Ingkar Janji Membayar Tarif Layanan Jasa, Wanprestasi

LEGAL OPINION
Question: Mengapa masyarakat selalu berpikir secara picik, seolah untuk obyek jualan berupa barang yang dapat dilihat (intangible) si pembeli dapat ditagih dan diminta untuk membayar, sementara pengguna jasa yang telah menggunakan layanan jasa seakan-akan penyedia jasa yang berprofesi menjual jasa seolah tidak berhak menagih tarif atas jasa yang diberikan. Secara hukum, apakah ingkar janji membayar tarif jasa juga dapat dikategorikan sebagai wanprestasi, atau hanya sebatas jualan barang berwujud yang dapat ditagih pembayarannya?
Brief Answer: Itulah watak masyarakat Indonesia, yang dikenal agamais namun perihal asas keseimbangan dan kesetimpalan (keadilan), jauh panggang dari api. Berdasarkan prinsip resiprokal / resiprositas, ada hak maka ada kewajiban, ada barang / jasa maka ada harga / tarif. Objek jual-beli bukan hanya berupa “benda berwujud”, namun juga bisa berupa “benda tidak berwujud” serta berupa “jasa / layanan”.
Pengalaman SHIETRA & PARTNERS sendiri, telah ribuan orang yang menuntut dilayani tanya-jawab seputar hukum tanpa bersedia membayar tarif sepeser pun, bahkan tidak jarang memaksa untuk dilayani tanpa mau menghargai profesi konsultan yang juga berhak atas nafkah profesi, sementara jelas-jelas SHIETRA & PARTNERS berkecimpung dibidang profesi konsultan hukum, adalah sebentuk “perkosaan” terhadap kalangan profesi konsultan. Cerminan demikian menggambarkan potret budaya tidak sehat dan tidak adil dari masyarakat Indonesia, yang dikenal penuh “sopan santun” ini.
Mengingat objek transaksi / bisnis bukan hanya sebatas barang berwujud, namun juga dapat berupa jasa / layanan, maka terhadap bentuk-bentuk ingkar janji atau “perkosaan” profesi penyedia jasa, dapat digugat secara perdata dalam kategori “wanprestasi”.
Berani bersepakat, harus bersedia dimintai tanggung-jawab. Berani menggunakan jasa, maka harus siap bertanggung-jawab atas hak-hak dari penyedia jasa. Adalah tidak etis sekaligus miris, menuntut dilayani namun menolak membayar yang menjadi kewajiban pengguna jasa, bahkan menuntut tetap dilayani tanpa mau membayar seperak pun atas layanan, waktu (sumber daya yang sangat terbatas), tenaga, dan keterampilan / ilmu pengetahuan penyedia jasa—penulis menyebutnya sebagai “mental pengemis” sekalipun permasalahan hukum mereka berupa sengketa tanah bernilai miliaran Rupiah atau perihal sengketa kontrak senilai ratusan juta Rupiah.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi konkret berikut cukup representatif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa perdata wanprestasi register Nomor 1430 K/Pdt/2016 tanggal 29 September 2016, perkara antara:
I. LISMANIDAR dan Alm. H. LISAR, dengan Ahli Warisnya; II. INDRA, sebagai Para Pemohon Kasasi, semula selaku Tergugat 1, 3, 4; melawan
- AMIZIDUHU MENDROFA, sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat; dan
- SABARUDDIN, selaku Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat II.
Hubungan hukum antara Penggugat dan Para Tergugat terbentuk berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 18 Oktober 2010 dan Surat Perjanjian Jasa Advokat tanggal 23 Oktober 2010, dan Tergugat 4 adalah ahli waris dari almarhum H. Lisar yang turut memberikan dan menanda-tangani surat-surat dimaksud.
Para Tergugat adalah ahli waris dari almarhum Drs. Muchtar Isa, MS, berdasarkan penetapan ahli waris dari Pengadilan Negeri Padang dalam putusan Perdata Nomor 81/PDT/P/1994/PN.PDG tanggal 22 April 1994. Almarhum Drs. Muchtar Isa, MS meninggal dunia pada tanggal 6 Februari 1994, dan Meninggalkan harta warisan yang dikuasai oleh Ir. Yessi Bakhtiar, M.M. (anak dari almarhum Drs. Bakhtiar Buyung), adalah berupa tanah, bangunan gedung, dan yayasan antara lain:
a. Yayasan Lembaga Pembangunan Nasional Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan, Perbankan, dan Pembangunan (STIE “KBP”);
b. Tanah dan bangunan Gedung STIE “KBP” sesuai sertifikat hak milik.
Para Tergugat menunjuk dan memberikan kuasa kepada Penggugat dengan menandatangani Surat Kuasa Khusus, dan Surat Perjanjian Jasa Advokat dengan diperjanjikan di dalamnya uang success fee sebesar Rp2.500.000.000,00.
Surat Kuasa merupakan suatu persetujuan antara Tergugat selaku pemberi kuasa dengan Penggugat selaku penerima kuasa, dimana masing-masing pihak dibebankan kewajiban-kewajiban untuk dipenuhi, sebagaimana diatur norma Pasal 1792 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata):
“Pemberi kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seseorang lain, yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.”
Dengan disepakatinya Surat Kuasa, dengan demikian melahirkan suatu hubungan kontraktual (perikatan) antara Penggugat dan Para Tergugat yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak di dalamnya. Penggugat kemudian menyelesaikan seluruh kewajibannya yang timbul dari Surat Kuasa dimaksud.
Dalam rangka menjalankan kewajiban yang timbul dari Surat Kuasa, Penggugat mengambil segala tindakan yang dinilai perlu untuk mengembalikan harta warisan yang ditinggalkan oleh almarhum Muckhtar Isa, MS. yang dikuasai oleh Ir. Yessi Bakhtiar, M.M., selaku Ketua STIE “KBP”.
Adapun tindakan-tindakan hukum dilakukan oleh Penggugat kepada Ir. Yessi Bakhtiar, M.M selaku Ketua STIE “KBP” yang menguasai sebagian harta peninggalan almarhum Muchtar Isa, MS., sebagai berikut:
a. melakukan penyelesaian di luar pengadilan, yakni dengan mengirimkan 2 surat somasi untuk menuntut pengosongan gedung STIE “KBP”;
b. tanggal 13 November 2010 melakukan penutupan Gedung STIE;
c. kemudian Ir. Yessi Bakhtiar, M.M. selaku Ketua STIE “KBP” yang menguasai sebagian harta peninggalan almarhum Muchtar Isa mengirim surat kepada Penggugat selaku kuasa Hukum dari ahli waris almarhum Muchtar Isa (Para Tergugat), menyatakan bahwa: dengan ini kami mengharapkan agar persengketaan yang terjadi antara pihak Yayasan Lembaga Pembangunan Nasional dengan pihak ahli waris almarhum Muchtar Isa dapat diselesaikan secara damai.
Berdasarkan surat-menyurat tersebut, ditindak-lanjuti dengan mediasi dan negosiasi yang akhirnya Ir. Yessi Bakhtiar, M.M. yang semula menguasai Gedung STIE “KBP”, menyerahkan kepada Penggugat selaku kuasa hukum dari almarhum Muchtar Isa, kemudian Penggugat menyerahkan Tanah dan Bangunan STIE “KBP” tersebut kepada Ahli Waris Mukhtar Isa (Para Tergugat), sehingga kini objek gedung dikelola dan dikuasai oleh Para Tergugat.
Meski Penggugat telah selesai menjalankan seluruh kewajiban yang timbul dari Surat Kuasa, namun hingga saat gugatan ini diajukan, Tergugat belum juga membayar uang success fee yang merupakan hak Penggugat. Setelah selesai memberikan jasa hukum kepada Para Tergugat, Penggugat telah berkali-kali mengingatkan Para Tergugat untuk membayar kewajiban pembayaran success fee, namun Para Tergugat tetap melalaikannya tanpa menyatakan keberatan apapun.
Perjanjian dalam pemberian Surat Kuasa, sebelumnya telah secara tegas menetukan bahwa pemberian kuasa dari Para Tergugat kepada Penggugat diadakan dengan adanya hak bagi penerima kuasa atas tarif, yang artinya secara kontraprestasi membebankan kewajiban kepada Para Tergugat selaku pemberi kuasa untuk membayar sejumlah tarif.
Terhadap gugatan sang penyedia jasa, Pengadilan Negeri Padang kemudian menjatuhkan putusan Nomor 33/Pdt.G/2015/PN.Pdg tanggal 27 Agustus 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menerima gugatan Penggugat untuk sebahagian;
- Menyatakan Surat Kuasa Khusus tanggal 18 Oktober 2010, berlaku dan mengikat diantara Penggugat dengan Para Tergugat;
- Menyatakan Surat Perjanjian Jasa Advokat tanggal 23 Oktober 2010 berlaku dan mengikat diantara Penggugat dengan Para Tergugat;
- Menyatakan secara hukum bahwa Para Tergugat telah lalai melaksanakan kewajibannya (wanprestasi) yang timbul dari surat kuasa tanggal 18 Oktober 2010 dan Surat Perjanjian Jasa Advokat tanggal 23 Oktober 2010, yakni untuk membayar uang honorarium (succees fee) sebesar Rp2.500.000.000,00;
- Menghukum Para Tergugat untuk membayar uang honorarium (success fee) kepada Penggugat sebesar Rp2.500.000.000,00;
- Menyatakan sita jaminan (conservatoir beslag) yang telah dijalankan sesuai dengan berita acara sita jaminan tanggal 20 Agustus 2015 sah dan berharga;
- Menolak gugatan Penggugat yang lain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat 1 dan Tergugat 4 putusan Pengadilan Negeri di atas kemudian dikukuhkan oleh Pengadilan Tinggi Padang lewat putusannya Nomor 176/PDT/2015/PT.PDG. tanggal 6 Januari 2016.
Pihak Tergugat selaku pengguna jasa mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti telah tepat dan benar dalam pertimbangannya serta tidak salah menerapkan hukum karena terbukti pihak Tergugat / Pemohon Kasasi I dan II tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati bersama yakni membayar jasa pihak Penggugat selaku penasihat hukum yang telah diselesaikannya tersebut maka pihak Tergugat telah wanprestasi dan menghukum pihak Tergugat untuk membayar kewajibannya tersebut;
“Bahwa lagi pula alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi I: Lismanidar, dan kawan, Pemohon Kasasi II Indra tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi I. 1. LISMANIDAR, 2. Alm. H. LISAR, dengan Ahli Warisnya: 2.1. Hj. Ramlan (istri), 2.2. Nining (anak), 2.3. Boni (anak), 2.4. Budi (anak), 2.5. Yuni (anak), 2.6. Fitri (anak), 2.7. Afrinal (anak), 2.8. Afrizal (anak), II. INDRA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.