(DROP DOWN MENU)

Membuat Laporan Keuangan Palsu seolah-olah Profit, Calon Investor Menjadi Berminat lalu Membeli Perusahaan yang Sebetulnya Merugi, Dipidana PENIPUAN

LEGAL OPINION
Question: Apa yang paling penting untuk diperhatikan dan dikoreksi, sebelum tawarkan perseroan untuk dibeli oleh pengusaha lain yang berminat untuk akuisisi saham perseroan milik keluarga kami?
Brief Answer: Pertama-tama, benahi pembukuan keuangan, terutama perihal transparansi dan akuntabilitas neraca aktiva dan passiva, gambaran perbandingan antara herta kekayaan dan segala beban kewajiban (ratio equity to debts).
Memanipulasi laporan keuangan, terutama rincian harta kekayaan berbanding tanggung-jawab perusahaan, dimana dapat membuat kesan seolah-olah selama ini mencetak untung berupa laba bersih dari tahun ke tahun, alias membuat kesan “palsu” bagi pihak ketiga yang menjadi berminat untuk membeli (calon investor), maka pihak penjual dari perusahaan dimaksud dapat dijerat sebagai pelaku delik “penipuan”.
Laporan pembukuan yang tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari perusahaan yang ditawarkan untuk dijual pada pihak ketiga, sama artinya “menyesatkan” pihak calon investor yang dapat dipastikan akan merugi akibat ketidak-benaran data-data yang termuat dalam pembukuan maupun laporan keuangan dan harta-kekayaan perusahaan. Penipuan pun dapat menjadi alasan untuk membatalkan suatu perjanjian, setelah putusan pidana berkekuatan hukum tetap untuk menjadi dasar gugatan perdata pembatalan jual-beli.
Hendaknya seorang pemilik (owner) dari suatu badan hukum seperti Perseroan Terbatas tidak berparadigma bahwa dirinya yang juga menjabat sebagai direktur, maka arus kas kepentingan bisnisnya dapat dicampur-aduk antara rekening atau dana milik perseroan dan kekayaan pribadi atau rekening pribadi milik sang pemilik usaha.
Terkecoh oleh paradigma “sebagai pemilik”, ketika pada suatu waktu hendak menawarkan dan menjual perseroan dimaksud kepada pihak ketiga, tiadanya akuntabilitas dan profesionalisme standar akuntansi serta tiadanya ketaatan manajerial direksi demikian, dapat berbuntut pidana “penipuan”—semata karena antara keuangan perseroan dan kekayaan pribadi sang direktur yang notabene juga merupakan pemilik usaha, telah bercampur-aduk.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah preseden yang tidak dapat diremehkan bagi seorang pengusaha sebelum menjual suatu korporasi kepada pihak ketiga, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana penipuan jual-beli badan hukum, register Nomor 42 PK/Pid/2016 tanggal 19 Juli 2016, dimana Terdakwa didakwa karena telah dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bermula ketika Terdakwa selaku Direktur Perseroan PT. Rimo Catur Lestari bertemu dengan pihak Korban selaku calon investor, dengan maksud untuk memberikan informasi serta menawarkan kepada Korban untuk mau membeli serta berinvestasi saham dari PT. Rimo Catur Lestari.
Antara Terdakwa dengan Korban telah kenal sebelumnya dan merupakan teman lama. Adapun saham PT. Rimo Catur Lestari yang ditawarkan adalah milik GEORGE MOHANLAL HARJANI, sebagai salah satu pemegang saham dari PT. Rimo Catur Lestari yang menurut Terdakwa HERMAN GOZALI akan pindah ke Amerika dan akan dijual kurang lebihnya sebanyak 113.050.000 lembar saham.
Terdakwa HERMAN GOZALI berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat tertanggal 29 Juni 2007 tersebut, ditunjuk sebagai Direktur Perseroan PT. Rimo Catur Lestari tbk, sedangkan untuk Direktur Utama adalah GEORGE MOHANLAL HARJANI.
Sebagai tindak lanjut penawaran saham kepada pihak korban, Terdakwa dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan menginformasikan kepada korban bahwa Laporan Keuangan dari PT. Rimo Catur Lestari sangat bagus dan sehat serta perusahaan sedang berkembang, yang membutuhkan suntikan tambahan modal usaha. Guna membuat tampak lebih meyakinkan, Terdakwa memberikan dokumen berupa Laporan Keuangan PT. Rimo Catur Lestari tertanggal 30 September 2007 yang menjelaskan bahwa persediaan modal PT. Rimo Catur Lestari per 30 September 2007 sebesar Rp26.049.408.305,00.
Atas informasi dari Terdakwa, membuat Korban tertarik dan tergerak untuk membeli saham dari PT. Rimo Catur Lestari. Korban kemudian melaksanakan pembicaraan dengan GEORGE MOHANLAL HARJANI untuk bernegosiasi mengenai harga pembelian sahamnya. Dari pembicaraan tersebut akhirnya disepakati bahwa pembelian saham sejumlah Rp34.000.000.000,00 yang pembayarannya dilakukan secara bertahap, dan Korban diberikan hak untuk mengelola PT. Rimo Catur Lestari.
Karena percaya dengan serangkaian kata-kata yang disampaikan oleh Terdakwa yang sudah dikenal lama oleh pihak korban, kesepakatan Korban dengan GEORGE MOHANLAL HARJANI mengenai harga pembelian saham PT. Rimo Catur Lestari yang disepakati sejumlah Rp34.000.000.000,00 dilakukan dengan membuat Perjanjian Jual Beli Saham dibawah tangan pada tanggal 19 Oktober 2007.
Setelah dilakukan kesepakatan pembelian saham, pihak Korban secara bertahap melakukan pembayaran yang ditujukan kepada rekening PT. Rimo Catur Lestari. Sebagai tindak lanjut dari Perjanjian Jual Beli Saham dibawah tangan demikian, Korban secara tidak tertulis sudah mengelola jalannya PT. Rimo Catur Lestari, yang untuk memperkuat secara hukum membuat akta kesepakatan bersama di Notaris dengan Akta Kesepakatan pada tanggal 04 April 2008, dimana dengan akta tersebut kepemilikan saham PT. Rimo Catur Lestari dari GEORGE MOHANLAL HARJANI beralih kepada Korban.
Selanjutnya dengan adanya peralihan kepemilikan saham, maka dibuat Perubahan Direksi pada tahun 2008 dengan mengubah Anggaran Dasar Perseroan tertanggal 27 Juni 2008, di mana Terdakwa tetap menduduki posisi Direktur Keuangan PT. Rimo Catur Lestari. Setelah PT. Rimo Catur Lestari dikelola oleh Korban sejak bulan Oktober 2007, barulah fakta sebenarnya kondisi keuangan perseroan diketahui.
Ternyata kondisi keuangan yang sebenarnya dari PT. Rimo Catur Lestari adalah tidak sesuai sebagaimana yang diinformasikan atau diiming-imingi oleh Terdakwa. Perusahaan nyatanya mengalami kerugian dan terdapat hutang terhadap supplier yang selama ini memasok barang kepada PT. Rimo Catur Lestari, demikian juga dengan persediaan modal perusahaan yang lebih kecil dari yang terdapat dalam Laporan Keuangan PT. Rimo Catur Lestari tertanggal 30 September 2007 yang diinformasikan Terdakwa saat menawarkan perseroan untuk dibeli pihak Korban.
Terdakwa dengan masih duduk sebagai Direktur Keuangan dapat menyembunyikan keadaan yang sebenarnya dari keuangan PT. Rimo Catur Lestari, dimana Terdakwa selaku Direktur Keuangan mempunyai kewenangan untuk mengambil serta memindahkan uang dalam rekening PT. Rimo Catur Lestari untuk dipergunakan menutupi kerugian serta hutang dari PT. Rimo Catur Lestari yang sudah ada sebelumnya.
Akibat dari perbuatan Terdakwa, telah menguntungkan Terdakwa dan GEORGE MOHANLAL HARJANI selaku Direktur Utama, tidak lagi mempunyai kewajiban untuk membayar hutang PT. Rimo Catur Lestari yang timbul saat dikelola dirinya bersama-sama dengan Terdakwa, karena dengan terbayarnya hutang PT. Rimo Catur Lestari, perusahaan tersebut dapat terselamatkan sehingga tidak membuat PT. Rimo Catur Lestari bangkrut atau pailit, maka Terdakwa bisa menduduki kembali jabatan selaku Direktur Keuangan PT. Rimo Catur Lestari dan dapat menikmati gaji ataupun keuntungan lainnya yang diperoleh dari PT. Rimo Catur Lestari seperti saat Terdakwa menjabat sebagai Direktur Keuangan. Dimana akibat dari perbuatan Terdakwa telah menimbulkan kerugian kepada pihak Korban, kurang lebih sebesar Rp34.000.000.000,00 atau kurang lebihnya dalam jumlah tersebut.
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1508/PID.B/2014/PN.JKT.BRT tanggal 01 Desember 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa HERMAN GOZALI tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum;
2. Membebaskan Terdakwa HERMAN GOZALI dari segala dakwaan tersebut (Vrijspraak);
3. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk segera mengeluarkan Terdakwa dari tahanan;
4. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.”
Dalam tingkat Kasasi, yang menjadi putusan Mahkamah Agung RI Nomor 365 K/PID/2015 tanggal 29 Juni 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Jaksa / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1508/PID.B/2014/PN.JKT.BRT tanggal 01 Desember 2014;
Mengadili Sendiri:
1. Menyatakan Terdakwa HERMAN GOZALI tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘PENIPUAN’;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan Terdakwa segera ditahan.”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan Pemohon Peninjauan / Terpidana tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Alasan Pemohon bahwa ada bukti baru (Novum) yang berupa:
1) Kuitansi tanda terima uang dari Terdakwa sebesar Rp183.000,00 Nomor ... tanggal 13 Januari 2016. Bahwa bukti kuitansi tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Novum karena surat tersebut dibuat setelah perkara putus, oleh karena itu terhadap bukti Novum harus ditolak;
2) Bahwa melalui bukti baru berupa keterangan saksi dan surat yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali, tidak diketemukan fakta yang dapat dipertimbangkan merupakan suatu alasan untuk meniadakan perbuatan Terdakwa berupa:
a. Bahwa Terpidana Herman Gozali / Pemohon Peninjauan Kembali selaku Direktur PT. Rimo Catur Lestari tbk membuat Laporan Keuangan tahun 2006 dan 2007, bahwa hutang PT. Rimo Catur Lestari tbk hanya sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), padahal sesungguhnya hutang PT. Rimo Catur Lestari tbk jumlahnya adalah sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);
b. Bahwa dalam Laporan Keuangan oleh Herman Gozali / Pemohon Peninjauan Kembali selaku Direktur PT. Rimo Catur Lestari tbk, jumlah inventaris persediaan PT. Rimo Catur Lestari tbk disebutkan sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), padahal sesungguhnya hanya sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
c. Bahwa perbuatan Herman Gozali / Pemohon Peninjauan Kembali tersebut, merupakan suatu rangkaian kebohongan dalam hal menawarkan PT. Rimo Catur Lestari tbk, sehingga Harjono Kesuma percaya dan tergerak hatinya untuk mengambil-alih PT. Rimo Catur Lestari tbk, dan akibat perbuatan Herman Gozali / Pemohon Peninjauan Kembali tersebut Harjono Kesuma mengalami kerugian sebesar Rp34.000.000.000,00 (tiga puluh empat miliar rupiah);
d. Bahwa dengan demikian bukti baru (Novum) yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam perkara a quo tidak serta-merta dapat menghilangkan unsur delik ‘penipuan’ sebagaimana dalam Pasal 378 KUHPidana;
2. Mengenai adanya kekeliruan / kekhilafan Hakim:
“Bahwa alasan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti secara seksama memori peninjauan kembali, kontra memori peninjauan kembali dihubungkan dengan Putusan Judex Juris, ternyata tidak terdapat kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1) Bahwa pertimbangan Judex Juris yang menyatakan perbuatan Terdakwa memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah dibuktikan berdasarkan alat bukti yang cukup, yaitu keterangan Saksi Harjono Kesuma, Saksi Thomas Setiamihardja, Saksi Markus Budiman, Saksi Achman Yani, Saksi Juninho Widjaja, dan Saksi Cinthya, yang keterangan saling bersesuaian antara satu dengan yang lain;
2) Bahwa perbedaan-perbedaan pendapat maupun penafsiran terhadap hukum antara Pemohon Peninjauan Kembali dengan pendapat dan pertimbangan Judex Juris bukan merupakan kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, maka alasan pemohon peninjauan kembali tersebut tidak dapat dibenarkan sebagai alasan peninjauan kembali, ... , oleh karena itu permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana tersebut harus ditolak dan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut dinyatakan tetap berlaku;
M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali / TERPIDANA HERMAN GOZALI tersebut;
- Menetapkan bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 365 K/PID/2015 tanggal 29 Juni 2015 yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.