Akar Musabab Mentalitas Tidak Bertanggung-Jawab, “BUAT DOSA, SIAPA TAKUT? Ada Penghapusan / Pengampunan Dosa”

SENI SOSIAL

Hanya seorang PENDOSA, yang Membutuhkan Iming-Iming Penghapusan / Pengampunan DOSA, bahkan menjadi Menu Sehari-Hari, Produktif Mencetak dan Menimbun DOSA. Semakin BERDOSA, Semakin Mencandu Penghapusan / Pengampunan DOSA

Tanggung Jawab Vs. Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa, Anda yang Manakah?

Question: Mengapa orang-orang bisa begitu tidak bertanggung-jawab atas perbuatan dan perilakunya sendiri (yang telah melukai, menyakiti, maupun merugikan orang lain)? Bukan hanya itu, tidak jarang mereka bahkan lebih sibuk berkelit dan mencari alibi, bahkan “maling teriak maling”, lebih galak ketika ditegur dan dimintakan pertanggung-jawaban oleh korban-korbannya, tidak punya rasa bersalah bahkan tidak tahu malu kepada korban yang telah mereka korbankan, ketimbang secara jantan mengakui perbuatannya, kesalahannya, dan bertanggung-jawab lewat kesadaran pribadi tanpa perlu ditagih, meski mereka mengaku sebagai ber-agama (“agamais”) dan ber-Tuhan?

Bayar Dahulu ataukah Minta Dilayani Dahulu? Johnsen Tannato dan Fenny Imelda, PENIPU Dibalik Modus ATOMY INDONESIA

LEGAL OPINION

Norma Otonom menjadi Hak Prerogatif Tuan Rumah, Tamu yang Bertamu Wajib Patuh secara Hukum maupun secara Etika Sosial

Modus Penipuan dan Eksploitatif “Johnsen Tannato”, Tamu yang Memperkosa Tuan Rumah, bahkan Memaksakan Aturan Main sang Tamu kepada Tuan Rumah

Question: JIka kita menjual jasa dan mensyaratkan pihak-pihak yang meminta pelayanan jasa kami untuk membayar tarif jasa profesi terlebih dahulu, lalu ada calon pengguna jasa yang memaksakan kehendaknya secara sepihak untuk meminta dilayani terlebih dahulu, maka secara hukum aturan milik siapa yang berlaku dan sahih? Belajar dari banyak pengalaman pahit, dimana banyak pengguna jasa yang kabur begitu saja secara tidak bertanggung-jawab setelah menikmati pelayanan jasa yang kami berikan, apa salah jika kami selaku penyedia jasa menetapkan kebijakan “bayar dahulu sebelum calon pengguna jasa berhak meminta dilayani”?

SANG BUDDHA, Pengetahu Segenap Alam

SENI SOSIAL

SANG BUDDHA, Guru Agung bagi para Dewa dan para Manusia

Question: Mengapa sang Buddha disebut sebagai si pengetahu segenap alam?

Menyembelih dan Mengorbankan Anak, Bukanlah Cinta, namun EGO

SENI SOSIAL

Seri Artikel Sosiologi

Akal Sehat Milik Orang Sehat Vs. Akal Sakit Milik Orang Sakit

Jika Anak Sendiri Saja Mau dan Tega Disembelih Demi EGO PRIBADI, apalagi terhadap Orang Lain yang Dikorbankan Demi EGO PRIBADI (Termakan Iming-Iming Masuk Surga dan Bidadari)

Question: Bukankah yang semestinya takut ialah orang-orang yang buat jahat seperti menyakiti kita, melukai kita, ataupun merugikan kita? Namun mengapa yang lebih sering terjadi ialah kita sebagai korban atau calon korban, yang lebih takut disakiti orang-orang jahat itu?

Kaitan antara Kualitas Genetik, Seleksi Alam, dan Survival of the Fittest

SENI SOSIAL

Seri Artikel Sosiologi bersama Hery Shietra

Question: JIka memang penentu bisa lolos atau tidaknya kita sebagai manusia dari “seleksi alam”, ialah faktor genetik manusia masing-masing individu, maka bukankah itu artinya menihilkan peran penting dan arti dibalik sebuah upaya maupun perjuangan? Genetik, seolah-olah kita diasingkan dari hakekat manusia yang berakal-budi, serba mekanistik. Bukankah itu artinya seseorang yang memang punya warisan genetik yang baik dan berkualitas dari ayah-ibu maupun silsilah nenek-moyangnya, sudah “menang” (dan akan lolos dari “seleksi alam”) bahkan sejak masih dalam kandungan dalam rahim ibunya?

ETIKA KOMUNIKASI saat Lawan Bicara notabene Berbeda Agama dengan Kita

SENI SOSIAL

Seri Artikel Sosiologi

Umat Agama yang Rendah EQ-nya, Dicirikan lewat Tiadanya Etika Komunikasi dengan Membawa-Bawa serta Melontarkan Istilah Agama Tertentu kepada Lawan Bicara

Question: Sudah jelas-jelas saya bukan beragama Islam, dan ia tahu itu, mengapa juga ya orang Islam selalu secara sengaja suka bawa-bawa istilah agamanya saat berbicara dengan saya yang jadi lawan bicara ia? Orang-orang Nasrani juga seperti itu, memakai atribut-atribut keagamaan. Mereka suka memakai atribut keagamaan mereka sendiri, seperti kalung berliontin, busana berupa kerudung, dan sebagainya, itu masih bisa kita toleransi sebagai bagian dari ekspresi dan kebebasan berbusana dan beratribut. Namun, yang tidak bisa diberi ruang toleransi ialah ketika mereka berbicara dengan lawan bicara, mengapa mereka tidak punya apa yang disebut sebagai etika komunikasi terhadap orang lain yang berbeda agama? Terlagipula ini adalah Negara Indonesia, bukan Arab, dan kita pun suah punya SUMPAH PEMUDA, mengapa justru kemudian dilanggar oleh bangsa kita sendiri?

Bulan Penuh Berkah bagi para PENDOSA, Disaat Bersamaan merupakan Bulan Penuh Kabar Buruk bagi KORBAN

SENI PIKIR & TULIS

Menista (Perilaku) UMAT, Tidak dapat Dipidana. Menista UMAT Vs. Menista AGAMA, Dua Hal yang Berbeda Domain

Yang Paling Hebat adalah Orang-Orang yang Berpuasa BUAT DOSA, bukan Mereka yang Berpuasa dari Anti Minta Ampuni Dosa-Dosa (alias Umbar Pengampunan Dosa, Nafsu Itu Sendiri)

Bila tujuan dibalik puasa bukan untuk latihan pengendalian diri maupun dari praktik “korup” semacam pengampunan dosa, maka itu adalah praktik umbar pengampunan dosa dimana menjadi pesta-pora akbar bagi para pendosa, sekaligus disaat bersamaan menjadi mimpi buruk bagi para korban dari para pendosa tersebut. Mengapa juga agama samawi menggambarkan versi Tuhan yang lebih PRO terhadap pendosa alih-alih berpihak kepada korban-korban dari para pendosa tersebut? Berpuasa yang sejati, ialah untuk melatih dan meningkatkan kesucian diri, bukan justru meminta pengampunan dosa (otak picik, licik, dan korup yang mengemuka).