(DROP DOWN MENU)

Gugatan Sengketa Tanah yang Tidak Tepat Sasaran, Tidak Rasional Mengakibatkan Mubazir

LEGAL OPINION
Question: Apa hal yang paling penting yang harus diperhatikan secara seksama, bila kita mau mendalilkan bahwa sebidang tanah yang sedang disengketakan itu benar-benar milik kita? Ada pihak lain yang mengklaim mereka yang punya seluruh bidang tanah itu, meski sebenarnya mereka hanya punya sebagian kecil dari tanah itu.
Brief Answer: Berdasarkan berbagai preseden dan yurisprudensi yang ada, Mahkamah Agung RI memiliki pendirian secara konsisten bahwa sengketa tanah perlu disebutkan secara terinci batas-batas real objek bidang tanah yang saling disengketakan—dalam hal ini bukan hanya batas-batas fisik objek tanah yang diklaim sebagai milik, namun juga batas-batas “penyerobotan” tanah oleh pihak yang bersengketa atau istilah lainnya.
Hal kedua yang tidak kalah penting, janganlah mengklaim secara terlampau berlebihan agar gugatan tidak menjadi mubazir dan berpotensi / berisiko dinyatakan “gugatan tidak cermat dan tidak jelas” (obscuure libel). Buatlah dalil secara rasional dan empirik, tanpa melebih-lebihkan—klaim sebatas apa yang sewajarnya dan senyatanya. Hakim biasanya lebih menghargai sebentuk gugatan yang mengandung nilai kewajaran untuk dikabulkan dalam putusan.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ceriminan konkret yang cukup representatif, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa hak atas tanah register Nomor 379 K/Pdt/2017 tanggal 6 April 2017, perkara antara:
1. NANIK SUPARMI; 2. PONIRAN, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Tergugat I, II; melawan
1. SURATI; 2. WAGINI; 3. SURAJ; 4. SUYATNI; 5. SURANTO; 6. RINI PUJIASTUTI; sebagai Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat; dan
- TEUKU ARIF RAHMAN, S.H., PPAT-Notaris, selaku Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat III.
Semula, dalam perkawinanan Kartoijoyo Rebo dan Ny. Surati (Penggugat I), memiliki lima orang anak yakni Penggugat II—IV. Pada tanggal 12 Januari 2015, Kartoijoyo Rebo meninggal dunia, sedangkan Ny. Surati (Penggugat I) masih hidup sampai sekarang. Dengan demikian Penggugat I berkedudukan sebagai ahli waris istri alm. Kartoijoyo, sementara Penggugat II—VI berkedudukan sebagai ahli waris anak.
Telah ternyata, selain meninggalkan ahli waris istri dan anak, almarhum juga meninggalkan barang warisan berupa tanah perkarangan dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 199 / Desa Jeruksawit, seLuas 2.587 m² atas nama Kartoijoyo. Akan tetapi, selanjutnya objek tanah tanpa sepengetahuan ataupun sepersetujuan istri alm. Kartoijoyo, oleh Tergugat I telah dibeli dari alm. Kartoijoyo Rebo sebagian tanah perkarangan tersebut, yakni seluas ± 429 m².
Jual-beli antara alm. Kartoijoyo Rebo bersama Tergugat I dilakukan dihadapan Tergugat III selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), selanjutnya berdasarkan Akta Jual Beli yang dibuat, terbitlah Sertifikat Hak Milik Nomor 2378 / Desa Jeruksawit atas nama Tergugat I, seluas 429 m².
Namun oleh karena proses jual-beli maupun balik nama dari alm. Kartoijoyo Rebo kepada Tergugat I menggunakan dokumen kartu keluarga yang di dalamnya terdapat keterangan palsu, yaitu status perkawinan dari Kartoijoyo  Rebo adalah “cerai mati” padahal faktanya status perkawinan Kartoijoyo Rebo adalah masih berstatus “kawin” dimana Penggugat I sebagai istri masih hidup sampai sekarang, sehingga dengan demikian Tergugat I telah melakukan “perbuatan melawan hukum” karena dalam proses peralihan / balik-nama hak atas tanah menggunakan dokumen yang di dalamnya terdapat keterangan palsu yang berakibat semua produk hukum yang timbul dari dipergunakannya dokumen kartu keluarga tersebut untuk proses peralihan kepemilikan hak atas tanah adalah tidak sah dan batal demi hukum.
Note SHIETRA & PARTNERS : Klaim demikian sangalah marak dan lazim dijumpai dalam praktik peradilan, entah memang betul terjadinya demikian atau merupakan modus belaka untuk menjebak pihak ketiga. Namun, karena pembeli merupakan pihak ketiga yang beritikad baik, sementara yang melakukan pelanggaran berupa penggunaan surat palsu ataupun penggelapan tidak lain ialah pihak suami Penggugat I ataupun ayah dari Penggugat II—Vi, maka sebagai ahli waris, sejatinya Para Penggugat itu sendiri yang turut mewarisi “tanggung-gugat” demikian, alias hanya berhak menggugat dirinya sendiri. Jika boedel waris dibuka dan dibagi dimana para ahli waris menerimanya, maka dalam boedel waris bukan hanya terkandung “hak”, namun juga berbagai “kewajiban tanggung-gugat” yang melekat didalamnya sebagai warisan ikutan secara kerperdataan.
Kemudian sisa pemecahan objek tanah, terbit Sertifikat Hak Milik Nomor 2737 / Desa Jeruksawit atas nama Kartoijoyo (suami dan ayah dari Para Penggugat), seluas 2.162 m² dimana fisik sertifikat tersebut sampai saat ini masih dikuasai oleh Tergugat III selaku PPAT, yang tidak bersedia menyerahkan kepada Para Penggugat yang notabene merupakan ahli waris Kartoijoyo.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Pada titik itulah, klaim dan dalil Penggugat telah menjatuhkan pihak Penggugat itu sendiri. Dari semula Sertifikat Tanah induk seluas 2.587 m2 yang bila dipecah / dipisahkan kerena telah dibeli oleh pihak Tergugat I seluas 429 m2, artinya tidak mungkin menghasilan sisa seluas 2.162 m2.]
Namun klaim dan dalil Penggugat belum cukup sampai disitu, bahwa Tergugat II yang masih bertetangga dengan Penggugat I dan Penggugat II, telah ternyata juga menguasai tanah perkarangan milik alm. Kartoijoyo yang tercatat dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 2737 / Desa Jeruksawit atas nama Kartoijoyo seluas 2.162 m², bahkan Tergugat II kemudian mendirikan bangunan permanen di atas tanah perkarangan milik alm. Kartoijoyo, sehingga penguasaan tanah serta pendirian bangunan tersebut adalah tidak sah dan melawan hukum;
Saat kini, Para Penggugat sebagai ahli waris istri dan anak alm. Kartoijoyo bermaksud untuk membagi harta warisan dari almarhum sesuai dengan hak dan bagian masing-masing, akan tetapi tidak dapat dilaksanakan karena Tergugat I dan Tergugat II telah menguasai sebagian objek tanah sengketa dan tidak bersedia menyerahkan objek tanah kepada Para Penggugat.
Terhadap gugatan demikian, Pengadilan Negeri Karanganyar kemudian menjatuhkan putusan Nomor 96/Pdt.G/2015/PN.Krg., tanggal 29 Maret 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Para Penggugat, putusan Pengadilan Negeri di atas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang lewat putusan Nomor 237/Pdt/2016/PT.SMG., tanggal 11 Agustus 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Para Penggugat / Para Pembanding;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 96/Pdt.G/2015/PN.Krg., tanggal 29 Maret 2016 yang dimohonkan banding tersebut;
Dengan Mengadili Sendiri:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan sebagai hukum bahwa Para Penggugat adalah ahli waris istri dan anak dari alm Kartoijoyo bin Toijoyo alias Kartoijoyo Rebo;
3. Menyatakan sebagai hukum bahwa yang menjadi objek sengketa dalam perkara ini yaitu: Tanah Pekarangan, Sertifikat Hak Milik Nomor 199 Desa Jeruksawit, luas ± 2.587 m² atas nama Kartoijoyo bin Toijoyo terletak di ... , dengan batas-batas: ... adalah harta peninggalan alm Kartoijoyo bin Toijoyo alias Kartoijoyo Rebo yang belum dibagi waris;
4. Menyatakan sebagai hukum bahwa Para Penggugat sebagai ahli waris istri dan anak dari alm Kartoijoyo bin Toijoyo alias Kartoijoyo Rebo berhak atas tanah pekarangan Sertifikat Hak Milik Nomor 199 Desa Jeruksawit, luas ± 2.587 m², atas nama Kartoijoyo bin Toijoyo terletak di ... dengan batas-batas: ...;
5. Menyatakan bahwa Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum karena dalam proses peralihan / balik-nama menggunakan dokumen kartu keluarga yang di dalamnya terdapat keterangan palsu; [Note SHIETRA & PARTNERS: Padahal, yang menggunakan keterangan palsu ialah suami dan ayah dari Para Penggugat itu sendiri, suatu ‘putar-balik’ fakta.]
6. Menyatakan Sertifikat Hak Milik Nomor 2738, Desa Jeruksawit atas nama Nanik Suparmi (Tergugat I), luas ± 429 m² yang terbit dengan menggunakan dokumen kartu keluarga yang di dalamnya terdapat keterangan palsu tersebut, batal demi hukum dan tidak mempunyai nilai pembuktian;
7. Menyatakan bahwa Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah menguasai serta membangun rumah permanen di atas tanah pekarangan milik alm Kartoijoyo bin Toijoyo alias Kartoijoyo Rebo (suami dan ayah dari Para Penggugat) yang tercatat dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 2737, Desa Jeruksawit atas nama Kartoijoyo bin Toijoyo (suami dan ayah dari Para Penggugat), luas ± 2.162 m², tanpa alas hak yang benar dan sah;
8. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II atau siapa saja yang memperoleh hak daripadanya untuk mengosongkan objek sengketa bilamana perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara yang sah (polisi) untuk diserahkan kepada Para Penggugat dalam keadaan kosong bebas dari bangunan dan tanaman apapun serta tanpa syarat apapun;
9. Menolak gugatan Para Penggugat / Para Pembanding untuk selebihnya.”
Pihak Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa telah terjadi penggabungan subjek hukum dalam satu gugatan yang tidak berhubungan satu sama lain, yakni antara Tergugat I dan Tergugat II adalah subjek hukum yang berdiri sendiri dan masing-masing tidak ada hubungan satu sama lain.
Penggugat mendalilkan bahwa harta warisan belum dibagi, maka mereka sejatinya belum memiliki “hak gugat”. Tidaklah bisa seseorang bermaksud menerima harta warisan dan disaat bersamaan menolak segala kewajiban terkait harta warisan.
Juga berdasarkan Akta Otentik yang ada, objek tanah merupakan pemecahan dari harta turun-temurun alias “harta bawaan” yang tidak bercampur-baur dengan harta selama pernikahan, alias bukan “harta gono-gini” yang butuh persetujuan Penggugat I untuk dilakukan proses peralihan hak lewat jual-beli kepada pihak ketiga.
Tergugat I merupakan “pembeli yang beritikad baik”, sebagaimana menjadi norma bentukan yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1230 K/Sip/1980, dimana Tergugat I membeli melalui proses sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Tergugat III selaku PPAT ditindak-lanjuti Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar kemudian melakukan proses peralihan hak, oleh karena sertifikat objek tanah terbukti secara formil merupakan harta bawaan turun-temurun dari Kartoijoyo.
Sementara untuk Tergugat II, oleh sebab sertifikat tanah induk pihak penjual (Kartoijoyo) masih dalam proses pemecahan sertifikat di Kantor pertanahan Kabupaten Karanganyar, maka jual-beli dilakukan secara hukum adat : yakni asas terang dan tunai sebagaimana diamanatkan norma Pasal 5 Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Agraria.
Mengenai dalik “Kartu Keluarga” yang digunakan dalam proses jual-beli dianggap mengandung pemalsuan, maka sesuai kaedah preseden Mahkamah Agung Nomor 1974 K/Pdt/2001, dalil demikian harus dibuktikan melalui laboratorium kriminologi forensik, atau gugatan menjadi prematur oleh sebab belum pernah terdapat putusan pidana yang menyatakan Kartu Keluarga tersebut adalah palsu ataupun dipalsukan.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan korektif, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa terlepas dari alasan kasasi, permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Para Tergugat dapat dibenarkan bahwa pertimbangan hukum putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi) yang membatalkan putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri) dengan mengabulkan gugatan Para Penggugat tidak dapat dibenarkan, dimana setelah meneliti secara saksama gugatan Para Penggugat ternyata gugatan Penggugat kabur, yang mendalilkan bahwa objek sengketa peninggalan suami (Penggugat I) dan orang tua Penggugat II, Penggugat III, Penggugat IV, Penggugat V dan Penggugat VI (alm. Kartoijoyo bin Toijoyo / Mbah Rebo) telah dikuasai oleh Tergugat I secara melawan hukum seluas 429 m2 dari luas keseluruhan 2.587 m2 dan dikuasai oleh Tergugat II secara melawan hukum seluas 2.162 m2, dan ternyata yang dikuasai oleh Tergugat I tersebut tidak disebutkan batas-batasnya dan juga yang dikuasai oleh Tergugat II ternyata hanya 200 m2 bukan 2.162 m2 dan juga tidak menyebutkan batas-batasnya, dan dari fakta-fakta tersebut tidak ternyata semua objek sengketa yang didalilkan Para Penggugat seluas 2.587 m2 dikuasai bersama-sama oleh Tergugat I dan Tergugat II;
- Bahwa dari pertimbangan tersebut diatas ternyata bahwa gugatan Penggugat adalah gugatan istri dan anak atas perbuatan suami atau bapak almarhum Kartoijoyo bin Toijoyo alias Kartoijoyo Rebo semasa hidupnya menjual tanah sebagian kepada Tergugat I dan sebagian lainnya kepada Tergugat II dan perbuatan hukum tersebut adalah dua perbuatan terpisah dengan berdiri sendiri-sendiri atas obyek tanah yang berbeda yang dijual kepada dua subyek yang berbeda pula dan antara Tergugat I dan Tergugat II tidak ada hubungan hukum apapun; dengan demikian gugatan penggugat kabur dan harus dinyatakan tidak dapat diterima sehingga putusan Judex Facti tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dibatalkan dengan mengabulkan kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya, Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi NANIK SUPARMI dan kawan dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang 237/Pdt/2016/PT.SMG., tanggal 11 Agustus 2016 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 96/Pdt.G/2015/PN.Krg., tanggal 29 Maret 2016 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi : 1. NANIK SUPARMI, 2. PONIRAN tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 237/Pdt/2016/PT.SMG., tanggal 11 Agustus 2016 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 96/Pdt.G/2015/PN.Krg., tanggal 29 Maret 2016;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke verklaard).”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.