LEGAL OPINION
Question: Bukankah jika sampai ada tetangga yang saling
berbatasan, membangun tembok melampaui batas tanahnya sehingga mencaplok
sebagian bidang tanah milik tetangga, artinya pidana? Kan, tidak mungkin orang
bisa bangun tembok melewati batas tanah miliknya, dengan tidak memasuki
pekarangan milik orang lain atau milik tetangga.
Brief Answer: Secara logika sederhana yang bahkan dapat
dimaklumi orang awam hukum, membangun tembok pembatas bangunan yang melewati
atau melampaui bidang tanah miliknya, yang sebagai konsekuensi logisnya
mengakibatkan kerugian bagi pihak tetangga yang berbatasan langsung, hal
demikian dapat disebut sebagai “penyerobotan tanah” yang jelas merupakan ranah
pidana, terlepas dari fakta ada atau tidak adanya pekarangan tertutup milik tetangga.
Namun praktik peradilan masih berkata lain,
diasumsikan sengketa perbatasan dan pembangunan tembok demikian sebagai murni sengketa
perdata belaka yang tidak dapat dituntut secara pidana. Jika dalam perbuatan
ilegal seperti “penyerobotan tanah” dapat dipidana, maka mengapa membangun
tembok diatas bidang tanah milik warga negara lainnya, tidak dapat dituntut pidana
serupa? Itulah dilematika praktik di peradilan pidana Tanah Air.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret sebagai cerminan yang cukup representatif, sebagaimana dapat SHIETRA
& PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana terkait tanah
register Nomor 1610 K/Pid/2015 tanggal 24 Maret 2016, dimana Terdakwa didakwa
telah memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang
dipakai orang lain dengan melawan hukum, atau berada di situ dengan melawan
hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan
segera, sebagaiman diatur dan dianicam pidana dalam Pasal 167 Ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwakan telah dengan maksud menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau
membebani dengan credit verband sesuatu
hak tanah yang belum bersertifikat, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau
pemberian di atas tanah yang belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa yang
mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain, Perbuatan
Terdakwa sebagaiman diatur dan diancam pidana dalam Pasal 385 ke-1 KUHP.
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yang kemudian menjadi putusan
Pengadilan Negeri Surabaya No. 2148/Pid.B/2014/PN.Sby tanggal 19 Januari 2015,
dengan amar sebagai berikut :
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa SOETIJONO tersebut, terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana ‘memaksa masuk ke dalam pekarangan
tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang
berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera’ sebagaimana didakwakan
dalam dakwaan alternatif kesatu melanggar Pasal 167 ayat (1) KUHP;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 3 (tiga) bulan, dengan perintah bahwa pidana tersebut tidak usah
dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain,
disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa
percobaan selama 6 (enam) bulan berakhir.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Surabaya
No. 196/PID/2015/PT.SBY tanggal 11 Mei 2015, dengan amar sebagai berikut:
- Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 19 Januari
2015, No.2148/Pid.B/2014/PN.Sby, yang dimintakan banding tersebut;
“MENGADILI SENDIRI:
- Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana;
- Melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum;
- Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya.”
Pihak Jaksa Penuntut mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya secara
anti-klimaks pihak Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan secara
klise, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan pemohonan kasasi Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut Mahkamah
Agung berpendapat sebagai berikut:
“Bahwa alasan pemohonan kasasi
Jaksa / Penuntut Umum tersebut tidak dapat dibenarkan. Putusan Judex Facti / Pengadilan
Tinggi yang membatalkan putusan Judex Facti / Pengadilan Negeri dan menyatakan
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi bukan merupakan suatu
tindak pidana dan oleh karena itu melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan
hukum, tidak salah menerapkan hukum.
“Bahwa putusan Judex Facti
telah mempertimbangkan fakta hukum yang relevan secara yuridis dengan tepat dan
benar sesuai fakta hukum yang terungkap dimuka sidang, yaitu:
- Terdakwa dan korban KURNIAWAN SOEDEWO sama-sama menyewa tanah TNI AL,
Terdakwa menyewa pertama tanggal 16 Oktober 2008 akta sewa No. 305 di atas-namakan
anaknya SUWANDI ONGKODJOJO, kemudian Terdakwa SOETIJONO menyewa lagi tanah
penguasaan TNI AL dari PT. Senopati Samudra Perkasa (SETYO HARTONO) yang
diopersewakan kepada Terdakwa SOETIJONO, tetapi dalam akta sewa di atas-namakan
anaknya SUWANDI ONGKODJOJO tanggal 16 Februari 2009, luas tanah yang disewa
semula 7.605,5 meter persegi seharga Rp5.323.850.000,00 ditambah 1.265,6 meter
persegi seharga Rp294.441.000,00.
- Kemudian saksi KURNIAWAN SOEDEWO juga menyewa tanah penguasaan TNI AL
tersebut yang letaknya berbatasan dengan tanah yang disewa Terdakwa
SOETIJONO tersebut, tanggal 4 Juli 2012 dari PT. Senopati Samudra Perkasa
(SETYO HARTONO) seluas 10.080 meter persegi seharga Rp5.544.000.000,00 selama
28 tahun terhitung penanda-tanganan Akta Sewa tersebut.
- Bahwa Terdakwa kemudian tahun 2010 membuat tembok pagar pembatas tanah
dengan tanah yang disewa KURNIAWAN SOEDEWO memanjang dari depan ke belakang, menurut
Terdakwa ia membuat pagar tembok masih dalam batas tanah yang disewa olehnya,
sedang menurut KURNIAWAN SOEDEWO pagar tembok yang dibuat Terdakwa tersebut
melampaui batas tanah yang seharusnya, menjorok ke tanah yang disewa oleh
KURNIAWAN SOEDEWO, selebar menurut saksi korban 0,50 m x 50 m, sedang menurut saksi
Nasikan selebar 40 cm x 40 m dari depan ke belakang, sedang menurut saksi IR.
GUNTAR HARIANTO selebar 0,5 m x 34 m = 17 meter persegi.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Terlepas dari
fakta perbedaan persepsi luas bidang tanah yang “diserobot”, faktanya seluruh
saksi menyatakan betul adanya “penyerobotan” demikian. Perihal luas bidang spesifik
secara terperinci merugikan pemilik tanah yang bertetangga, betul merupakan
ranah pengadilan perdata untuk membuktikan dan menetukan. Namun dalam perkara
pidana, fakta hukum terjadinya “penyerobotan” telah terjadi secara sempurna.]
- Bahwa menurut KURNIAWAN SOEDEWO dalam pertemuan pada saat pengukuran
bersama Terdakwa dan saksi lain, Terdakwa bersedia membongkar tembok dalam
waktu 1 (satu) minggu, sedang menurut Terdakwa ia tidak menyatakan demikian.
“Bahwa berdasarkan fakta-fakta
sebagaimana tersebut di atas, terbukti fakta antara pelapor dengan Terdakwa
adalah dua orang pihak yang sama menyewa tanah pada pihak Puskopal Armatim
Surabaya, tetapi Terdakwa mengklaim tembok yang dibangunnya masih berdiri
dalam luas tanah yang disewanya. Sedangkan pelapor mengklaim bahwa tembok yang
didirikan Terdakwa telah melebihi tanah sewa Terdakwa dan masuk ke dalam tanah
yang disewa saksi pelapor. Dengan demikian permasalahan diantara
keduanya adalah menyangkut batas tanah bukan masalah masuk perkarangan tanpa
izin yang berhak, dengan demikian pertimbangan Judex Facti / Pengadilan
Tinggi sudah tepat dan benar karena permasalahan tersebut berada dalam
ruang lingkup peradilan perdata, sehingga putusan Judex Facti sudah
tepat dan benar dan harus tetap dipertahankan.
“Bahwa selain itu alasan kasasi
tersebut juga merupakan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang
suatu kenyataan yang tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
tersebut harus ditolak;
“Menimbang, bahwa dalam
musyawarah Majelis Hakim terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion)
dari Hakim Agung Sri Murwahyuni selaku Ketua Majelis, dengan pertimbangan
sebagai berikut:
- Bahwa terlepas dari alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum terbukti
fakta hukum bahwa dalam perkara a quo telah dilakukan pengukuran yang dilakukan
juru ukur independen dan juga berdasarkan hasil pemeriksaan di tempat luas
tanah yang disewa oleh Terdakwa terbukti bahwa pagar tembok yang dibuat Terdakwa
menjorok keluar 0,50 centimeter sepanjang 73,40 meter dari tanah yang disewa
sehingga setelah dibuat pagar tembok tersebut tanah yang disewa Terdakwa
lebih luas dari yang seharusnya;
- Bahwa perbuatan Terdakwa yang membuat tembok dengan menjorok keluar
0,50 centimeter sepanjang 73,40 meter persegi tersebut telah melanggar Pasal
385 ayat (1) KUHP;
“Menimbang, bahwa oleh karena
terjadi perbedaan pendapat dalam Majelis Hakim dan telah diusahakan
sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka sesuai Pasal 182 ayat (6)
KUHAP, Majelis Hakim setelah bermusyawarah mengambil keputusan dengan suara
terbanyak yaitu menyatakan menolak permohonan kasasi dari Pemohon kasasi / Jaksa
/ Penuntut;
“M E N G A D I L I :
“Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum
pada Kejaksaan Negeri Surabaya tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.