Kendaraan Hilang saat Dialih-Sewakan, menjadi Tanggung Jawab Pidana Penyewa Semula

LEGAL OPINION
Question: Jika kendaraan masih status kredit mencicil belum lunas, lalu dipinjamkan atau disewakan kepada orang lain, dan oleh orang lain itu lalu kemudian kendaraan dihilangkan atau bahkan digelapkan, maka yang tanggung jawab pidana penggelapan barang kredit ataupun kendaraan sewaan ini, siapakah, penyewa ataukah orang lain yang diberi pinjam kendaraan itu oleh penyewa? Orang lain itu yang menggelapkan objek kendaraan, mengapa penyewa yang dipersalahkan?

Mahkamah Agung RI dapat Mengamputasi Norma Undang-Undang lewat PRESEDEN, Uji Materiil ‘Terselubung’, Penerapan Prinsip ‘Law in Concreto’

LEGAL OPINION
Question: Apakah untuk bisa dianulirnya seuatu ketentuan hukum dalam suatu undang-undang, hanya bisa lewat uji materiil ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia?

Bank Lalai Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian, menjadi Resiko Nasabah Penabung ataukah Resiko Usaha Perbankan?

LEGAL OPINION
Question: Saat membuka rekening tabungan, kami sudah buat perikatan dengan pihak kantor cabang bank, bahwa yang bisa tanda-tangan slip penarikan dana adalah dua orang penandatangan, bukan hanya satu orang penandatangan selaku penarik dana secara kolegial. Tapi oleh pihak petugas bank, teller-nya ternyata tetap juga mencairkan dana dalam rekening itu sekalipun itu melanggar prosedur yang semestinya hanya bisa dicairkan bila ada penandatanganan oleh dua penarik yang berwenang. Kesalahan oleh pihak teller kantor cabang bank, sebenarnya menjadi tanggung-jawab atau menjadi kerugian bagi pihak siapa, menjadi kerugian pihak nasabah pemilik dana ataukah menjadi resiko beban kerugian pihak bank itu sendiri?

Pertimbangan Hukum Hakim yang Bertolak Belakang dengan Amar Putusan, Satu Sisi Mengabulkan Keberatan namun pada Sisi Lain Menyatakan Menolak dalam Amar

LEGAL OPINION
Question: Apakah mungkin terjadi atau pernah terjadi, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum yang tumpang-tindih atau bertolak-belakang dengan amar putusannya sendiri? Kita tahu bahwa pertimbangan hukum dibentuk sebelum membuat amar putusan, dan pertimbangan hukum itu juga yang menjadi dasar dibentuknya amar putusan. Ketika sampai terjadi tumpang-tindih demikian, manakah yang berlaku, karena ini ada kasus saya yang seperti itu putusannya, jadi tidak ada kepastian hukum? Sebuah putusan semestinya jelas, bukan justru membuat blunder baru.