Kantor Pertanahan kembali menolak permohonan, maka surat keputusan “penolakan” terbaru demikian dapat menjadi objek gugatan di PTUN (karena permohonan yang terakhir kali diajukan tetap dihitung sebagai permohonan baru dan surat keputusan “penolakan” baru).
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret yang cukup representatif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi sengketa tanah register Nomor 142/Pdt.G/2012/PN.Bwi tanggal 7 Februari 2013, dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), perkara antara:
- SUYONO, sebagai Penggugat; melawan
1. PT. Bank Perkreditan Rakyat Delta Artha Panggung, sebagai Tergugat I; dan
2. Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Banyuwangi, selaku Tergugat Ii.
Penggugat merupakan pemilik hak atas tanah yang termuat dalam Sertifikat Hak Milik (SHM). Namun terhitung sejak tahun 2003 sampai dengan saat kini, secara terus-menerus dan tidak terputus telah dilakukan pemblokiran oleh Tergugat II selaku Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuwangi dalam rangka memenuhi permintaan Tergugat I.
Akibatnya, Penggugat selaku pemilik sah, tidak bisa bertindak bebas atas tanah miliknya sendiri, sekalipun sudah bersertifikat hak milik yang diterbikan sendiri oleh Kantor Pertanahan, akan tetapi justru tidak mendapat perlindungan ataupun kepastian hukum.
Adapun yang menjadi pokok tudingan, ialah bahwa Tergugat I bersama-sama dengan pihak Tergugat II telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya sekaligus melanggar hak subjektif Penggugat atas hak milik atas benda, yaitu melakukan pemblokiran tanpa hak dan tanpa alasan yang sah.
Akibatnya, timbul kesan bahwa Penggugat seolah-olah memiliki aset yang bermasalah dengan hukum, yang aset tanahnya diblokir selama sekian tahun lamanya. Alhasil, setiap usaha yang dilakukan oleh Penggugat untuk menjual tanah SHM miliknya, kepada pihak ketiga selaku calon pembeli, selalu berujung kepada kegagalan akibat adanya “catatan” blokir demikian. Penggugat tidak pernah bersengketa dengan Tergugat I di pengadilan terkait hak atas tanah ini, maka dari itu menjadi absurb jika Tergugat Ii justru selama 9 tahun lamanya memblokir SHM milik Penggugat.
Sementara itu dalam sanggahannya pihak Tergugat I mendalilkan, bahwa status SHM milik Penggugat sejak tanggal 27 Februari 2003 sudah bebas dan “clean and clear”, alias tidak lagi dalam status terblokir. Aturan main terkait pemblokiran sertifikat hak atas tanah telah diatur secara eksplisit dalam ketentuan Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sebagai berikut:
1) Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan dijadikan objek gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan.
2) Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaan sebelum waktu tersebut berakhir.”
Karenanya menjadi jelas bahwa pemblokiran yang dahulu pernah diajukan oleh Tergugat atas SHM milik Penggugat, telah berakhir sejak tahun 2003. Senada dengan itu, pihak Kantor Pertanahan selaku Tergugat II menyatakan secara tegas, bahwa blokir yang baik dilampirkan surat gugatan maupun yang tidak dilampirkan surat gugatan, bilamana tidak disertai penetapan Sita Jaminan oleh jurusita pengadilan, maka blokir demikian berlaku sebatas selama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencatatan.
Memang benar Tergugat I dahulu kala pernah mengajukan permohonan blokir terhadap SHM milik Penggugat, lewat suratnya tertanggal 27-1-2003. Namun blokir demikian sejatinya telah hapus dalam tempo waktu 30 hari sejak tanggal pencatatan, yakni sejak tanggal 20-2-2003, karena tidak dilampiri dengan gugatan maupun penetapan sita jaminan dari pengadilan, sehingga pasca hapusnya masa blokir karena ketentuan peraturan tersebut tidak perlu lagi dilakukan pencabutan blokir oleh pihak yang semula mengajukan permohonan blokir, karena blokir demikian telah otomatis / sendirinya hapus demi hukum.
Dimana terhadapnya, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dari dalil gugatan Penggugat serta dalil bantahan Tergugat I dan Tergugat II, hal yang sama-sama diakui oleh Penggugat, Tergugat I, dan Tergguat II adalah pada tahun 2003 ada pemblokiran atas Sertifikat Hak Milik No. ... atas nama SUYONO oleh Tergugat II atas permintaan Tergugat I selama 30 hari.
“Yang menjadi permasalahan dalam perkara a quo adalah apakah setelah berakhirnya masa blokir yang 30 hari tersebut, Tergugat Ii masih melakukan pemblokiran lanjutan atau tidak. Dimana Penggugat mendalilkan setelah berakhirnya masa blokir selama 30 hari, Tergugat II telah melakukan blokir lanjutan sampai tahun 2012 ini (9 tahun).
“Tergugat I menyatakan pemblokiran hanya diminta 1 kali pada tanggal 27 Januari 2003 dan berlaku selama 30 hari, yaitu sejak tanggal 27 Januari 2003 (pengajuan surat permohonan dari Tergugat I) sampai dengan 27 Februari 2003, sedangkan Tergugat II menyatakan blokir hanya selama 30 hari sejak tanggal pencatan tanggal 20 Februari 2003;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T.II-1, yang berupa fotocopy Sertifikat Hak Milik No. ... a.n. SUYONO (telah bermaterai cukup dan sesuai aslinya sehingga merupakan alat bukti yang sah), bukti mana merupakan akta otentik sehingga kekuatan pembuktiannya sempurna dan mengikat, telah terungkap fakta bahwa atas Sertifikat Hak Milik No. a.n. SUYONO pernah 1 (satu) kali dilakukan pemblokiran atas permintaan PT. BPR Delta Artha Panggung Banyuwangi berdasarkan surat permohonan No. ... tanggal 27 Januari 2003. Permohonan tersebut telah dicatat oleh Tergugat II dalam sertifikat tanggal 20 Februari 2003;
“Menimbang, bahwa dalam bukti T.II-1 tersebut juga dinyatakan sesuai Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 3 Tahun 1997, catatan blokir tersebut telah hapus dalam waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pencatatan (tanggal 20 Februari 2003);
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 di atas, Majelis berpendapat bahwa blokir yang diajukan oleh Tergugat I atas permintaan Tergugat I terhadap SHM No. ... tersebut, karena tidak dilampiri dengan gugatan dan putusan sita jaminan dari Pengadilan, maka blokir tersebut sudah hapus pada tanggal 30 Maret 2003 (jangka waktu 30 hari sejak tanggal pencatatan yaitu sejak tanggal 20 februari 2003) dan blokir hapus tanpa perlu dilakukan pencabutan blokir oleh pihak yang memblokir tersebut, karena blokir tersebut sudah otomatis hapus demi hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan dari Tergugat I serta bukti T.II-1, tidak ada blokir lanjutan atas SHM No. ... a.n. SUYONO tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, telah terbukti bahwa pemblokiran atas Sertifikat Hak Milik No. ... a.n. SUYONO hanya dilakukan 1 kali dan tidak ada blokir lanjutan. Pemblokiran tersebut demi hukum telah hapus setelah 30 hari terhitung sejak tanggal pencatatan. Bila pencatatan blokir tanggal 20 Februari 2003, berarti blokir demi hukum hapus tanggal 20 Maret 2003. Dengan demikian Tergugat telah dapat membuktikan dalilnya. Sedangkan dalil Penggugat bahwa sertifikat hak milik  No. ... a.n. SUYONO telah diblokir selama 9 tahun sejak tahun 2003 hingga sekarang (ada blokir lanjutan), tidak terbukti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka gugatan Penggugat ditolak untuk seluruhnya;
M E N G A D I L I :
DALAM EKSEPSI:
- Menolak eksepsi Tergugat I;
DALAM POKOK PERKARA:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.