Yang Hebat Itu yang Bisa SELF-CONTROL, Hidup Selibat, Bukan yang Bisa Menikahi Belasan Istri

Umat Manusia Tidak akan Punah Sekalipun Ada Sebagian diantara Masyarakat Kita yang Memilih untuk Menjalani Hidup sebagai Petapa yang Berlatih SELF-CONTROL dengan Hidup Selibat

Yang Hebat ialah yang Mampu Melepas, Bukan yang Mengambil dan Menjadikan Milik (Memiliki dan Melekatinya)

Dalam Buddhisme, hidup adalah pilihan, dimana kehendak bebas (free will) dihargai dan dihormati sebagai hak asasi manusia itu sendiri. Tidak ada dogma-dogma berisi ancaman dalam Buddhistik, baik Anda memilih untuk menikah ataukah tidak menikah. Selebihnya, ialah perihal konsekuensi dibalik setiap pilihan. Karenanya, rumusan dalam Buddhisme menjadi sebagai berikut : hidup adalah pilihan, lengkap dengan masing-masing konsekuensinya. Meminjam istilah dari Ajahn Brahm, bhikkhu asal Inggris yang setelah menjalani latihan hidup sebagai “bhikkhu hutan” di Thailand sebelum kemudian menjadi kepala dari salah satu vihara di Australia, membagi menjadi dua konsekuensi dibalik pilihan bagi seseorang untuk berumah-tangga atau untuk hidup selibat, yakni “dukkha orang yang hidup berumah-tangga” dan “dukkha orang yang hidup selibat”.

Jadilah Konsumen yang Bertanggung-Jawab, Darurat Sampah Beling dan Styrofoam

Gerakan Konsumen yang Sadar Kelestarian Lingkungan, BOIKOT PRODUK-PRODUK KEMASAN YANG TIDAK RAMAH LINGKUNGAN

Wariskan Alam yang Bersih dari Sampah, Bukan Alam yang Rusak oleh Tumpukan maupun Ceceran Sampah

Satu dekade lampau, sampah / limbah bekas kemasan produk konsumsi berupa beling / kaca, diterima oleh pengepul sehingga kalangan pemulung kerap memulung limbah domestik rumah-tangga dari berbagai daerah pemukiman penduduk berupa kemasan beling. Patut kita apresiasi, langkah pemerintah yang melarang pemberian kantung plastik bagi konsumen pada ribuan minimarket, karena tarafnya sudah sangat mencemaskan serta memprihatikan. Adapun produk-produk dengan kemasan plastik, sekalipun juga merupakan limbah domestik rumah-tangga, namun setidaknya masih memiliki nilai ekonomis di mata para pemulung maupun pengepul botol-botol plastik bekas, yang karenanya sedikit atau banyaknya dapat mengurangi volumen sampah yang mencemari sungai, danau, hingga lautan. Sayangnya, regulasi terkait sampah domestik berupa kemasan berupa beling, tidak mendapat perhatian dari regulator baik di pusat maupun di daerah.

Mantra Buddha untuk Mengatasi Gangguan Roh Jahat

Versi Singkat Āānāiyasutta

Question: Dalam sutta teks Pali, ada sutta yang bernama Āānāiyasutta, dikenal luas oleh kalangan umat Buddhist digunakan untuk menghadapi gangguan makhluk-makhluk tidak kasat mata yang jahat. Masalahnya untuk membaca dan menyuarakan paritta satu ini, sangat menguras energi serta waktu, Adakah solusinya, semisal sutta versi singkat dari Āānāiyasutta ini?

Lebih INSANE daripada Mengulang Hal yang Sama namun Mengharap Hasil yang Berbeda

AGAMA BAGI ORANG RASIONAL Vs, AGAMA BAGI ORANG IRASIONAL, Anda yang Mana?

Berbuat Dosa / Kejahatan (Merugikan, Melukai, maupun Menyakiti), namun Mengharap Masuk Surga, INSANE

Question: Banyak sekali kita jumpai orang-orang yang melakukan hal yang sama, berulang-ulang, namun mengharap hasil yang berbeda. Kata Albert Einstein, itu “INSANE”, alias “tidak logis”, “tidak waras”, dan “tidak rasional”. Namun apakah ada, yang lebih parah sifatnya daripada sekadar “INSANE”?

KEYAKINAN YANG SEHAT Vs. KEYAKINAN YANG SAKIT, yang Memalukan di Mata seorang Buddha, Dipandang Membanggakan di Mata seorang Dunguwan (Dosawan)

Dosa adalah Nikmat di Mata DOSAWAN, namun adalah Derita di Mata seorang SUCIWAN. Meditatif, Hening, dan Higienis dari Dosa adalah Kebahagiaan di Mata seorang SUCIWAN, namun adalah Derita di Mata para DOSAWAN

Ketika Umat Pemeluk AGAMA DOSA Berdelusi sebagai Agama yang Paling Superior dan Bangga Mempromosikan Ideologi Korup bernama Iming-Iming “Penghapusan Dosa”, alih-alih Merasa Malu

Seperti kata anekdot klasik yang ternyata masih relevan hingga saat kini, “don’t judge the book by the cover”, dalam kesempatan ini hendak penulis tambahkan dan lengkapi menjadi “jangan pula menilai sebuah kitab dari nama yang dilekatkan sebagai ‘Kitab SUCI’”, namun lihat dan nilai isi substansinya. Dalam istilah dunia politik dan marketing, upaya manipulatif-pengelabuan demikian diberi istilah sebagai “framing”, alias membingkai dan menghiasinya dengan “make up” pemutih kulit wajah agar tampak menarik dan mengundang minat masyarakat. Jangan menelan secara mentah-mentah nama dari sebuah buku (kitab agama) ataupun nama suatu alam.

Pendosa, Mengharap Masuk Surga, Surga yang Ibarat Tong Sampah Raksasa bagi para Manusia Sampah (Pendosa)

Perbedaan antara Agama Buddha dan Agama Samawi, Buddhisme adalah Perihal Hukum Tabur-Tuai, sementara Agama Samawi Menina-Bobokan Para Pendosa lewat Iming-Iming Penghapusan Dosa

Kabar Baik bagi Pendosa, sama artinya Kebar Buruk bagi Kalangan Korban

Question: Di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, para kriminil yang bermasalah dengan hukum adalah para Buddhist, maka bukankah itu artinya umat agama Buddha sama saja alias tidak berbeda dengan umat agama lain yang juga banyak bermasalah dengan hukum?

BREAK THE CHAIN OF KARMIC LAW, Itulah Misi Penyelamatan Misionaris Buddhisme

Dukkha Tertinggi menurut Pandangan Agama Buddha

Neraka Bukanlah Dukkha Tertinggi, namun adalah Siklus Lingkaran Samsara alias Tumimbal Lahir Tidak Berujung dan Tidak Kenal Akhir

Question: JIka dalam agama-agama samawi yang kini mendominasi para umat manusia, keyakinan mengenai adanya alam surga maupun alam neraka setelah ajal seseorang tiba, merupakan pamuncak alias akhir episode dari seorang manusia. Apakah Buddhisme memiliki tujuan akhir dan siksaan abadi berupa surga dan neraka seperti pandangan agama-agama samawi tersebut?

Gaya Berpikir Picik, Sikap cenderung Kerdil dan Dangkal Cara Berpikirnya

Jangan seperti Katak dalam Tempurung yang Dangkal dan Kerdil Cara Berpikir maupun dalam Bersikap

Question: Mengapa di dunia ini, masih saja ada banyak manusia yang menyebalkan, seolah-olah dunia ini kekurangan orang-orang yang “toxic” maupun yang menyebalkan?

Hidup adalah Nikmat ataukah Dukkha?

Bertanggung Jawab dan Penuh Tanggung Jawab dan menjadi Suciwan yang Melawan Arus Keduniawian, Jelas merupakan Dukkha

Menjadi Pendosa Penjilat Penuh Dosa yang Setiap Harinya Mengharap dan Memohon Penghapusan Dosa, Jelas merupakan “Nikmat”

Meminta dan Diberi adalah Nikmat (ala Pemalas). Menanam Karma Baik untuk Dipetik dan Dipanen adalah Meletihkan. Bertanggung-Jawab ala Ksatria adalah Menakutkan di Mata para Pengecut dan Pecundang Kehidupan

Question: Apa latar belakangnya, agama samawi mengajarkan dan mengklaim bahwa hidup pemberian Tuhan adalah nikmat, sementara itu Agama Buddha justru menyatakan bahwa hidup adalah duka?

Puluhan Nabi GAGAL TOTAL Musnahkan Maksiat Paling Primitif yang Dkenal Umat Manusia dari Muka Bumi

Ketika Puluhan Nabi Utusan / Rasul Tuhan GAGAL TOTAL Memusnahkan Satu pun Maksiat / Dosa Paling Primitif dari Muka Bumi, Tuhan pun Meradang

Ketika Nabi Utusan Tuhan justru Mempromosikan dan Mengkampanyekan Maksiat Lengkap dengan Iming-Iming Penghapusan Dosa = Kabar Baik bagi PENDOSA

Messenger yang Mewartakan Kabar Baik bagi PENDOSA = Kabar Buruk bagi para KORBAN

Alam Neraka merupakan Simbol / Monumen Kegagalan Tuhan yang Tidak Benar-Benar Berkuasa atas Pilihan HIdup maupun Pikiran Umat Manusia

Question: Konon menurut satu dogma agama tertentu, puluhan orang nabi telah Tuhan (versi mereka) turunkan ke dunia ini untuk memerangi maksiat dari muka bumi. Namun, mengapa sampai detik ini masih juga ada begitu banyaknya maksiat-maksiat paling primitif yang sudah dikenal umat manusia sejak era pra sejarah maupun maksiat-maksiat zaman purbakala seperti praktik pemerkosaan, menyembah batu, merampok, mencuri, membunuh, menganiaya, pemerasan, mabuk kawin, dan dosa-dosa ataupun maksiat-maksiat lainnya? Singkatnya, mengapa tidak ada satu pun maksiat yang berhasil diberantas oleh puluhan nabi utusan atau rasul dari Tuhan tersebut? Mengapa juga Tuhan bergantung atau mengandalkan sosok semacam nabi untuk menjadi “messenger” seolah-olah Tuhan kalah canggih dengan teknologi broadcast semacam radio ataupun televisi?

Manusia dilahirkan lengkap dengan seperangkat “software” dalam otak dan genetik mereka dari sejak lahir, tidak terkecuali watak atau sifat-sifat buruk sang manusia, tentu itu bukan salah bunda mengandung, juga bukan salah si manusia yang tidak pernah memilih ataupun meminta untuk dilahirkan, tapi adalah hasil penciptaan Tuhan itu sendiri. Sehingga, jika mau disalahkan, Tuhan semestinya menunjuk hidung Tuhan sendiri sebagai pelaku “aktor intelektual” segala aksi kejahatan dan maksiat demikian untuk dituntut pertanggung-jawaban. Bukankah katanya konon tiada apapun yang dapat terjadi tanpa seizin, kuasa, maupun rencana Tuhan, tidak terkecuali terjadinya segala tindak kejahatan maupun maksiat dan dosa-dosa lainnya?

Ciri, Tanda, & Karakter Orang Dungu

Nilai dari Cara Seseorang Berpikir, Berbicara, dan Berperilaku

Ada sebagian diantara anggota masyarakat kita—atau mungkin juga sebagian mayoritas dari masyarakat kita—di Indonesia ini bahwa seorang manusia secara ekstrim tidak perlu menerapkan gaya hidup sehat maupun gaya hidup bersih, toh masih bisa hidup. Semisal, mereka memberi contoh, tukang sampah yang setiap harinya mengangkuti sampah dari rumah ke rumah, tanpa sarung tangan, bahkan banyak diantara masyarakat kita yang makan tanpa terlebih dahulu mencuci tangannya baik-baik dengan sabun, bahkan juga berbagai penjual masakan kita tidak mencuci sayur-mayur lalapan yang mengandung pestisida, larva cacing, kotoran binatang liar, dan kimia karsinogenik lainnya dalam proses penanaman, panen, maupun distribusi hingga penyajian, toh mereka semua masih bisa hidup sampai dewasa dan tua pada realitanya. Mereka juga kerap memberi ilustrasi kalangan penghisap bakaran tembakau, masih sehat-sehat saja.

Ajaran yang Saling Menegasikan, Mengajarkan Berbuat Baik dan Disaat Bersamaan Mengkampanyekan Penghapusan Dosa

Satu Tangan Berbuat Baik, Tangan Lainnya Memohon “Penghapusan / Pengampunan Dosa”, Dua Preposisi yang Tidak Pernah Sejalan, Bertolak-Belakang

Terdapat sebuah tempat ibadah “norakisme” ala “narsistik” di dekat kediaman penulis, pada suatu Jum’at tengah hari seorang pemuka agama mereka lewat pengeras suara eksternal yang luar biasa membahana, berceramah perihal berbuat kebajikan, pentingnya amal kebaikan, dan segala perbuatan baik lainnya dalam rangka agar sang umat dapat diterima di kerajaan Tuhan yang mereka sembah. Tampaknya tidak ada yang salah dengan ceramah tersebut, namun pemuka agama yang sama pada malam harinya kembali berceramah pada tempat ibadah yang sama, dengan toa pengeras suara yang sama membahananya, akan tetapi dengan topik yang berbeda, yakni mengenai “pengampunan / penghapusan dosa”—yang mana notabene kedua topik tersebut sejatinya saling menegasikan alias saling menihilkan serta bertolak-belakang satu sama lainnya antar dogma, inkonsisten.

Kiat Memilih Agama yang Baik dan Ideal untuk Dipeluk, Diyakini, serta Dijalankan

AKAL DOSA Milik para Pendosa Vs. AKAL BAIK Milik Orang-Orang Baik

Ketika Agama Bertentangan dengan Kemanusiaan, maka Itulah Agama yang Harus Dilarang sebagaimana Kita Melarang Agama Liberal!s, Agama Hedonistis, maupun Agama Komunistis

Question: Apa ada kiat, agar kita dapat memilih agama yang tepat dan baik untuk kita peluk dan praktikkan di keseharian serta untuk kita kelak kenalkan maupun wariskan kepada anak-cucu kita?